Selawat Anjangsana Sebagai Refleksi Jiwa

Agus Setiawan
Agus Setiawan, berkarya di humas STKIP PGRI Ponorogo. Menulis esai, opini, dan artikel di media cetak dan elektronik. Tergabung dalam komunitas literasi Sutejo Spectrum Center (SSC) dan tim penggerak di Sekolah Literasi Gratis (SLG).
Konten dari Pengguna
31 Januari 2022 14:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
dok, mahasiswa KKNT desa Singgahan
zoom-in-whitePerbesar
dok, mahasiswa KKNT desa Singgahan
ADVERTISEMENT
Ponorogo – Sabtu (29/01) gema selawat mengiringi titik-titik air hujan yang jatuh di Desa Singgahan. Satu per satu ibu-ibu PKK berdatangan seraya memegang payung. Zulfa, seorang gadis yang baru lulus SMA mendapat sambutan meriah ketika memasuki rumah. Masyarakat tampak gembira karena vokalis telah datang. Selepas Isya acara dimulai, semua khidmat dalam suasana.
ADVERTISEMENT
Dipimpin oleh Tika, salah watu warga Dukuh Mojo. Tahlil dilantunkan dengan khusyuk. Perempuan itu begitu mendalami setiap lafadz yang diucapkan. Jamaah menirukan dengan serempak.
“Ini merupakan kegiatan yang dilakukan dua minggu sekali, sekadar berkumpul untuk arisan dan selawatan bersama,” ungkap Tika yang merupakan alumni salah satu perguruan tinggi di Ponorogo.
Menariknya, mahasiswa KKNT yang berada di Desa Singgahan turut memberikan kontribusinya saat berbaur dalam masyarakat. Alfiyatu Rochmaniyah, salah satu peserta KKNT mendapat kesempatan menjadi vokalis. Pihaknya sempat khawatir dalam menyelaraskan nada.
“Biasanya hadrah di tempat kami memiliki variasi kompang, tetapi kalau di sini pukulan kompangnya hampir serupa. Hanya diganti nadanya saja,” tutur perempuan yang kerap disapa Fifi.
Hadrah Anjangsana merupakan kegiatan kunjungan hadrah antara tempat satu dan tempat yang lain merupakan budaya dalam aspek religius yang masih berkembang di masyarakat Desa Singgahan, terkhusus di Dukuh Mojo. Pasalnya, perkumpulan ibu-ibu PKK juga para remaja menjadikan kekuatan ukhuwah semakin terjalin.
ADVERTISEMENT
Nyamiati selaku tuan rumah menyambut ramah seluruh jamaah dan mahasiswa KKNT yang baru bergabung. Perempuan itu berharap agar kegiatan selawat anjangsana terus berjalan dengan baik.
Zulfa yang menjadi vokalis andalan Dukuh Mojo kemudian melantunkan syi’ir jawa yang berjudul Sing Keri Cokot Boyo, Tiket Suargo, dan Dosa Ora Krasa. Apabila dilihat lebih dalam, syi’ir itu tidak sekadar dilantunkan, tetapi menyimpan makna terdalam. Misalnya, syi’ir Sing Keri Cokot Boyo, menceritakan tentang kehidupan di zaman nabi, kebiasaan mengaji, dan menuntut ilmu. Sementara, syi’ir Tiket Suargo, menceritakan tentang orang-orang yang lebih suka bermaksiat daripada mencari pahala. Hampir serupa dengan syi’ir Dosa Ora Krasa yang menceritakan tentang dosa kecil yang tidak terasa, seperti menggunjingkan orang lain.
ADVERTISEMENT
Ketiga syi’ir tersebut merupakan representasi dari masyarakat di zaman sekarang ini. Karenanya, sholawat ini dilakukan sekaligus sebagai pengingat bagi diri masing-masing. Shalawat anjangsana yang mendapat perhatian masyarakat adalah sebuah upaya untuk membumikan kalam Allah.
“Alhamdulillah, kami diterima baik di masyarakat. Kami di sini masih belajar,” ungkap Etika, peserta KKNT yang antusias memainkan alat hadrah.
Sementara itu, Eva selaku guru mengaji salah satu masjid di Dukuh Mojo juga berharap peserta KKNT agar terus aktif mengikuti kegiatan masyarakat yang banyak jenisnya. “Masyarakat Desa Singgahan menjaga silahturahmi melalui berbagai kegiatan. Kegiatan inilah yang mendamaikan jiwa kami,” pungkasnya.
Pewarta/ Yeni Kartikasari
Editor/ Sri Wahyuni