Konten dari Pengguna

Caleg Milenial Kok Gaya Kolonial?

Agus Jebe
Ketua Fraksi milenial, Lulusan Bimbingan Konseling Islam UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten.
20 Desember 2023 5:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Jebe tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
com-Ilustrasi anak muda yang melakukan perubahan sekitar.  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi anak muda yang melakukan perubahan sekitar. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pemilihan umum (Pemilu) 2024 akan menjadi momen penting bagi Indonesia. Pemilu ini akan menjadi pemilu pertama di mana generasi milenial dan generasi Z (gen-z) menjadi pemilih dominan. Generasi milenial dan gen-z adalah generasi yang tumbuh dan berkembang di era globalisasi dan digitalisasi. Mereka memiliki gaya hidup dan pemikiran yang berbeda dengan generasi sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu perbedaan yang paling mencolok antara generasi milenial dan gen-z dengan generasi sebelumnya adalah gaya kepemimpinan. Generasi milenial dan gen-z lebih menyukai pemimpin yang demokratis, transparan, dan inklusif. Mereka juga lebih menyukai pemimpin yang memiliki visi dan misi yang jelas, serta mampu menyelesaikan masalah secara kreatif dan inovatif.
Namun, sayangnya, masih banyak calon anggota legislatif (caleg) milenial yang menggunakan gaya kampanye yang kolonial –gaya kampanye generasi boomers atau sepuh. Gaya kampanye kolonial adalah gaya kampanye yang menggunakan pendekatan top-down, di mana caleg berperan sebagai pemimpin yang harus diikuti oleh masyarakat. Gaya kampanye ini biasanya menggunakan pendekatan birokratis, di mana caleg lebih menekankan pada program kerja dan janji-janji politiknya.
Gaya kampanye kolonial ini tidak cocok dengan gaya kepemimpinan yang diinginkan oleh generasi milenial dan gen-z. Gaya kampanye ini akan membuat caleg milenial terlihat tidak demokratis, tidak transparan, dan tidak inklusif. Selain itu, gaya kampanye ini juga akan membuat caleg milenial terlihat tidak memiliki visi dan misi yang jelas, serta tidak mampu menyelesaikan masalah secara kreatif dan inovatif.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, bentuk kampanye yang ditampilkan oleh caleg milenial juga cenderung tidak ada bedanya dengan caleg kolonial. Pasang baliho gede, bikin turnamen pingpong, kumpul sama emak-emak majlis ta’lim merupakan bentuk kampanye gaya lama yang saat ini justru dilakukan juga oleh caleg milenial. Perbedaan mereka dengan caleg lama hanya pasang iklan berbayar di media sosial, itu saja. Sejauh ini belum terlihat kampanye unik dan kreatif yang menjadi ciri khas dari generasi ini.
Slogan anak muda, milenial, gen-z seolah hanya jadi tulisan di spanduk tapi tidak sejalan dengan semangat anak muda yang kreatif dan inovatif. Apabila dilihat di sepanjang jalan, seluruh spanduk menampilkan desain atau gaya yang sama, termasuk caleg-caleg milenial. Hal tersebut justru membuat saya khawatir, apabila terpilih di parlemen gaya mereka juga tidak jauh beda dengan anggota legislatif lama.
ADVERTISEMENT
Gaya kampanye lama, seperti pemasangan baliho, idealnya dihindari oleh caleg-caleg milenial. Selain mengganggu pemandangan, pemasangan baliho di sembarang tempat juga merusak lingkungan. Tak hanya itu, baliho bekas kampanye pada akhirnya hanya menjadi sampah yang sulit terurai. Hal tersebut tentu berbeda dengan semangat gen-z yang concern terhadap kelestarian lingkungan.
Caleg milenial idealnya melakukan kampanye sesuai dengan gaya generasinya. Seperti dikatakan sebelumnya, milenial dan gen-z merupakan generasi yang dekat dengan internet dan teknologi. Media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan gen-z, kampanye di media tersebut justru lebih efektif dan efisien untuk mendulang suara dari generasi muda, seperti kita ketahui Bersama saat ini milenial dan gen-z menjadi pemilih mayoritas di Pemilu 2024.

Kampanye Digital

Kampanye digital adalah gaya kampanye yang paling efektif untuk menjangkau Gen-z. Kampanye digital dapat dilakukan melalui media sosial, website, dan aplikasi mobile. Caleg dapat menggunakan media sosial untuk menyampaikan visi misi, program kerja, dan hasil kerja mereka. Selain itu, caleg juga dapat menggunakan media sosial untuk berinteraksi dengan pemilih muda.
ADVERTISEMENT

Kampanye Kreatif

Gen-z menyukai konten yang kreatif dan menarik. Oleh karena itu, caleg dapat menggunakan kampanye kreatif untuk menarik perhatian Gen-z. Kampanye kreatif dapat berupa video, meme, atau konten-konten yang viral di media sosial.

Kampanye Relevan

Gen-z adalah generasi yang peduli dengan isu-isu sosial, seperti lingkungan, pendidikan, dan kesehatan. Oleh karena itu, caleg dapat menggunakan kampanye yang relevan dengan isu-isu tersebut. Kampanye yang relevan akan menunjukkan kepada Gen-z bahwa caleg tersebut peduli dengan mereka.
Selain gaya kampanye, caleg milenial juga harus memerhatikan kalimat atau diksi yang digunakan dalam kampanye.

Pesan yang Jelas (Straight to The Point)

Pesan kampanye harus jelas dan mudah dipahami oleh Gen-z. Caleg harus menyampaikan visi misi, program kerja, dan hasil kerja mereka dengan cara yang mudah dimengerti oleh Gen-z.
ADVERTISEMENT

Bahasa yang Gaul

Gen-z menggunakan bahasa gaul dalam kesehariannya. Oleh karena itu, caleg dapat menggunakan bahasa gaul dalam kampanyenya agar lebih menarik perhatian Gen-z.

Interaksi dengan Pemilih

Gen-z menyukai interaksi. Oleh karena itu, caleg perlu berinteraksi dengan pemilih muda, baik secara online maupun offline. Interaksi dengan pemilih akan menunjukkan kepada Gen-z bahwa caleg tersebut peduli dengan mereka.
Nah, gaya kampanye tersebut merupakan gaya khas dari milenial dan gen-z. Jadi, caleg milenial sudah mulai meninggalkan baliho atau spanduk gede-gede di jalan. Bayangin, kalau saat ini dan seterusnya milenial dan gen-z masih kampanye pake cara lama, berapa banyak baliho di pinggir jalan?, berapa banyak sampah bekas baliho yang numpuk?. Hal-hal yang merusak lingkungan seperti itu, jelas bukan gaya gen-z banget.
ADVERTISEMENT