Konten dari Pengguna

Gen Z Cuma Jadi Jualan ‘Bajingan’ Politik

Agus Jebe
Ketua Fraksi milenial, Lulusan Bimbingan Konseling Islam UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten.
15 Desember 2023 12:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Jebe tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gen z. Foto: Odua Images/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gen z. Foto: Odua Images/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Generasi Z adalah generasi yang lahir pada tahun 1997-2012. Generasi ini merupakan generasi yang paling banyak menggunakan teknologi digital dan memiliki akses informasi yang luas. Hal ini membuat Generasi Z memiliki pandangan yang kritis terhadap berbagai hal, termasuk politik.
ADVERTISEMENT
Namun, di sisi lain, Generasi Z juga sering kali dijadikan sebagai jualan politisi. Politisi sering kali menggunakan Generasi Z untuk menarik simpati dan dukungan pemilih. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kampanye politik yang menggunakan bahasa dan media yang populer di kalangan Generasi Z.
Ada beberapa alasan mengapa Generasi Z sering kali dijadikan sebagai jualan politisi. Pertama, Generasi Z merupakan kelompok pemilih yang potensial. Generasi Z akan menjadi pemilih terbesar dalam pemilu-pemilu mendatang. Kedua, Generasi Z memiliki pandangan cenderung tidak peduli dengan urusan politik. Hal ini membuat Generasi Z lebih mudah dipengaruhi oleh kampanye politik.
Dilansir dari Tempo.com, Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), August Mellaz mengatakan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 didominasi oleh milenial dan Generasi Z, yakni sebanyak 56 persen. Dari data tersebut, tentu dapat disimpulkan bahwa Gen-Z (Penyebutan pendek dari Generasi Z) dan milenial menjadi target suara yang cukup banyak bagi politisi. Tak hanya itu, milenial dan Gen-Z juga cenderung antipati terhadap politik, sebagian besar dari mereka menilai politik sesuatu yang berat untuk dipahami dan sesuatu yang ‘kotor’.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut tentu didasari oleh banyaknya politisi yang menjadi tersangka korupsi dan banyaknya drama yang terjadi di antara para politisi. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Indonesia (UI), Ani Widyani Soecipto mengatakan penyebab Gen-Z dan milenial malas berpolitik karena mereka menganggap politik sesuatu yang pelik dan tidak fun.
Selain itu, kata Ani, pengetahuan politik yang minim juga menjadi penyebab mereka acuh terhadap politik. Pada tahun 2023, hasil survei Plan International Indonesia menyatakan penyebab generasi muda apatis terhadap politik karena mereka sering dianggap sebelah mata oleh generasi yang lebih tua dan bagi mereka politik saat ini cenderung hanya membicarakan soal koalisi bukan persoalan-persoalan yang sedang dihadapi bangsa.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, para politisi yang sering ‘menjual’ Gen-Z dan Milenial cenderung tidak peka terhadap isu yang dihadapi oleh generasi muda. Masalah pekerjaan dan kekerasan seksual hingga saat ini, mereka anggap, belum menjadi obrolan serius para politisi.
Saat ini, pada masa kampanye Pemilu dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, para politisi kerap kali ‘menjual’ gimmick dekat dengan generasi muda. Spanduk mereka yang menggambarkan seolah dekat dengan anak muda terpampang di mana-mana.
Di media sosial, video-video politisi sepuh yang berlagak muda bersliweran di FYP–timeline social media—dan menurut saya sangat cringe dan tidak lucu. Para politisi itu–yang kemudian saya sebut ‘bajingan’ politik—hanya berlagak dan berakting seolah paling akrab dengan anak muda tapi tidak paham apa masalah yang dihadapi generasi muda.
ADVERTISEMENT
Saya paham, hal tersebut dilakukan untuk menarik perhatian Gen-Z dan milenial, namun yang kami butuhkan tidak hanya itu. Kami juga butuh gagasan dan ide yang dibawa oleh politisi tersebut, apakah relevan dengan keresahan anak muda? Apakah ada gagasan yang dibawa berdasarkan aspirasi dari gen-Z dan milenial?
Gimmick nonton anime, saling slepet sarung, joget-joget, gemoy, lari-lari pagi dan sebagainya bagi saya itu hanya jualan-jualan yang dilakukan oleh ’bajingan’ politik. Dari semua gimmick, apakah Gen-Z memperhatikan? Iya, tapi apakah Gen-Z suka? Yah belum tentu.
Berkaca pada pemilu sebelumnya, banyak sekali ‘bajingan’ politik yang menjadikan generasi muda hanya sebagai komoditas suara. Namun, saat mereka terpilih hanya sedikit kebijakan dan regulasi yang berpihak pada Gen-Z dan milenial, baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah.
ADVERTISEMENT
Angka kekerasan seksual yang cukup tinggi, jumlah pengangguran yang banyak, dan minimnya kesempatan generasi muda berkreasi seolah tidak dijadikan isu prioritas oleh politisi tersebut, padahal saat kampanye suara kami dijadikan suara prioritas.
Harapan kami sebagai Gen-Z dan Milenial, para politisi baik di legislatif maupun eksekutif, tidak hanya menampilkan gimmick, akan tetapi ada gagasan yang sesuai dengan keresahan kami. Tak hanya itu, kami juga membutuhkan komitmen dari politisi untuk mengawal isi atau masalah yang saat ini kami hadapi.
Kami sudah muak hanya dijadikan komoditas politik. Para anggota DPR baik di tingkat nasional maupun daerah, yang notabene berasal dari anak muda, bagi kami hanya menjadi penghangat kursi parlemen, tidak mampu berbuat banyak untuk generasi kami.
ADVERTISEMENT