Konten dari Pengguna

Tirulah para Pemain Singapura Bermain Bola

Agus Siswanto
Guru Sejarah SMAN 5 Magelang.
26 Desember 2021 8:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
Tulisan dari Agus Siswanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Laga Indonesia - Singapura berakhir dengan dramatis, skor 4 - 2 mengantar Indonesia ke babak final AFF 2020. (Dok. PSSI)
zoom-in-whitePerbesar
Laga Indonesia - Singapura berakhir dengan dramatis, skor 4 - 2 mengantar Indonesia ke babak final AFF 2020. (Dok. PSSI)
ADVERTISEMENT
Laga semifinal AFF 2020 antara Indonesia–Singapura berakhir tadi malam. Siapa pun tahu bahwa Indonesia tampil sebagai pemenang. Lesakan 4 gol ke gawang Singapura menjadi jalan Indonesia menjejak babak final AFF ke-6 kalinya. Sedangkan bagi Singapura justru sebaliknya. Kekalahan ini mengubur Singapura untuk mengoleksi gelar keenam di turnamen AFF.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan Indonesia menjejak babak final tidak dicapai dengan begitu mudah. Indonesia mengalami kesulitan yang luar biasa saat harus mengalahkan 8 orang pemain Singapura. Bahkan Indonesia sempat harus mengubur impian finalnya saat mendapat tendangan penalti di injury time babak kedua. Untunglah Nadeo Argawinata mampu menepis tendangan itu.
Namun, meskipun Indonesia mampu menjejakkan kaki di babak final, justru Singapura banyak memberikan pelajaran berharga bagi Indonesia. Kemampuan mereka hanya dengan materi 9 orang (sebelum kiper Hassan Sunny dikartu merah), terbukti mampu merepotkan Indonesia. Bahkan beberapa kali serangan mereka membuat detak jantung para pendukung Indonesia berdetak lebih cepat.
Kemampuan semacam inilah yang harus kita puji dari Singapura. Kekurangan jumlah pemain mereka atasi dengan cara cerdas. Umpan-umpan panjang dengan melakukan serangan balik dipadu dengan efektivitas dalam memanfaatkan bola-bola mati, mampu menjadi senjata yang mematikan. Beberapa kali para pemain Indonesia harus mati-matian menghalau serangan Singapura, bahkan salah satu di antaranya berujung pada tendangan penalti, yang untung dapat dimentahkan oleh Nadeo Argawinata.
ADVERTISEMENT
Singapura bermain dengan cerdas. Sebaliknya justru Indonesia bermain dengan modal ngotot. Bombardir serangan Indonesia seharusnya tidak membuat laga harus sampai dengan tambahan waktu atau extra time. Sembilan puluh menit waktu yang ada, cukup untuk menuntaskan laga ini. Sehingga stamina pemain Indonesia untuk menghadapi babak final tidak terkuras habis.
Tapi inilah sepak bola Indonesia. Penyakit lama para pemain Indonesia selalu muncul. Salah satu di antaranya adalah kesulitan dalam mengantisipasi bola-bola mati. Dua gol Singapura ke gawang Nadeo, merupakan hasil dari bola mati. Sepakan para pemain Singapura gagal diantisipasi dengan baik oleh para pemain kita.
Sisi kedua yang juga merupakan penyakit lama adalah berbagai pelanggaran yang dilakukan pemain kita. Banyak pelanggaran yang justru terjadi di area pertahanan kita. Seperti gol indah kedua Singapura. Gol itu muncul buah dari pelanggaran Dewangga di daerah pertahanan. Bagi tim yang mengalami kekurangan jumlah pemain, bola-bola mati dapat menjadi senjata yang mematikan. Dan hal itu dilakukan oleh Singapura.
ADVERTISEMENT
Hal-hal semacam ini tentu saja menjadi bahan pemikiran bagi coach Shin Tae-yong. Instruksi untuk meminimalisir pelanggaran, tampaknya harus ditekankan. Terutama pelanggaran di zona-zona berbahaya. Karena justru di sinilah kelemahan para pemain Indonesia. Dan parahnya, musuh-musuh kita sudah hafal dengan kelemahan ini. Maka tidak heran mereka sering memprovokasi para pemain Indonesia untuk melakukan pelanggaran. Di mana pelanggaran tersebut dapat berujung tendangan bebas atau bisa juga keluarnya kartu bagi para pemain Indonesia.
Lembah Tidar, 26 Desember 2021