Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Membaca Bahasa dan Sastra Indonesia
15 Desember 2024 12:30 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ahmad Soleh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bahasa adalah salah satu kekayaan paling berharga bagi sebuah bangsa. Ia bukan hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga menjadi cerminan jati diri suatu bangsa. Keberadaan bahasa bagi sebuah bangsa amat penting sebagai perekat persatuan, membangun identitas, dan memobilisasi gagasan yang mampu membawa bangsa ke arah kemajuan. Hal itu seperti apa yang dilakukan para pemuda pada masa perjuangan dahulu.
ADVERTISEMENT
Seperti kita ketahui, Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman suku, budaya, dan bahasa. Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” adalah penggambaran konkret sekaligus penegasan bahwa bangsa ini sejak awal menyatakan dirinya sebagai bangsa yang beragam. Pada 28 Oktober 1928, para pemuda pejuang kemerdekaan mendeklarasikan diri sebagai bangsa yang satu. Dalam deklarasi tersebut para pemuda Indonesia menegaskan menjunjung bahasa persatuan, yakni bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia menjadi simbol persatuan dan alat komunikasi lintas budaya di tengah pluralitas masyarakat kita. Sekaligus, menjadi penegasan bahwa bangsa ini lahir dengan identitas sendiri. Melesapkan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia melalui diskursus yang panjang. Kelahiran nama “bahasa Indonesia” sendiri bukan tanpa perdebatan. Terjadi dialektika yang luar biasa hingga akhirnya para pemuda bersikap untuk mengganti frasa “bahasa Melayu” dengan “bahasa Indonesia” sebagai bahasa persatuan. Bahasa yang tidak hanya merekatkan dengan komunikasi, tetapi menjadi penyalur ide dan gagasan untuk bangkit dan merdeka.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, sebagai negara kepuluan dengan ragam suku bangsa, Indonesia juga memiliki kekayaan bangsa berupa ragam bahasa daerah. Berdasarkan data yang dirilis GoodStats, per Oktober 2024, Indonesia memiliki 270 bahasa daerah yang tersebar di seluruh daerah di Nusantara. Namun, tantangan besar yang dihadapi adalah adanya kepunahan bahasa. Kepala Badan Bahasa Aminudin Aziz menyampaikan, berdasarkan data UNESCO, setiap dua pekan satu bahasa daerah di dunia punah. Punahnya bahasa daerah disebabkan berkurang dan habisnya penutur yang menggunakan bahasa daerah tersebut.
Di sisi lain, hierarki sosial dalam berbahasa di masyarakat Indonesia begitu kentara. Salah satunya adalah fenomena "bangga" berbahasa asing. Yang menyedihkan lagi adalah masyarakat kita menganggap berbahasa asing, katakanlah nginggris, itu lebih keren, lebih intelek, dan lebih tinggi "kasta"-nya dibandingkan berbahasa Indonesia, apatah lagi berbahasa daerah. Bahkan, ada yang sangat bangga mengajari anaknya berbahasa asing, padahal masih kecil dan belum mengenal lingkungan yang mengharuskan berkomunikasi dengan bahasa asing.
ADVERTISEMENT
Fenomena di atas sesungguhnya dapat menjadi “alarm” bagi kita semua untuk mulai peduli, menjaga, dan ikut melestarikan bahasa daerah sebagai warisan budaya bangsa dan menguatkan kebanggan terhadap bahasa Indonesia. Tentu, alergi terhadap bahasa asing bukanlah tindakan yang benar. Sebab, dalam pergaulan global kita juga perlu menguasai bahasa asing. Namun, hal itu hanyalah sebagai fungsi komunikasi untuk meluaskan pergaulan. Dengan demikian, sekali lagi perlu kita tekankan, bahasa dalam konteks kebudayaan kita tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga menjadi cerminan sejarah, budaya, dan tradisi yang melekat dalam kehidupan masyarakat.
