Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Budaya Patriarki Juga Merugikan Laki-laki
22 Oktober 2022 7:24 WIB
Tulisan dari Fika Widiya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Selama ini kita selalu berpikir bahwa yang dirugikan dari budaya patriarki hanyalah perempuan saja. Anggapan tersebut tentu saja salah besar. Laki-laki terkadang tidak menyadari bahwa sebetulnya mereka juga telah menjadi korban dari budaya yang menempatkan laki-laki sebagai makhluk superior itu.
ADVERTISEMENT
Dalam realitas kehidupan sehari-hari, agaknya toxic masculinity telah menjadi hal yang dianggap normal dalam dinamika kehidupan di Indonesia, sampai-sampai banyak orang yang tidak menyadarinya. Padahal, itu merupakan suatu budaya yang sangat buruk. Salah satu contoh kecilnya adalah seperti laki-laki yang menggunakan skincare dianggap telah mencoreng maskulinitas, karena skincare lazimnya digunakan oleh perempuan. Hal tersebut merupakan salah satu dampak negatif dari budaya patriarki yang sangat masif.
Singkatnya, toxic masculinity adalah budaya yang menganggap laki-laki harus selalu identik dengan sifat maskulin dan tidak boleh memiliki sifat feminin. Misalnya, laki-laki harus bertubuh kekar, pemberani, garang, bekerja di luar rumah, dan segala ciri maskulin yang lainnya. Jadi, ketika seorang laki-laki melakukan hal yang identik dengan perempuan, mereka dianggap bukan laki-laki sejati karena telah menodai aspek maskulinitas. Tentu sangat melelahkan hidup dalam tuntutan maskulinitas yang sangat tinggi seperti itu.
ADVERTISEMENT
Dikotomi antara maskulin dan feminin harusnya sudah tidak dipelihara secara radikal lagi. Artinya, laki-laki juga boleh melakukan hal yang lazimnya dilakukan perempuan seperti menggunakan skincare. Karena, penggunaan skincare itu bertujuan untuk merawat kulit agar tampak sehat dan berseri. Dan, merawat kulit itu merupakan keharusan bagi laki-laki juga. Jadi, ketika laki-laki menggunakan skincare, harusnya itu dianggap normal dan tidak mencoreng aspek maskulinitas. Begitu pun sebaliknya. Ketika seorang perempuan melakukan hal-hal bersifat maskulin, harusnya dianggap lazim dan tidak perlu dipermasalahkan.
Selain dari pada itu, sebetulnya masih sangat banyak bentuk dari toxic masculinity yang sangat merugikan laki-laki. Misalnya, seperti laki-laki yang suka memasak dianggap memiliki sifat perempuan. Laki-laki yang tidak merokok dianggap banci. Laki-laki yang jarang keluar rumah dinggap tidak maskulin. Dan, masih banyak lagi bentuk dari peristiwa toxic masculinity yang lainnya. Hal tersebut juga pada akhirnya akan membuat tekanan secara psikologis yang mengganggu kesehatan mental para kaum laki-laki.
ADVERTISEMENT
Cara paling efektif untuk menanggulangi virus toxic masculinity adalah dengan lebih sering melakukan kampanye akan kesetaraan gender. Sejauh ini, kampanye kesetaraan gender sering kali hanya digaungkan oleh kaum perempuan saja. Padahal, seharusnya laki-laki pun ikut bersuara dan memperjuangkan kesetaraan gender. Sebab laki-laki juga sangat berpotensi menjadi korban dari budaya patriarki.
Kita semua harus menciptakan suatu kesadaran kolektif akan pentingnya kesetaraan gender. Karena, sebagai manusia merdeka, kita berhak mengaktualisasikan diri seperti apa saja tanpa harus disetir oleh belenggu femininitas dan maskulitias.