Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Seberapa Penting MBG (Makan Bergizi Gratis) Harus Kita Kawal?
2 Februari 2025 10:40 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Agus Samsudrajat S tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai warga negara, sudah sewajarnya kita berharap Pemimpin bangsa hingga level daerah bisa membantu memberikan solusi atas masalah di Negera kita. Tidak terkecuali program unggulan Makan Bergizi Gratis (MBG) era Presiden Prabowo-Gibran yang awalnya dianggarkan 70 triliun menjadi 171 triliun dan dikabarkan akan terus meningkat hingga 400 triliun, meski angka itu sedikit diatas angka korupsinya Harvey Muis. Ini sama halnya 273 juta jiwa penduduk Indonesia menyumbang 1 juta rupiah setiap tahunya yang akan diberikan untuk kelompok sasaran MBG.
ADVERTISEMENT
Uniknya Program MBG ini, ditargetkan bagi semua anak dan remaja usia sekolah, ibu hamil dan balita, tanpa pandang bulu, status sosial termasuk tanpa melihat status gizinya yang dilakukan secara bertahap dibeberapa kelompok sasaran. Disaaat pemerintah wajib melayani anak fakir miskin yatim piatu negeri ini.
Jika kita ingat dan buka berbagai data, apa yang menjadi dasar munculnya program MBG diantaranya adalah masalah malnutrisi terutama masalah gizi kurang yaitu stunting. Menariknya adalah, apakah masalah stunting di Indonesia adalah masalah pada semua anak, ibu hamil dan balita di negeri ini? Fakta data yang ada, tidak seperti itu.
Data Riskesdas dan SKI Kemenkes 2023 mengungkap bahwa angka stunting anak 0-23 bulan nasional hanya 18,3 %. Artinya 81,7% anak diusia itu berstatus normal atau tidak stunting. Dimana usia 0-23 bulan adalah usia emas yang sering disebut 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) sejak 2013 lalu, menjadi prioritas usia paling tepat untuk menjaga nutrisi dari asupan makananya agar tidak stunting.
ADVERTISEMENT
Hingga kini, belum ada data yang menyatakan bahwa semua kelompok sasaran MBG anak usia sekolah, ibu hamil, semua balita Indonesia memiliki masalah gizi kurang khususnya stunting 100%.
Demikian juga masalah gizi lainya seperti berat badan kurang dan gizi buruk, bahwa data nasional yang ada mengungkap masih dibawah angka 10 persen. Apakah kebijakan dan anggaran MBG yang ratusan triliun itu sudah efektif, efesien, tepat sasaran dan akan dilanjutkan ditahun yang akan datang. Apakah akan sama seperti program PMT gratis bagi Balita dan Ibu hamil, program bantuan pangan jaminan sosial atau program sejenis lainya yang memiliki tujuan dan sasaran yang sama.
Atau anggaran itu bisa dipangkas dan dialihkan untuk program lain yang juga jadi pengaruh terhadap masalah gizi seperti program pemberantasan penyakit menular/infeksi (DBD, TBC, Diare) peningkatan kualitas air minum dan sanitasi, pengawasan keamanan bahan pangan dari zat-berbahaya, termasuk program perubahan perilaku merokok dan perilaku mengolah makanan, kemandirian/penyadaran makan bergizi seimbang. Disaat itu juga ada kebijakan lain bahwa semua lembaga pusat dan daerah harus menghemat dan mengefesienkan anggaran secara tepat guna.
ADVERTISEMENT
Masalah kesehatan lain dan perlu perhatian adalah standar mutu air minum terutama air isi ulang dan PDAM, yang menurut surveilans Kemenkes 2023, ada temuan bakteri E-coli yang sangat signifikan. Bahkan pernyataan Kemenkes di salah satu media nasional mengatakan sekitar 80 persen akses air minum di Indonesia belum layak dikonsumsi. Peningkatan akses air minum layak hanya meningkat dari 11 persen menjadi 20,49 persen tahun 2023.
Berdasarkan hasil surveilans Kementerian Kesehatan bahwa kualitas air minum menjadi salah satu faktor resiko stunting. Hasil survei penulis secara acak di salah satu daerah di Kalimantan Barat menemukan bahwa semua pengusaha air isi ulang, tidak bisa menunjukan hasil pemeriksaan laboratorium terbaru dan periodik secara lengkap semua paramater standar baku mutu air minum baik parameter fisik, kimia dan biologi. Tetapi hanya bisa menunjukan hasil cek salah satu parameter biologi (E.coli) dan tidak di perbarui secara periodik dari Instansi kesehatan pemerintah atau laboratorium. Informasi baku mutu kualitas air minum baik isi ulang atau PDAM idealnya disampaikan secara rutin kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pengawalan MBG ini perlu menyiapkan sistem data yang baik dan akurat secara berkelanjutan untuk menjawab tujuan awal, apakah program itu akan memperbaiki masalah gizi dan pola makan seimbang, stagnan, sebaliknya atau justru menjadi masalah baru malnutrisi seperti meningkatnya angka kelebihan berat badan, obesitas dan masalah kesehatan lain.
MBG ini akan jadi bagus jika tepat sasaran, tepat guna dan ada kontrol kualitas (Quality Kontrol) proses pelaksanaanya. Maka harus dibenahi dan ditingkatkan sistem data dan model pengawasanya secara periodik dan berkelanjutan. Selama ini Kemenkes sudah lama punya website sigizi terpadu untuk memantau rutin masalah gizi dan kesehatan ibu dan anak melalui laporan rutin Posyandu setiap bulan. Meskipun dibeberapa Provinsi dan Kabupaten keaktifan Posyandu masih ada yang dibawah 50%.
ADVERTISEMENT
Kita semua juga telah sepakat bahwa mengatasi masalah gizi juga harus diimbangin mengatasi faktor resiko lainya akses bahan pangan dengan harga yang terjangkau, sanitasi, kualitas air minum, merokok, akses pelayanan kesehatan, penyakit infeksi seperti TBC dan DBD. DBD saja di tahun 2024 sudah menghilangkan nyawa 1.120 jiwa, lebih tinggi dari jumlah kematian di tahun 2023 ada 894 jiwa.
Jika memang kita sepakat bahwa masalah ini masalah bersama, maka sebaiknya dalam prosesnya juga perlu melibatkan kerjasama semua pihak, menghargai semua kelompok profesi dan jenjang pendidikan yang telah dibangun lama melalui sistem pendidikan negeri ini. Maka penting bagi kita untuk menghargai data dengan berbagi data, memanfaatkan data, hasil riset dari instansi pendidikan tinggi atau lembaga lain yang punya data terkait.
ADVERTISEMENT
Jangan sampai satu program diniatkan untuk solusi menimbulkan dampak negatif langsung dan tidak langsung yang kerugianya melebihi anggaran programnya. Apalagi Dunia dan Pemerintah Indonesia sudah sepakat bahwa akar masalah kesehatan terutama gizi adalah masalah kebijakan. Dimulai dari ditataran elit penguasa dan politik, kebijakan ekonomi dan kebijakan penyediaan pangan yang berkualitas dari hulu berupa sumber dan asal bahan pangan hingga hilirnya yaitu jaminan produk siap konsumsi yang aman dan bergizi.
Siapapun kita, mari kawal program MBG ini, apa yang harus dipertahankan, ditingkatkan dan apa yang harus dibenahi buat kedepan, tetapi tanpa melupakan dan tetap perhatian dengan masalah yang juga jadi faktor resiko atau mempengaruhi masalah gizi yang sudah secara jelas data angka masalah dan kasusnya jauh lebih besar.
ADVERTISEMENT