Cara Melestarikan Budaya Karawitan

Agus Setiawan
Agus Setiawan, berkarya di humas STKIP PGRI Ponorogo. Menulis esai, opini, dan artikel di media cetak dan elektronik. Tergabung dalam komunitas literasi Sutejo Spectrum Center (SSC) dan tim penggerak di Sekolah Literasi Gratis (SLG).
Konten dari Pengguna
19 Februari 2022 14:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok, Mahasiswa KKNT desa Banaran
zoom-in-whitePerbesar
Dok, Mahasiswa KKNT desa Banaran
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bertempat di rumah Sarto, Kepala Dusun Krajan, Banaran, Pulung, Ponorogo sekelompok ibu-ibu dan bapak-bapak sedang memukul-mukul alat musik Jawa Gamelan. Sekitar 30 pasang mata fokus pada musik karawitan di hadapan masing-masing. Mereka sedang berlatih kesenian karawitan.
ADVERTISEMENT
Tepat matahari baru saja matahari lengser ke arah barat, sekitar pukul 13.00, tabuhan karawitan bertalu-talu. Para penabuh bersemangat lantaran semenjak pandemi latihan diberhentikan sementara guna mengurangi kerumunan. Alhasil, kelompok karawitan kali itu penanda lahirnya kembali.
“Sudah lama tidak latihan kaku semua ini,” keluh Lilik, Ketua Karawitan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Banaran, Kamis (17/2).
Melalui berlatih gamelan, Lilik dan sekelompok pengrawit lainnya beranggapan cara inilah yang dapat dilakukan untuk melestarikan kebudayaan. Pada kesempatan yang sama, tidak melupa mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Terpadu (KKNT) STKIP PGRI Ponorogo turut meramaikan suasana latihan. Kali itu, Fanda Rizma Rochmatun Nikmah, bergabung pada penyanyi, alias sinden.
“Pertama kali. Seru menjadi sinden. Siapa tahu sepulang KKNT bisa mendadak jadi sinden betulan,” guraunya saat ditemui.
ADVERTISEMENT
Semua pengrawit mendadak semangat. Mahasiswa yang tidak mendapat kebagian menabuh tanpa komanda menimbrung di antara pengrawit. Rasa penasaran membuat mereka ingin melihat cara bermain, cara memukul berbagai alat musick karawitan. Bahkan, beberapa masyarakat sekitar berdatangan menyaksikan kelahiran tim pengrawit yang mulanya libur. Alhasil, rumah Satro ramai bak menggelar pementasan.
“Masyarakat, tiba-tiba berdatangan begitu saja. Mereka berjajar di pinggiran pengrawit. Rupanya, mereka juga rindu suara karawitan ditabuh,” cerita Fanda.
Latihan karawitan, juga dihadiri Misman, Ketua Karawitan Bapak-Bapak, sekaligus Ketua Dusun Tangkil. Pihaknya merasa senang karena kesenian budaya karawitan kembali tergelar. Misman berharap setelah hari ini aka nada hari-hari lain untuk berlatih.
“Kami akan jadwalkan ulang. Dulu dalam seminggu sampai tiga kali latihan. Ibu-ibu terlelu semangat,” ungkapnya senang.
ADVERTISEMENT
Setelah menyanyikan delapan lagu atau tembang Jawa, para pengrawit menuntaskan latihan. Mereka diskusiku sebentar dan mengagendakan latihan hari Sabtu lusa. Tujuannya, supaya tangan penabuh terbiasa sehingga tidak merasa kaku saat bermain.
Pewarta/ Pitriyas Rahayu Editor/ Suci Ayu Latifah