Konten dari Pengguna

Sisi Lain Stunting Kalbar di Air Tercemar & Kelorisasi?

Agus Samsudrajat S
Dosen/Peneliti Kesehatan Masyarakat Univ.Muhammadiyah Pontianak, Konsultan, MPKU PDM Sintang, PDPM Sintang, ICMI Sintang
25 Juni 2022 12:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Samsudrajat S tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok.Pribadi proses bimbingan penulis dengan mahasiswa/i Universitas Muhammadiyah Pontianak dalam menyusun program RANTING (Remaja Anti Stunting) dan GERTAK (Gerakan Tanam, Konsumsi dan Wirausaha) Kelor di Kab.Melawi & Sintang 2021 pada Kuliah Kerja Usaha ke Masyarakat di Desa terpilih selama -+ 1 Bulan.
zoom-in-whitePerbesar
Dok.Pribadi proses bimbingan penulis dengan mahasiswa/i Universitas Muhammadiyah Pontianak dalam menyusun program RANTING (Remaja Anti Stunting) dan GERTAK (Gerakan Tanam, Konsumsi dan Wirausaha) Kelor di Kab.Melawi & Sintang 2021 pada Kuliah Kerja Usaha ke Masyarakat di Desa terpilih selama -+ 1 Bulan.
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan kualitas udara di Ibu kota negara. tapi pernahkah kita bertanya seberapa baik dan aman kualitas air yang kita konsumsi sehari-hari. Lalu sudahkah kita bisa dengan mudah mendapatkan informasi seperti apa publikasi hasil pemeriksaan kualitas air kita secara periodik bulanan atau tahunan? Sejauh apa upaya kita untuk memperbaiki dan menjaga kualitas air kita? Disisi lain, Kalimantan Barat (Kalbar) salah satu provinsi prioritas nasional yang diminta harus segera menekan kasus stunting tahun 2024 hingga 14%, meski kasus terakhir di Kabupaten tertinggi masih diangka 30-40%.
ADVERTISEMENT
Faktanya, data indeks kualitas lingkungan hidup 2019 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengungkap bahwa nilai indeks kualitas air Kalimantan Barat 5 tahun terakhir yang paling rendah se Pulau Kalimantan. Dikatakan pula, tingkat kadar pencemaran itu mulai dari yang ringan hingga cemaran berat. Data BPS yang dirilis 2022 menyimpulkan Kalbar juara ke-4 terbesar nasional karena memiliki 715 desa/kelurahan yang sumber airnya tercemar. Artinya jika ada 2031 desa dan 99 Kelurahan di Kalbar, setidaknya lebih dari sepertiga (35.2%) Desa/kelurahan Kalbar sumber airnya sudah tercemar. Daya tariknya ialah dari ke 4 besar provinsi dengan cemaran air tersebut, hanya Kalbar yang memiliki angka persentase kasus stunting diatas rata rata nasional yang paling tinggi.
ADVERTISEMENT
Ternyata fakta data terkait kualitas air Kalbar semakin terpuruk, ditengah kita diminta untuk menekan stunting dengan ikhtiar lain, seperti meningkatkan asupan makanan sesuai standar, tapi kita lupa bahwa ditengah penyakit infeksi seperti diare, infeksi saluran pernafasan, menjadi daftar penyakit terbesar di Puskesmas, selain masalah pencernaan, dan penyakit lain seperti ginjal, dan kanker di Rumah sakit yang akan jadi beban ekonomi dan pembangunan sektor lain di daerah tidak bisa terlepas dengan air sebagai sumber kehidupan.
Bahkan dalam informasi detail laporan Dinas Lingkungan Hidup Sintang 2017, bahwa cemaran sungai Kapuas dan Melawi akan kandungan besi (Fe) yang melebihi ambang batas dalam dosis besar, akan menyebabkan rusaknya dinding usus. Kematian seringkali disebabkan karena dinding usus ini. Sedangkan Debu (Fe) ini juga dapat terakumulasi dalam alveoli dan menyebabkan gangguan pada fungsi paru-paru.
ADVERTISEMENT
Tetapi disisi lain kita sama-sama tahu bahwa saat ini kita masih minim data tentang publikasi kualitas air dan tidak mudah untuk mengetahui info terbaru dan rutin seberapa banyak dan baik sumber air minum yang memenuhi syarat. Mulai dari kemasan isi ulang kita, kualitas air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), seberapa baik air hujan yang kita tampung, seberapa baik sumur dan sungai kita. Belum lagi seberapa jauh dan besar upaya kita mengimbangi laju sumber cemaran air minum dan sungai Kapuas dan Melawi yang jadi simbol sungai terpanjang di Indonesia.
