Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Impor Garam Rawan Rente Bisnis Politik
1 Agustus 2017 11:53 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
Tulisan dari Ahaddin Arhamda Sibarani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah menunjuk PT. Garam untuk mengimpor 75.000 Ton Garam dari Australia. Hal ini terkesan dipaksakam dan rawan ditunggangi rente bisnis politik yang berujung korupsi.
ADVERTISEMENT
Menyikapi hal tersebut, Peneliti INDEF Nailul Huda berpendapat, “Kelangkaan garam industri ini sebuah pelajaran penting bagi pemerintah untuk selalu membuat kebijakan yang melihat kondisi yang akan datang dan tepat pada akar permasalahan. Kebijakan Impor jangan selalu dijadikan solusi instan dan satu satunya solusi kebijakan pangan”
Kebijakan dengan melihat kondisi yang akan datang maksudnya adalah kejadian ini bisa diprediksi jauh-jauh hari karena garam untuk industri memang belum bisa dipenuhi oleh petani garam lokal. “Jadi pemerintah sudah bisa memprediksi adanya kelangkaan ini dan sudah menyiapkan stok garam industri. Dan juga pemerintah harus membangun infrastruktur produksi dan pemberdayaan petani” lanjut Huda.
Penolakan juga disampaikan oleh Niko Amrullah Wakil Sekjen Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) di Jakarta “Ingat kisah lalu, bahwa Dirut PT.Garam Achmad Boediono menjadi tersangka atas kasus penyelewengan impor garam. Bukan menambah kesejahteraan petambak garam rakyat, namun justru semakin meminggirkan mereka terhadap mekanisme pasar, ungkap Niko Amrullah Wakil Sekjen Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) di Jakarta, Minggu (30/07).
ADVERTISEMENT
Niko menambahkan bahwa semestinya gejolak harga garam ini telah terprediksi jauh-jauh hari, dengan solusi inovasi teknologi dan pendampingan intensif kepada para petambak garam rakyat, bukan dengan mengkambinghitamkan anomali cuaca.
Dilain Hal, Deputi Sekjen FITRA, Apung Widadi menilai. “Pasca kasus Dirut PT. Garam yang segera disidang, maka PT. Garam Perlu diaudit terlebuh dahulu dan dinilai kemampuannya dalam impor 75.000 Ton Garam. Dengan analisis ekonomi, kebutuhan pangan dan nasib nelayan, maka semestinya impor tidak perlu dilakukan. Dan PT Garam pun belum sanggup.”
Jika dipaksakan tanpa kajian dan analisis semua stakeholder maka impor 75.000 ini dikhawatirkan akan menjadi bancakan rente politik bisnis pangan. Menguntungkan kelompokn rente, masyarakat dan petani garam yang dirugikan.
” Visi jangka panjang, anggaran untuk petani garam yang sudah dianggarkan di APBN harus jelas dan dikawal untuk peningkatan produksi garam petani dengan prioritas pembangunan infrastruktur produksi.” Tutup Apung.(AD~)
ADVERTISEMENT