Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mencicil Utang Kita kepada Bumi
31 Oktober 2021 21:47 WIB
Tulisan dari Ahmad Amiruddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Awal Oktober ini, Royal Swedish Academy menganugerahkan Hadiah Nobel kepada Syukuro Manabe, ilmuwan yang dengan kerja kerasnya membuktikan bahwa pemanasan bumi dipengaruhi oleh karbondioksida yang berasal dari aktivitas manusia. Selain Manabe, telah banyak dan telah lama para ilmuwan yang memperingatkan bahwa tindakan manusia adalah penyebab utama makin memanasnya suhu bumi.
ADVERTISEMENT
Tak bisa dipungkiri bahwa bumi makin panas, dan akibat lanjutannya makin dirasakan oleh kita dengan cuaca yang makin tak menentu, kenaikan permukaan air laut, kebakaran hutan, dan hal-hal mengerikan lainnya. Berdasarkan data climate.gov, sejak 1981 suhu bumi meningkat 0.18 derajat celsius setiap dekadenya. Kalau dibandingkan dengan tahun 1940, suhu bumi telah meningkat 1 derajat celsius.
Lebih lanjut studi Bappenas menjelaskan bahwa, peningkatan suhu 0,45 s.d 0,75 derajat celcius dapat berdampak pada perubahan curah hujan, naiknya permukaan air laut 0.8-1.2 cm/tahun, gelombang ekstrem meningkat lebih dari 1,5 meter dan produksi beras menurun. Selain itu termasuk juga 1.800 km garis pantai akan masuk kategori sangat rentan dan 5,8 juta km2 wilayah perairan Indonesia berbahaya bagi kapal nelayan yang berukuran kurang dari 10 GT.
ADVERTISEMENT
Tanpa tindakan sama sekali maka suhu akan terus meningkat, dan kita akan merasakan dampaknya yang semakin nyata. Bisa jadi kalau belum merasakan efek langsung kita akan biasa-biasa saja. Seperti kanker, peningkatan pemanasan ini membunuh pelan-pelan. Dampaknya menyentuh seluruh sektor kehidupan termasuk pangan, papan, energi, dan kesehatan.
Semua Bisa Berperan
Karbondioksida dikategorikan sebagai gas rumah kaca. Sebutan ini merujuk kepada gas dan rumah kaca. Selain Karbondioksida terdapat pula jenis-jenis gas rumah kaca lainnya seperti nitrogen dioksida (N2O), metana (CH4), dan freon (SF6, HFC dan PFC). Kita mungkin pernah melihat rumah kaca untuk tanaman, dan kalau kita berada di dalamnya, rasanya pengap, karena tidak ada sirkulasi udara. Seperti itulah dampak karbondioksida di atmosfer terhadap bumi.
ADVERTISEMENT
Karbondioksida ini serupa kaca yang memerangkap panas dari sinar matahari yang masuk ke bumi, membuat suhu di bumi meningkat. Tak bisa dipungkiri pada tahap tertentu kemampuan ini diperlukan supaya bumi tidak membeku dan kita tak berubah jadi es batu. Tapi dengan kenaikan proporsi karbondiosida di luar batas toleransi, maka suhunya jadi lebih panas.
Suhu yang lebih panas inilah yang berakibat berubahnya iklim dan dampak negatif lainnya. Dampak langsungnya kalau suhu meningkat adalah es di kutub mencair dan permukaan air laut meningkat. Permukaan air laut yang meningkat akan berefek pada tenggelamnya daerah-daerah pesisir.
Permukaan air laut yang meningkat serta permukaan tanah yang menurun adalah kombinasi maut yang menyebabkan Jakarta diprediksikan oleh para ilmuwan akan tenggelam dalam 10 tahun ke depan. Pastinya Jakarta tak sendiri, tak kurang dari 112 kota di Indonesia terancam bahaya yang sama.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar aktivitas yang mempengaruhi emisi adalah dari pembangkitan energi, transportasi, penggunaan lahan, industri dan rumah tangga. Tentu saja tidak semua aktivitas di sini adalah tanggung jawab kita sebagai individu. Pada banyak kasus karbondioksida itu dihasilkan oleh korporasi yang mengeluarkan gas rumah kaca dari pembakaran dan penggundulan hutan, cerobong pembangkit listrik, industri semen, baja dan knalpot angkutan.
