Konten dari Pengguna

Naskah Drama Mega-Mega: Kaum Proletar yang Termarginalkan

Ahdimas Husnun
Mahasiswa, penikmat musik dan pecinta olahraga
11 Desember 2020 5:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahdimas Husnun tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Google.
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Google.
ADVERTISEMENT
Drama merupakan bagian dari karya sastra yang disajikan dalam bentuk pementasan melalui beberapa lakon yang mendapatkan perannya masing-masing. Melalui naskahnya, pementasan drama seringkali menyajikan sebuah cerita yang sangat erat dengan kehidupan sehari-hari. Naskah drama tersebut dapat dikategorikan menjadi naskah drama realis yang menggambarkan bagaimana kehidupan yang terjadi di masyarakat, seperti yang dipaparkan oleh Hasanudin WS (2015: 52) tentang penulis drama realis yang berusaha menggambarkan kenyataan kehidupan subjektif.
ADVERTISEMENT
Berbicara soal naskah drama realis, terdapat banyak sekali naskah drama realis yang lahir dari tangan-tangan dan pikiran imajinatif sastrawan Indonesia seperti yang dihasilkan Arifin C Noer dengan judul Mega-mega. Sebuah naskah yang sering dipentaskan berbagai sanggar teater ini mulanya ditulis pada masa pembangunan negara pada tahun 1968 hingga terbit menjadi sebuah buku pada tahun 1999 oleh Penerbit Pustaka Firdaus.
Arifin C Noer menuangkan pandangannya tehadap keadaan kaum proletar pada masa orde baru yang masih sangat jauh dengan kesejahteraan. Sebuah realitas kehidupan kaum menengah kebawah yang sangat menderita pada tahun 1960-an dituangkan Arifin C Noer melalui tokoh-tokoh yang tergolong orang-orang pinggiran atau jalanan.
Gambaran Proletar Masa Orde Baru
Kondisi Indonesia pada masa itu dapat dikatakan kelam, tragis dan memprihatinkan ditambah perekonomian Negara yang makin terpuruk. Melalui alur cerita yang dibangun, Arifin C Noer menyajikan sebuah gambaran kehidupangelandangan yang hidup di pinggiran Alun-alun Yogyakarta. Kehidupan yang pelik namun penuh harapan ditunjukan oleh beberapa tokoh yang menginginkan kehidupan yang sejahtera.
ADVERTISEMENT
Negara yang tidak bisa menjamin kesejahteraan seluruh rakyatnya yang mengakibatkan orang-orang pinggiran atau menengah kebawah hanya bisa berkhayal untuk mencapai hidup yang sejahtera. Seperti yang dicerminkan melalui tokoh Koyal. Seorang pria muda yang mengejar kesuksesan dengan cara bermain lotre namun selalu kalah, alhasil ia menghayal bahwa dirinya menang lotre dan bisa menggapai semua keinginannya.
Walaupun hanya mengkhayal, kegembiraan koyal mengakibatkan orang pinggiran yang dekat dengan dirinya turut bahagia dan merayakan khayalan yang sedang terjadi. Mereka mengkhayal dapat memiliki apapun dan melakukan apapun yang diinginkan melalui lotre yang didapat.
Cerita Mega-mega merupakan sebuah karya yang mengandung kritik sosial terhadap pemerintah pada masa orde baru yang kian terpuruk. Pemerintah hanya mementingkan diri sendiri, tidak dapat menjamin kesejahteraan kaum menengah kebawah sehingga nasib kaum menengah hanya bisa bermimpi untuk mendapatkan kesejahteraan.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana menurut kalian? Apakah cerita nasib proletar pada naskah Mega-mega ini masih berlaku di pemerintahan sekarang?