Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Hari Guru Bukan Sekedar Seremoni
24 November 2024 13:45 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Agus Saeful Anwar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hari Guru selalu dirayakan meriah. Ada seremoni, potong tumpeng, hingga parade ucapan penuh puja-puji. "Guru pahlawan tanpa tanda jasa," katanya. Tapi mari kita jujur, apa benar semua itu lebih dari sekadar basa-basi?
ADVERTISEMENT
Guru honorer di pelosok sana mungkin sedang tersenyum kecut. Dengan gaji yang kadang tidak cukup buat beli beras seminggu, apalagi buat cicilan motor. Teman mereka yang sudah lolos PPPK atau jadi PNS, beda cerita. Lebih sejahtera, lebih tenang. Tapi kok ya, masih saja bikin skat diantara mereka? Padahal, baik honorer, PPPK, maupun PNS, mereka ini sama-sama berdiri di depan kelas, ngajar murid yang sama, mengemban tugas yang sama beratnya.
Sistem pendidikan kita ini kayak punya kasta. Honorer di bawah, PNS di atas. Bedanya bukan cuma di slip gaji, tapi juga penghargaan. Honorer seringkali dipandang sebelah mata, padahal kerja kerasnya sama luar biasanya. Apa pemerintah lupa, tanpa guru honorer, banyak sekolah mungkin sudah tutup pintu?
ADVERTISEMENT
Ngomongin soal kurikulum, jangan lupa ini juga isu hangat. Kurikulum terus berubah, dari KTSP, K13, sampai Kurikulum Merdeka. Guru lagi-lagi kena imbasnya. Honorer, yang gajinya aja ngos-ngosan, masih harus cari cara buat adaptasi dengan metode baru yang sering bikin pening kepala. Sekolah mana ada anggaran buat pelatihan? Semua disuruh jalan sendiri.
Dan hei, orang tua juga harus sadar. Pendidikan bukan cuma urusan guru. Kata Ki Hajar Dewantara, pendidikan itu segitiga: sekolah, masyarakat, dan keluarga. Tapi apa yang sering terjadi? Orang tua cuma tahu menyalahkan. "Kok anak saya gak bisa matematika?" atau "Kenapa anak saya nakal?" Padahal, mereka lupa ikut andil dalam pendidikan anak.
Hari Guru ini harusnya jadi refleksi buat semua pihak. Jangan ada diskriminasi. Anggap semua guru sama, entah itu honorer, PPPK, atau PNS. Orang tua, jangan cuma nitip anak ke sekolah. Guru, tetaplah semangat meski kadang realitas ini pahit.
ADVERTISEMENT
Kalau tidak ada perubahan nyata, Hari Guru cuma jadi ritual tahunan. Penuh ucapan, kosong tindakan. Dan bagi guru honorer di pelosok sana, Hari Guru mungkin hanya pengingat: bahwa mereka tetap pahlawan, tapi tanpa penghargaan yang sepadan.
Hari Guru harusnya jadi waktu untuk merenung, bukan cuma ucapan. Jika hari ini kita merayakan, besok jangan lupa kenyataan. Pemerintah harus memperbaiki nasib guru honorer dengan memberi mereka kesejahteraan yang layak. Kalau guru-gurunya hidup dalam ketidakpastian, bagaimana pendidikan bisa maju? Gaji pas-pasan dan kontrak tidak jelas, ini masalah serius yang perlu diselesaikan.
Guru juga butuh ruang untuk berkembang. Tanpa pelatihan yang memadai, mereka sulit mengajar secara maksimal. Pemerintah dan lembaga pendidikan harus lebih mendukung guru, memberikan mereka kesempatan pelatihan. Ini lebih berarti daripada sekadar potong tumpeng. Kualitas pendidikan bergantung pada kualitas pengajarnya.
ADVERTISEMENT
Namun, perubahan tidak hanya tanggung jawab pemerintah. Masyarakat dan orang tua juga harus peduli. Jika anak tidak mencapai target akademik, orang tua tidak bisa cuma menyalahkan guru. Kita semua harus mendukung guru, tidak hanya dengan ucapan, tapi juga dengan tindakan nyata.