Untung Rugi Kebijakan 'Permainkan' Data COVID-19

Agus Samsudrajat S
Dosen Kesehatan Masyarakat K.Sintang, Univ.Muhammadiyah Pontianak, MPKU PDM Sintang, PDPM Sintang, ICMI Sintang
Konten dari Pengguna
3 September 2020 7:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Samsudrajat S tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kebijakan Test Covid-19 Indonesia via situs ourworldindata
zoom-in-whitePerbesar
Kebijakan Test Covid-19 Indonesia via situs ourworldindata
ADVERTISEMENT
Keberadaan wabah COVID-19 yang sudah enam bulan lebih atau memasuki bulan ke tujuh di Indonesia, cukup membuat jenuh masyarakat bahkan termasuk pemerintah selaku pembuat kebijakan. Bahkan kebijakan yang bisa menjadi solusi di negara lain sebagai pemadam api meluas dan besarnya kasus baru COVID-19, justru di Indonesia seolah-olah malah menjadi bahan bakar yang semakin membesarkan kasus baru dan kematian. akhirnya dampaknya juga ikut besar, luas dan lama.
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, kita bisa mulai menemukan kasus saja, sudah cukup dianggap sebuah prestasi. Meskipun cakupan tes terbaik kita masih sepertiga dari standar World Health Organization (WHO). Tetapi fenomena gunung es data Covid-19 karena permasalahan "keisengan" data atau memainkan data yang di publikasikan pemerintah baik pusat maupun pemerintah daerah semakin mencuat. Hal itu bukan hanya bisa menjadi bahan bakar besarnya angka kasus baru seperti saat ini tapi juga bisa menjadi bom waktu yang siap meledak dan meluluhlantahkan aset-aset dasar dan penting negara kapanpun.
Atas berbagai laporan dan fenomena permainan (isengin) data tersebut, membuat Ketua Umum Muhammadiyah Prof. Haedar Nasir tergerak membuat tulisan di media nasional tanggal 25 agustus 2020. Adapun pesan besar yang ditujukan secara umum yang juga dibagikan di instagram akun resmi Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) adalah
ADVERTISEMENT
Saat ini Kebijakan lockdown, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang semakin longgar dan tabu, termasuk kebijakan 3 M plus Covid-19 (Menggunakan Masker, Menjaga jarak, Mencuci tangan pakai sabun dan plus tidak berkerumun di tempat-tempat tertutup/berisiko) yang dianggap sebagai vaksin sekaligus obat terbaik untuk saat ini, belum mampu diterapkan dengan baik dan meredakan kasus Covid-19 nasional maupun dunia.
Muncul narasi-narasi sebagai solusi kebijakan ekonomi dengan toleransi pelanggaran protokol kesehatan dan memainkan data-data temuan kasus semakin mencuat ke permukaan di saat fasilitas laboratorium semakin bertambah. Bahkan narasi-narasi tidak perlu takut karena kepanikan berlebih akan mengganggu imun dan lebih berbahaya menjadi tameng dan provokasi untuk bebas beraktivitas mengabaikan protokol kesehatan disampaikan oleh beberapa oknum pemerintah dan tokoh masyarakat. Seakan angka 7000 an kematian yang terdata itu baru 6 bulan ini tidak berarti apa-apa bagi kelompok yang tidak percaya, membuka mata dan hati akan dampak Covid-19 yang sudah nyata di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Tidak sedikit daerah yang belum mengindahkan dan belum merealisasikan instruksi presiden nomor 6/2020 tentang sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Selain itu instruksi gugus tugas nasional tentang konsep 5 unsur pentahelix yang melibatkan 5 elemen masyarakat yaitu akademisi, Ormas, swasta selain media dan pemerintah dalam tim penanggulangan Covid-19 juga masih menjadi kebijakan ilusi, belum nyata dan menjadi permainan politik daerah ditataran perencanaan dan implementasi kebijakan.
Tetapi menariknya, di beberapa negara dengan kebijakannya masing-masing sudah bisa melewati dan menurunkan puncak krisis terburuknya. Negara itu di antaranya Cina, Swedia, Irlandia, Jerman, Inggris, Italia, Jepang, Thailand, Malaysia termasuk Arab Saudi. Terlepas apakah negara tersebut juga menggunakan data ilusi atau hanya mempublikasikan sebagian data kasus yang ada dan ditemukan. Tapi faktanya kita belum bisa lebih baik dilihat dari berbagai sudut pandang manapun. Hal itu menjadi hasil dari sekaligus jatidiri bangsa dan rakyatnya dari sebuah konsekuensi atas pilihan kebijakan yang dipilih Indonesia.
