Konten dari Pengguna

Perilaku Arogan yang Berujung Permintaan Maaf

Agus Siswanto
Guru Sejarah SMAN 5 Magelang.
27 Mei 2022 10:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Siswanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Keributan antara sopir Pajero dan Yaris di depan GT Tomang beberapa waktu yang lalu. (sumber gambar: instagram/@ahmadsahroni88 via kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Keributan antara sopir Pajero dan Yaris di depan GT Tomang beberapa waktu yang lalu. (sumber gambar: instagram/@ahmadsahroni88 via kumparan)
ADVERTISEMENT
Belum hilang dari ingatan kita saat seorang pengemudi Pajero melakukan aksi tidak pantas di pintu tol, eh di Palembang terjadi lagi peristiwa itu. Bedanya hanya pada pelakunya. Jika di pintu tol pelaku adalah pengemudi Pajero, di Palembang pelakunya adalah pengendara sepeda motor.
ADVERTISEMENT
Kesamaan dari dua peristiwa itu adalah perilaku arogan mereka. Karena alasan tertentu, mereka melakukan penganiayaan pada pihak lain. Tanpa memandang siapa yang salah, mulut dan tangan keduanya begitu mudah menghakimi pihak lain. Dan ujung-ujungnya berakhir dengan permintaan maaf. Sebuah kisah yang antiklimaks.
Memang yang namanya meminta maaf itu adalah sebuah perbuatan yang sangat berat, persis judul lagu band lama Chichago, It’ s Hard to Say I’ m Sorry. Mereka yang masuk golongan usia berkepala empat, pasti akrab dengan lagu ini. Lagu yang menggambarkan betapa butuh perjuangan lebih untuk menyampaikan kata maaf ini. Dalam agama pun hal ini diajarkan.
Nah, pada 2 peristiwa tersebut di atas dan puluhan peristiwa sejenis apakah dapat diindikasikan bahwa mereka ini adalah orang-orang yang berhati besar. Orang yang dengan secara gentle mau mengakui kesalahannya, sekaligus melakukan permintaan maaf pada korban. Jawabannya tentu saja tidak semudah itu.
ADVERTISEMENT
Diakui atau tidak tindakan mereka meminta maaf disebabkan tekanan yang mereka alami baik secara fisik atau pun psikis atas perbuatan yang telah dilakukannya. Tahu sendiri di zaman yang sudah demikian maju, begitu mudah seseorang mengabadikan baik melalui gambar atau pun video atas sebuah kejadian. Dan tindakan perekaman itu terkadang tidak disadari oleh si pelaku.
Ketika gambar atau video itu viral di media sosial, barulah si pelaku menyadari apa yang mereka lakukan. Beberapa di antara mereka mulai mendapatkan berbagai respons negatif dari para netizen yang membuat aktivitas mereka terganggu. Termasuk pada pengemudi Pajero yang mengaku mengalami doxing setelah perbuatannya viral di berbagai media.
Jika permintaan maaf mereka lantaran karena viral ini, maka dapat dipastikan bahwa apa yang mereka lakukan tidak tulus. Langkah mediasi yang mereka lakukan setelah laporan itu masuk ke kepolisian, bukan tidak mungkin hanya sebagai langkah menghindari proses peradilan sekaligus membersihkan nama baik mereka. Sikap berdamai yang mereka tunjukkan, boleh jadi palsu. Karena apa pun perdamaian yang terjadi, kejadian itu telah terjadi.
ADVERTISEMENT
Gambaran semacam ini menunjukkan bahwa betapa tipisnya batas kesabaran yang sekarang ada. Termasuk betapa pendek juga nalar yang ada pada mereka. Saat emosi mereka memuncak, mereka tidak berpikir bahwa apa yang mereka lakukan, dapat saja diketahui oleh orang lain dan menyebar dengan begitu cepat.
Orang boleh saja menyalahkan tekanan yang saat itu tengah mereka hadapi dalam pekerjaan atau yang lainnya. Sehingga saat ada sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman, tanpa berpikir panjang mereka lakukan tindakan yang tidak pantas itu. Namun jika dikembalikan pada kemampuan pengendalian diri, seharusnya hal itu tidak akan terjadi. Sebab bagaimanapun juga sebuah perbuatan akan mendatangkan akibat pada sisi lain.
Demikian pula dengan tindakan meminta maaf tanpa didasari dengan ketulusan. Tindakan ini bukan tidak mungkin akan mereka lakukan lagi pada kesempatan lain. Sebab hanya dengan meminta maaf, ternyata persoalan serumit apa pun selesai. Tidak ada efek jera yang muncul pada diri mereka.
ADVERTISEMENT
Lembah Tidar, 27 Mei 2022