Dalam diskusi pertemuan nasional koordinasi bersama perguruan tinggi dan organisasi profesi yang diikuti penulis 13/06/2022 lalu, dalam rangka penurunan stunting di 12 Provinsi termasuk Kalbar, ada salah satu akademisi dari Perguruan tinggi negeri di Jawa lebih menyarankan untuk fokus meningkatkan pada asupan protein hewani demi mengejar target penurunan stunting di tahun 2024. Hal tersebut mungkin benar dalam sudut pandang satu sisi, tetapi akan lebih baik jika para ilmuan dan pengambil kebijakan menggunakan paradigma dalam mengatasi stunting ini bukan hanya dari sebagian satu sisi saja tapi secara menyeluruh dengan kacamata sistem yang lebih luas dan lebih kompleks.
ADVERTISEMENT
Masih ada faktor lain terkait yang harus dilihat, seperti masalah lokal setempat, yang tidak bisa disamakan masalahnya dengan daerah lain. Mungkin ada faktor alergi protein hewani, atau faktor lain yang jika diabaikan atau tidak diselaraskan, justru akan jadi masalah baru, sia-sia dikemudian hari dan berdampak buruk sistemik bagi sektor lainya. Salah satu faktor lain yang tidak dilihat dan belum dibahas dalam diskusi nasional itu adalah terkait kebutuhan paling dasar dan pokok yaitu cakupan akses kualitas air minum. Padahal Pemerintah Pusat dalam situs resmi (stunting.go.id) sudah menegaskan untuk memperhatiakan kualitas standar baku mutu air minum dalam penurunan stunting sesuai Peraturan Menteri Kesehatan 492/2010 tentang persyaratan kualitas air minum.
Merujuk kepada kerangka pikir atau teori yang disepakati dunia dan Indonesia, dikatakan bahwa faktor asupan makanan/minuman dan penyakit infeksi, menjadi penyebab langsung atau jangka pendek terjadinya stunting. Artinya dalam asupan makanan/minuman dan tingginya penyakit infeksi itu sangat mungkin terkait dengan semakin rendahnya persentase rumah tangga memiliki sumber air minum layak, yang hanya 39,56% versi data BPS Kalbar per 16 maret 2022.
ADVERTISEMENT
Tetapi disisi lain juga ada data dari sumber yang sama, terkait akses air minum layak rata-rata di Kalbar 78% tetapi ada perbedaan kesenjangan akses paling rendah di Sekadau (48,85%), Sintang (52%) dan Ketapang (57%). Artinya angka akses dan jumlah cemaran air di 3 Kabupaten terendah itu jauh lebih besar dari data kasus stunting 2021. Secara teori epidemiologi dan kesehatan masyarakat faktor lingkungan (air) memiliki keterkaitan dan pengaruh paling dominan selain faktor manusia atau perilaku.
Maka akses air yang berkualitas ini mau tidak mau harus jadi perhatian serius, jika kita mau komitmen/konsisten memperbaiki stunting dari dan berbagai dampak negatif lainya untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Apalagi tidak sedikit hasil riset dan data 10 tahun terakhir mengatakan cemaran 2 sungai terpanjang di Kalbar sekaligus Indonesia yaitu Kapuas dan Melawi memiliki cemaran air yang belum membaik.
ADVERTISEMENT

Solusi Stunting diantara Air yang tercemar

ADVERTISEMENT
Selain itu, penulis juga berharap kita bersama-sama mengajak untuk mendorong pemerintah dan generasi muda menjaga lingkungan dan kualitas air dengan menindak tegas para pencemar air baik industri maupun perorangan. Memperbaiki sistem untuk meningkatkan akses dan mutu sumber air minum secara nyata dengan mempublikasikan hasil kinerja dan pemantauan kualitas air minum atau sumber air secara rutin, transparan dan mudah diakses secara publik. Dengan demikian masyarakat juga bisa menilai, mengetahui, hingga mungkin berkontribusi secara tepat, efektif dan efesien, di sisi mana yang masih kurang dan bisa diperbaiki bersama-sama, termasuk untuk mempercepat penurunan Stunting Kalbar.
ADVERTISEMENT
*Penulis adalah Dosen Kesehatan Masyarakat Kampus Sintang, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Pontianak
Sintang, 24 Juni 2022.