Konten dari Pengguna

Pendidikan dan Kebudayaan Berkemajuan

Ahmad Soleh
Penulis & Editor Buku, Mahasiswa Magister Pend. Bahasa Indonesia Uhamka, Pengurus APEBSKID Komisariat DKI Jakarta 2024-2028.
30 Maret 2024 16:46 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Soleh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dalam upaya untuk menciptakan SDM unggul yang pintar, kreatif, jujur, dan bisa bersaing dalam mencapai visi Indonesia Emas tahun 2045, pemerintah telah menetapkan anggaran pendidikan senilai Rp 660,8 triliun. Foto: Dok. Kemenkeu
zoom-in-whitePerbesar
Dalam upaya untuk menciptakan SDM unggul yang pintar, kreatif, jujur, dan bisa bersaing dalam mencapai visi Indonesia Emas tahun 2045, pemerintah telah menetapkan anggaran pendidikan senilai Rp 660,8 triliun. Foto: Dok. Kemenkeu
ADVERTISEMENT
Pendidikan merupakan upaya menciptakan generasi unggul untuk menghadapi masa depan peradaban. Kita tidak akan membayangkan bila sektor pendidikan tidak dikelola dengan baik, akan seperti apa generasi bangsa ini di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
Sebab itulah, Muhammadiyah memandang pendidikan sebagai langkah strategis untuk melahirkan generasi penerus yang berdaya karena akan menjadi dosa besar bila kita dengan sengaja meninggalkan generasi lemah (QS An-Nisa: 9).
Pelaksanaan proses pendidikan tak bisa dilepaskan dari kebudayaan yang hidup di suatu masyarakat. Sebab, masyarakat adalah salah satu elemen penting dari proses pendidikan itu sendiri. Lokalitas atau biasa disebut dengan istilah kearifan lokal sedianya menjadi pangkal pijak dalam menghadirkan pendidikan yang mengakar, membumi, dan mencerahkan.
Meskipun begitu, konsep-konsep ideal yang dapat diinterpretasi dari nilai-nilai Islam Berkemajuan, juga mesti dijadikan landasan filosofisnya agar pendidikan dapat terlaksana dan benar-benar menjadi ajang pencerahan.
Mengapa hal ini penting? Karena pendidikan merupakan pusat strategis kemajuan umat dan bangsa di tengah persaingan tinggi dengan umat dan bangsa lain (Nashir, 2023). Ya, kita hidup di tengah persaingan yang kian ketat dengan kemajuan teknologi yang terus melaju cepat.
ADVERTISEMENT
Sebab itulah peran pendidikan dalam mendidik umat menjadi manusia-manusia unggul perlu dipastikan kehadirannya. Baik itu dalam ranah kebijakan dan program yang dicanangkan pemerintah, maupun dalam ranah praktis di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi.

