Makam Sejarah, Sisi Lain Desa Karangpatihan

Agus Setiawan
Agus Setiawan, berkarya di humas STKIP PGRI Ponorogo. Menulis esai, opini, dan artikel di media cetak dan elektronik. Tergabung dalam komunitas literasi Sutejo Spectrum Center (SSC) dan tim penggerak di Sekolah Literasi Gratis (SLG).
Konten dari Pengguna
16 Februari 2022 15:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok, Mahasiswa KKNT desa Karangpatihan, Pulung, Ponorogo.
zoom-in-whitePerbesar
Dok, Mahasiswa KKNT desa Karangpatihan, Pulung, Ponorogo.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jalan berlubang dan berlumpur sepanjang Dusun Selodono tidak menyurutkan langkah ketiga belas mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Terpadu (KKNT) STKIP PGRI Ponorogo dalam kegiatan spiritual ziarah makam. Ditemani oleh Ladi, pemilik rumah posko KKNT Kelompok 5 Karangpatihan, jalan menantang menuju makan dilewati, Minggu, (13/02/2022). Di sepanjang jalan itu pula, diapit pepohonan jati dan persawahan.
ADVERTISEMENT
Mulyana, salah seorang yang dipercaya sebagai juru kunci, setibanya di sana mengantarkan menuju makam. Sembari melangkah, lelaki paruh baya itu bercerita tentang sejarah makam yang dahulunya tempat petilasan. Sebuah lokasi pertapaan orang-orang sakti. Keberadaan Mulyana di tempat makan bersejarah ini, selain juru kunci juga dipercaya merawat makam.
Sejarah, bermula kerajaan Kraton Solo pada zaman Hamengkubuwono II terjadi pertempuran antara saudara-saudaranya, sehingga Among Rogo memutuskan untuk bertapa. Namun, entah bagaimana ceritanya justru meninggal, dan disemayamkan di tempat itu pula.
“Among Rogo adalah tokoh bersejarah yang pernah memperjuangkan Desa Karangpatihan,” cerita Ladi, Kepala Dusun Selodono”
Dok, Mahasiswa KKNT
Karena diyakini sebagai makam sejarah, terjadi pemugaran makam di tahun 2021. Makam yang dulunya belum beratap dengan tatanan bata sederhana, kini sudah direnovasi menjadi bangunan tertutup. Hal itu dilakukan supaya peziarah tidak lagi kehujanan saat musim penghujan. Peziarah pula, lebih nyaman saat berada di makan Aulia ‘Syekh Among Rogo.
ADVERTISEMENT
Riska Nur Antika, baru pertama kali ziarah makam. Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia itu merasa mendapat pengalaman dan pengetahuan sejarah. Hal serupa, juga dirasakan Zulfa Khoirun Ni’mah, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pihaknya merasa senang dapat berkunjung ke tempat makan Among Raga secara langsung.
“Kemarin dapat ceritanya, kini bisa berdiri langsung (makan Aulia ‘Syekh Among Rogo,” tambahnya.
Pewarta/ Yeli Eka Wati Editor/ Sri Wahyuni