ADVERTISEMENT
Anggaplah jika semua negara juga mempublikasikan data ilusi/palsu atau memainkan angka data kasus karena ketidaksengajaan atau masalah koordinasi data, faktanya posisi Indonesia juga masih belum mampu bersaing dan masih mendapatkan penilaian rendah dalam hal kebijakan penanggulangan Corona. Arab Saudi yang kasus baru per harinya sempat sama tapi kini sudah sepertiga lebih kecil dari Indonesia dan cenderung menurun masih sangat ketat memberlakukan protokol secara ketat diberbagai sektor seperti tempat ibadah dan tempat-tempat umum, termasuk Jepang, Swedia, malaysia dan Cina.
Sebagaimana rilis di akun instagram kawalcovid19.id yang menerangkan bahwa ada sisi masalah data Covid-19 versi Kementerian Kesehatan dan versi Situs daerah per 02/09/2020 memiliki selisih yang sangat tidak sedikit. Selisih sembuh sampai 2.787 (2,10%) selisih meninggal sampai 570 (6,96%), dan selisih kasus total ada 8 atau (0,00%).
ADVERTISEMENT
Tetapi jika kita mau berbesar hati atas penilaian tiga situs asing ke Indonesia yang konsen dengan data Covid-19 di dunia, diantaranya situs endcoronavirus, wordmeters dan ourworldindata yang menilai bahwa Indonesia masih belum punya dampak kebijakan yang mencerminkan perkembangan hasil yang lebih baik dibandingkan negara tetangga dan setingkat.
Situs endcoronavirus per 03/09/2020 memberikan peringkat zonasi negara untuk Indonesia berada di peringkat 119 dari 133 negara atau berada pada zona warna merah tua, dari berbagai zonasi warna dengan rangking terbaik dari warna hijau, kuning dan merah. Demikian situs ourworldindata memberikan rapor kebijakan terkait tes Covid-19 lebih rendah dari Malaysia, Cina, Jepang, Australia, Turki, Mesir, Rusia, Kanada, Inggris, Amerika hingga Afganistan. Hal serupa juga diberikan oleh situs worldmeters untuk Indonesia baik cakupan tes, kasus baru maupun kasus kematianya.
ADVERTISEMENT
Catatan Sejarah mengenai status kesehatan, umur harapan hidup, kekuatan ekonomi yang merupakan cerminan aset dan sumberdaya kita menjadi bukti bahwa faktanya memang nilai rapor kebijakan Indonesia secara umum sangat sesuai dengan hasil rapor Covid-19 di dunia.
Tidak ada kelebihan dari memainkan angka data Covid-19 yang dipublikasikan, selain hanya status semu dan kepalsuan yang akan menjadi bom waktu dan senjata makan tuan. Justru Kerugian memainkan angka kasus Covid-19 yang dipublikasikan, di antaranya adalah pengaruh kesadaran dan aktivitas kewaspadaan dalam kepatuhan protokol, terputusnya informasi tracing dan tes orang yang pernah kontak karena kondisi yang lemah atau kritis, sakit, tidak ingat, tidak kenal. Selain unsur tim gugus tugas yang bisa mengawasi dan membantu merawat dan karantina lebih sedikit dan terbatas, termasuk ada beberapa pengalaman bahwa orang yang terpapar juga tidak jujur atau berbohong.
ADVERTISEMENT
Status palsu yang akan digunakan sebagai dasar berbagai kebijakan penting sektor lainya akan ikut palsu dan melipatkan risiko besar dan jangka panjang. Salah satunya adalah upaya penemuan dini dan perawatan untuk memutus rantai penularan dan pencegahan tidak bisa diketahui, tidak cepat dan maksimal. Semoga kesadaran kebijakan terkecil kita sebagai individu dan kelompok sebagai makhluk yang beragama bisa ikut membantu mempengaruhi kebijakan daerah dan nasional untuk mengurangi kemudharatan jangka panjang, hilangnya materi massal, hilangnya keluarga karena perceraian yang meningkat drastis, hingga hilangnya nyawa saudara karena kelalaian sikap dan perilaku kita. Aamiin. ---------------------------------------------------------------------- Agus Samsudrajat.S *Dosen Prodi Kesehatan Masyarakat K.Sintang Universitas Muhammadiyah Pontianak