Kebudayaan Berkemajuan

Tugas para pendidik sebagai kaum intelektual ialah memastikan terciptanya budaya berkemajuan di dalam lembaga pendidikan. Hal ini menjadi konsekuensi logis dari tantangan zaman yang kian keras, yang bila tak diiringi dengan permenungan yang mendalam dalam menentukan suatu pijakan, kita akan terpeleset dan terjungkal menjadi bangsa pecundang.
Begitu pentingnya pendidikan sebagai akar kemajuan bangsa. Memang hal ini tidak mudah, tetapi setidaknya kita sudah memantik kesadaran untuk memulai mewujudkan kebudayaan berkemajuan.
Lalu, apa itu kebudayaan yang berkemajuan? Istilah ini diilhami oleh tagline Muhammadiyah, Islam Berkemajuan. Bila kita selisik lebih dalam, konsepsi Islam Berkemajuan sendiri mendorong terciptanya manusia yang religius, intelektual, dan humanis, berkarakter ulul albab.
ADVERTISEMENT
Bila diturunkan ke dalam pendidikan, upaya-upaya untuk menciptakan kebudayaan berkemajuan itu antara lain dengan menerapkan budaya Islami, mulai dari pemikiran, sikap, hingga perbuatan yang mencerminkan nilai-nilai Islam dan meneladan Rasulullah SAW.
Penting untuk meletakkan tradisi, seni, budaya, dan kebudayaan secara proporsional disertai pemaknaan yang mendalam, yang mengandung arti positif dan konstruktif (Nashir, 2024). Ungkapan ini memberi kita energi bahwa Islam sejatinya tidak anti atau alergi kebudayaan.
Islam Berkemajuan menghendaki adanya keselarasan dalam hidup, sehingga seni, budaya, tradisi, dan kemodernan merupakan fitrah manusia yang tidak selalu bertentangan dengan syariat dan ajaran Islam. Dengan begitu tidak perlu sikap kaku dengan menganggapnya suatu bid’ah, bahkan haram, padahal dalam hal tersebut dapat diperoleh hal positif yang berperan dalam memajukan agama.
ADVERTISEMENT
Budaya disiplin yang dijiwai teologi Al-‘Ashr penting ditanamkan sebagai karakter fundamental dalam proses pendidikan, baik dalam lingkup keluarga maupun sekolah. Hal ini merupakan bentuk pembiasaan agar para terdidik kelak benar-benar dapat menjadi manusia yang mampu mengatur kedisiplinan diri, membagi waktu secara proporsional, serta menghargai waktu sebagai karunia dari Allah SWT kepada umat manusia.
Selain itu, semangat Al-‘Ashr juga berwatak modern, dengan pemanfaatan waktu untuk hal-hal positif, kebaikan, inovasi, kreasi, dan senantiasa relevan dengan zaman, up to date, adaptif. Budaya modern itulah yang identik dengan spirit kemajuan. Dengan demikian, proses pendidikan harus mampu menghadirkan watak “kemajuan” seperti itu. Bila tidak, tentu kita akan tertinggal dan tersisih dari peradaban.
Dalam konteks sosial, pendidikan juga mesti menumbuhsuburkan kepedulian terhadap sesama. Sebagai ejawantah dari semangat Al-Ma’un yang menjiwai gerakan awal Muhammadiyah di masa KH Ahmad Dahlan merintisnya.
ADVERTISEMENT
Spirit kepedulian terhadap sesama, ringan tangan membantu orang lain yang membutuhkan, semangat tangan di atas, akan menjadi fondasi karakter humanistis yang mencerminkan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil 'alamin).

Spirit Pendidikan Profetik

Kritik terhadap praktik pendidikan yang kian terasa menjadi komoditas perlu direnungkan berbagai pihak. Pendidikan bukanlah bisnis berorientasi profit dan jangka pendek, meskipun biaya pendidikan saat ini dapat dikatakan cukup tinggi. Kurikulum hingga proses pendidikan tidak bisa berjalan untuk kepentingan jangka pendek, seperti keperluan mencari kerja atau kebutuhan industri.
Pendangkalan semacam ini dapat dientaskan setidaknya dengan kembali menyemai spirit pendidikan profetik. Sehingga proses pendidikan yang dialami seseorang dapat lebih bermakna dan memerdekakan.
Spirit profetik, seperti interpretasi Kuntowijoyo dalam memahami surah Ali Imran ayat 110, di dalamnya terdapat tiga pilar utama, yakni humanisasi (ta’muruuna bil ma’ruf), liberasi (tanhauna ‘anil munkar), dan transendensi (tu’minuuna billah). Inilah yang semestinya tergambar dalam pendidikan profetik. Konsep pilar profetik ini menekankan pada pemaknaan secara objektif (onjektifikasi) sehingga dapat diresapkan ke dalam proses pendidikan yang multikultural dan plural.
ADVERTISEMENT
Pendidikan sejatinya membawa misi untuk memanusiakan manusia (humanisasi). Dalam perspektif Islam, pendidikan merupakan upaya taqarrub ila Allah (menyemaikan iman dan takwa dalam sanubari setiap insan) yang kemudian termanifestasi dalam pola pikir dan perilaku. Mengenyam pendidikan juga merupakan pelaksanaan kewajiban sekaligus upaya meningkatkan derajat seseorang (QS Al Mujadilah: 11).
Selain itu, pendidikan merupakan upaya pembebasan/memerdekakan (liberasi) manusia dari belenggu, seperti kebodohan, kemiskinan, krisis moral, dan pendangkalan pola pikir. Untuk itu, pendidikan harus dijiwai oleh semangat kebudayaan berkemajuan yang bersumber dari nilai dan moralitas yang agung.
Maka, pendidikan yang berkemajuan di dalamnya terkandung semangat profetik, semangat kenabian, yakni upaya mewujudkan pilar humanisasi, liberasi, dan transendensi dalam praktiknya. Dengan tersematnya spirit profetik dalam proses pendidikan, kita dapat optimistis menyemai generasi yang unggul dan berkarakter. Generasi emas yang maju, berkemajuan, dan memajukan bangsa ini. Wallahu 'alam.
ADVERTISEMENT