Dalam proses pendidikan, bahasa dan sastra menjadi bagian penting dalam kurikulum pembelajaran sekolah. Mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah hanya mengajarkan mengenai tata bahasa atau SPOK, tetapi juga memperkenalkan anak-anak kepada kekayaan bahasa dan sastra yang dimiliki bangsa Indonesia. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan wawasan dan kesadaran generasi muda akan kebudayaan bangsa yang begitu kaya. Sekaligus juga memupuk rasa cinta terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu, bahasa nasional. Bahasa Indonesia, per November 2023, telah diakui oleh UNESCO sebagai bahasa resmi dalam konferensi umum. Artinya, kita harus bangga.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, sastra adalah jelmaan keindahan bahasa. Melalui karya sastra, kita dapat menuangkan ide, keresahan, imajinasi, atau refleksi atas kondisi sosial yang dihadapi masyarakat. Sejarah panjang sastra Indonesia mencatat nama-nama besar, seperti Buya Hamka, Chairil Anwar, Sutan Takdir Alisyahbana, HB Jassin, Wiji Thukul, hingga sastrawan modern seperti Kuntowijoyo, Cak Nun, Abdul Hadi WM, Gus Mus, Joko Pinurbo, Gol A Gong, dan Okky Madasari, serta masih banyak yang lainnya. Mereka memberikan kontribusi besar dalam memperkaya khazanah sastra Indonesia melalui karya-karya yang mampu menggugah pikiran, imajinasi, dan perasaan pembacanya. Dengan demikian, karya sastra juga dipahami sebagai produk kebudayaan.
Bahasa dan sastra dalam kehidupan kebudayaan masyarakat kita layaknya dua sisi mata uang. Keduanya adalah satu kesatuan. Itulah kesadaran yang membentuk perhatian berbagai pihak terhadap bahasa dan sastra sebagai bagian tidak terpisahkan dari masyarakat dan bangsa Indonesia. Pada 6 November 2024, dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyampaikan pencanangan program pendidikan, salah satu prioritasnya, yaitu program pembangunan bahasa dan sastra. Program ini meliputi pemartabatan bahasa nasional, pelindungan bahasa daerah, penginternasionalan bahasa Indonesia, dan peningkatan literasi.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Makarim juga menunjukkan atensi yang besar terhadap eksistensi bahasa dan sastra, salah satunya dengan meluncurkan program Sastra Masuk Kurikulum. Dengan demikian, salah satu fokus pemerintah adalah peningkatan daya dan mutu literasi masyarakat dimotori dengan pembiasaan dan pembudayaan literasi dalam proses pendidikan. Meskipun, patut menjadi perhatian bahwa program di atas tidak akan berjalan dengan baik seandainya pemerintah tidak dapat memastikan ketersediaan akses bacaan yang mudah dan murah bagi masyarakat. Memang membangun masyarakat literat itu tidak mudah. Namun, dengan kesadaran bersama, penulis yakin kita dapat memulainya.
Syahdan, ini menjadi catatan untuk kita semua bahwa bahasa dan sastra (Indonesia) sejatinya memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat dan peradaban bangsa kita. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dan alat pemersatu, sementara sastra menjadi medium untuk memahami dan merefleksikan realitas kehidupan secara lebih mendalam dan bermakna. Keduanya saling melengkapi, saling menghidupi. Keduanya berkontribusi membangun karakter kepribadian bangsa yang maju dan berwawasan masa depan.
ADVERTISEMENT
Maka, dengan bangsa yang memiliki kekayaan bahasa dan sastra, kita sebagai anak bangsa memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga, melestarikan, dan menghidupkannya. Melalui upaya pelestarian dan pengembangan, bahasa dan sastra dapat terus hidup dan menjadi warisan yang berharga bagi generasi mendatang. Bagi anak-anak kita. Menjadi warisan dunia yang harganya tak terkira. Mari bersama-sama menghargai dan mengembangkan kekayaan ini karena bahasa dan sastra adalah cerminan dari identitas kita sebagai sebuah bangsa yang berbudaya. Sebagai bangsa Indonesia.