Cerita Menteri Tjahjo, Patahkan Rekor Sang Ayah

Konten dari Pengguna
16 Agustus 2017 23:02 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rakeyan Palasara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Dalam Negeri saat ini, Tjahjo Kumolo menurut saya agak beda. Ya, selama saya liputan di Kementerian Dalam Negeri, perbedaan itu terasa. Bukannya mau membandingkan, tapi bagi saya Pak Tjahjo, beda saja dengan Menteri Dalam Negeri sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Perbedaan yang mencolok adalah soal gaya dia berkomunikasi dengan para wartawan yang biasa meliput di Kemendagri, begitu biasa Kementerian Dalam Negeri disingkat. Pak Tjahjo itu, gampang dihubungi. Bahkan tanpa diminta pun, kerap mengirim pesan, entah itu agenda kerja yang akan dikerjakannya atau pun tanggapan dan komentar dia atas isu aktual yang sedang hot. Tentunya isu yang terkait dengan tugasnya sebagai Mendagri.
Bahkan, agar terus tersambung dengan para wartawan, Pak Tjahjo sampai mau dimasukan jadi anggota grup wartawan Kemendagri yang dibuat di WhatsApp. Via aplikasi kirim pesan itu, seluruh wartawan anggota grup berinteraksi intens dengan Pak Tjahjo. Interaksi yang bahkan tak kenal waktu. Karena kerapkali Pak Tjahjo mau saja diajak ngobrol via grup WA malam-malam. Bahkan pernah saling kirim pesan saat dini hari.
ADVERTISEMENT
Salah satu obrolan yang paling saya ingat, adalah saat menjelang lebaran. Ketika itu, Pak Tjahjo banyak berkisah tentang sepenggal perjalanan hidupnya, hingga sekarang jadi Mendagri. Salah satunya, Pak Tjahjo bercerita tentang hobinya masak sendiri saat di rumah.
" Hobi saya di rumah kalau mau makan dirumah masak sendiri. Kalau malam atau sahur saat puasa, tinggal manasin masakan dan goreng-gorengan telor atau ikan," kata Pak Tjahjo, via WhatsApp.
Kisah lainnya yang dibagikan tentang kebiasaanya menyetrika pakaiannya sendiri. Dan itu, masih dilakukannya hingga sekarang. Bayangkan, seorang menteri masih mau menyetrika bajunya sendiri. Padahal, sebagai seorang pejabat penting di republik ini, tentu banyak fasilitas yang diberikan negara untuknya. Misalnya, disediakan pembantu di rumah dinasnya.
ADVERTISEMENT
"Khusus baju yang akan saya pakai, tidak enak rasanya kalau tidak diseterika, apalagi acara khusus atau penting. Pembantu kadang asal seterika. Nah kalau Pak Soepardjo Rustam mantan Mendagri sejak jadi Gubernur Jawa Tengah hobinya semir sepatu sendiri sebelum berangkat kantor," tutur Tjahjo.
Seperti diketahui Tjahjo sendiri punya kedekatan khusus dengan almarhum Soepardjo Rustam. Bahkan sudah menganggap Soepardjo seperti ayahnya sendiri. Cerita menarik lainnya yang dituturkan Tjahjo, terkait sosok ayah dan ibunya.
Kata Tjahjo, darah politisi yang mengalir di dirinya, diturunkan oleh kedua orang tuanya. Sama seperti dirinya, ayahnya Bambang Seobandiono, pernah jadi anggota DPR. Pun, ibunya sempat tercatat sebagai anggota parlemen.
" Keduanya juga pernah jadi DPR. Ayah anggota DPR sejak DPR-GR. Dia jadi anggota dewan 5 periode," kata Tjahjo.
ADVERTISEMENT
Sementara ibunya, Toeti Slemoon, pernah satu periode jadi anggota DPR. Sebelum jadi anggota DPR pusat, ibunya pernah juga jadi anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah. Kata dia, ibunya juga aktif berorganisasi. Pernah jadi Ketua Umum Presidium Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari) Pusat. Jejak ayah dan ibunya kemudian diikuti olehnya. Bahkan pencapaian Tjahjo di dunia politik 'mengalahkan' kedua orangtuanya.
" Saya anaknya, Tjahjo Kumolo melewati rekor pengabdian ayah saya. Saya jadi anggota DPR 6 periode he he he. Yang bisa dikatakan saya memecahkan rekor Muri ha ha ha," kata Tjahjo.
Mengenai ibunya, Tjahjo juga sempat menceritakan sekelumit jejaknya. Kata dia, ibunya di Perwari, merangkak dari bawah, sebelum akhirnya jadi ketua umum organisasi tersebut. Ibunya, pernah menjadi Ketua Perwari Kota Semarang. Kemudian naik menjadi Sekjen Perwari. Hingga kemudian jadi Ketua Umum Presidium Perwari Pusat. Tjahjo bahkan masih ingat kantor ibunya.
ADVERTISEMENT
" Kantornya di Menteng sebelah gedung Juang. Sama- sama saya berjuangnya. Saya pernah jadi pengurus KNPI Kota Semarang. Kemudian Ketua KNPI Jawa Tengah. Sekjen KNPI, Ketua Umum KNPI, Ketua PPM Pusat dan jadi anggota Dewan Pertimbangan FKPPI Pusat dan Pengurus MKGR Pusat," tuturnya.
Wah, kalau melihat itu, pengalaman berorganisasi Tjahjo cukup seabrek. Bisa dikatakan sudah makan asam garam. Wajar jika kemudian, Tjahjo dikenal sebagai politisi yang sarat pengalaman. Ibarat peribahasa, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Seperti itulah Tjahjo. Ayah dan ibunya aktivis juga politisi, kemudian itu menurun padanya.
" Ibu saya pernah aktif juga di Muhamadiyah,, disamping di organisasi Perwari dan Perwanas," katanya.
Tjahjo sempat aktif di Golkar. Kemudian hijrah ke PDIP. Di partai yang sekarang dipimpin Megawati, Tjahjo sempat mengisi beberapa posisi. Tentang ini, ia bercerita. Kata dia, di PDIP ia mengawali karirnya sebagai Direktur Litbang partai. Kemudian naik lagi menjadi salah satu Ketua DPP. Lantas dipercaya jadi Sekjen partai hasil kongres di Bali.
ADVERTISEMENT
" Saya juga pernah jadi Wakil Sekretaris Fraksi PDIP di DPR. Pernah jadi Wakik Ketua Fraksi dan 7 tahun jadi Ketua Fraksi PDIP. Sekarang diberi amanah jadi Mendagri," ujarnya.
Setelah jadi Mendagri, Tjahjo mengaku tak punya hasrat politik lagi, misalnya jadi Wakil Presiden. Andai pun masih dipercaya, ia ingin di masa pensiun, cukup jadi Duta Besar saja. Jadi Dubes, itu pengabdian terakhir yang diinginkannya.
" Kalau diberi kesempatan diakhir pengabdian saya kalau bisa diberi tugas sebagai Dubes," ujar Tjahjo.
Tjahjo juga sempat mengenang kisahnya ketika menjalani bulan puasa. Ia masih ingat, pernah hampir sebulan menjalani puasa di Mekah beranda ibu dan keluarganya. Ketika itu, anak-anaknya masih kecil. Masih sekolah di Sekolah Dasar.
ADVERTISEMENT
" Sama Ibu saya dan keluarga, anak-anak saya masih kecil-kecil. Masih SD," ujarnya.
Ke Mekah saat itu, kata Tjahjo sekalian umroh. Tjahjo sendiri mengaku sudah naik haji tiga kali, mulai dari ONH biasa sampai naik haji ketika dia dinas jadi pengawas haji dari DPR. Bahkan pernah naik haji dengan status tamu haji Raja Arab Saudi.
" Alhamdulillah sudah haji tiga kali dari ONH biasa, ONH dinas pengawas haji dari DPR dan haji tamu Raja Saudia Arabia bersama Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua Komisi Haji Pak Karding dari PKB dan Menseskab waktu itu Pak Dipo Alam," urainya.
Kisah lainnya yang dibagikan terkait dengan tempat tinggalnya di Jakarta. Ia sudah lama tinggal di Jakarta. Tinggal di Jakarta, sejak tahun 1985. Tempat tinggal pertamanya adalah rumah dinas anggota DPR di Kalibata. Sebagai anggota DPR, ia berhak tinggal di rumah dinas. Akhirnya, setelah sekian lama, dia bisa beli tanah yang kemudian ia bangun rumah dengan bertahap.
ADVERTISEMENT
" Beli tanah dibangun pelan- rumah pribadi di Gang Potlot II No 4 Duren Tiga, sejalan dengan rumah group Slank," ujarnya.
Tjahjo berkisah, ia pernah pisah dengan keluarga cukup lama, tujuh tahun lamanya. Profesinya sebagai politisi dan anggota dewan, mengharuskan ia banyak di Jakarta. Sementara keluarga ketika itu tinggal di Kabupaten Pati. Istrinya Erni Guntarti yang merupakan seorang dokter bertugas di kabupaten tersebut.
" Saya di Jakarta, istri dan anak di Kabupaten Pati. Tinggal di Puskesmas Kecamatan Gabus Kakaban Pati," ujarnya.
Seminggu sekali ia pulang menengok anak istri di Pati. Jadi bolak balik pergi dari Jakarta ke Pati dan Semarang, jadi menu rutinnya setiap minggu. Ia masih ingat, kalau pulang mudik suka naik kereta api "Senja" jurusan Jakarta -Semarang. Seminggu atau dua minggu sekali, ia pasti menyempatkan diri pulang kampung menengok keluarganya. Bahkan kata Tjahjo, pernah ia tak sempat menunggui proses kelahiran anaknya.
ADVERTISEMENT
" Anak-anak lahir saya pernah tidak bisa menunggui prosesnya," katanya.
Ternyata, selain jadi politisi, pernah aktif di sejumlah organisasi, Tjahjo pernah jadi seorang wartawan. Kata dia, lima tahun ia pernah jadi reporter sebuah koran harian di Jawa Tengah. Bahkan pemilik media itu yang akhirnya membiayai dia saat maju jadi Sekjen sampai Ketua Umum KNPI. Ia juga masih ingat saat menjalani ujian sebagai wartawan di Jakarta.
" Pembimbingnya Ketua PWI almarhum mas Tarman Azzam," ujarnya.