Kita tak hanya bisa mengandalkan aksi-aksi berperang melawan perubahan iklim ini menjadi hanya tanggung jawab pemimpin negara, korporasi-korporasi besar atau organisasi-organisasi pecinta lingkungan. Apalagi hanya menggantungkan harapan pada teriakan kencang remaja bernama Greta Thunberg.
Indonesia punya cita-cita besar, pada tahun 2060 Indonesia berhasil mencapai net zero emission. Sebagai bagian dari satu individu di antara miliaran warga bumi kita bisa berperan mengurangi emisi karbon yang kita lepaskan ke alam. Setiap orang bisa menyumbangkan aksinya. Pada banyak sendi kehidupan kita telah meracuni bumi, dari aktivitas ekonomi, berkendara, makan, minum dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Mengurangi Emisi dari Kehidupan Sehari-hari
Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi emisi dari aktivitas kita sehari-hari. Di antara aksi-aksi tersebut adalah mengurangi emisi dari transportasi, menghemat penggunaan energi listrik, dan menanam pohon.
Sektor transportasi termasuk salah satu penyumbang emisi terbesar selain dari energi dan industri. Mengurangi emisi dari transportasi bisa ditempuh dengan beragam aksi di antaranya adalah pengunaan transportasi umum dan beralih ke kendaraan listrik.
Selain masyarakat yang perlu digugah untuk berpindah moda, langkah perpindahan ke transportasi umum hanya bisa sukses kalau juga ditunjang dengan fasilitas transportasi yang memadai, stasiun yang tersedia pada banyak titik, akses pengumpan ke transportasi massal dan juga jadwal yang tepat waktu. Jika sudah tersedia, masyarakat tentu dengan nyaman akan beralih.
ADVERTISEMENT
Saya melihat trend yang cukup meningkat masyarakat yang marak berpindah ke transportasi umum khususnya sebelum pandemi COVID-19. Berdasarkan Statistik Jakarta, jumlah pengguna trans Jakarta meningkat 41% pada tahun 2019 dibanding tahun sebelumnya, dengan total penumpang 265,16 juta penumpang. Sementara itu pengguna kereta komuter line telah menembus angka 900 ribu perhari pada tahun 2019.
Setelah pandemi berakhir masyarakat akan kembali menggunakan transportasi umum. Apalagi dengan selesainya proyek-proyek transportasi massal, misalnya LRT dan MRT di Jabodetabek. Kita juga bisa turut berperan di sini dengan beralih ke transportasi massal yang lebih ramah lingkungan.
Selain itu arah trend teknologi menunjukkan bahwa transportasi akan beralih secara perlahan menuju era kendaraan listrik. Kendaraan tanpa emisi ini akan mengurangi emisi dari sektor transportasi, namun perlu dilakukan juga penyesuaian pada sektor pembangkitan supaya listrik yang dikonsumsi oleh pemilik kendaraan berasal dari energi terbarukan.
ADVERTISEMENT
Indonesia memiliki potensi energi surya yang melimpah yang bisa melistriki seluruh kebutuhan masyarakat. Sumber energi ini yang dipadu dengan kendaraan listrik akan betul-betul menghasilkan zero emission.
Selain dengan mengurangi emisi dari sektor transportasi dengan menggunakan kendaraan umum atau berubah ke kendaraan listrik kita bisa melakukannya dengan melakukan tindakan sederhana untuk mengurangi penggunaan listrik.
Untuk mengurangi penggunaan listrik yang perlu kita ketahui bahwa energi listrik yang diserap dan digunakan dalam kehidupan kita sebanding dengan lama pemakaian dan juga daya peralatan yang digunakan. Jadi untuk mengurangi penggunaan energi, dua hal utama yang menjadi prinsipnya adalah mengurangi lama pemakaian dan menggunakan peralatan listrik yang hemat energi atau kapasitasnya lebih kecil.
Langkah-langkah yang lebih konkret yang bisa dilakukan adalah selalu mematikan lampu saat tidak digunakan. Selain itu kita dapat melakukan asesmen mandiri terhadap penggunaan listrik di rumah kita.
ADVERTISEMENT
Melakukan ini tidak terlalu susah, kita hanya perlu mengetahui lama penggunaan sebuah peralatan listrik dan juga mengetahui daya yang digunakan untuk setiap peralatan. Secara sederhana, angka daya ini bisa dilihat pada masing-masing peralatan. Tapi untuk mempermudah bisa dikategorisasikan peralatan dengan daya rendah, sedang, dan tinggi. Kemudian dikategorisasasikan lama penggunaan berdasarkan penggunaan 24 jam, setengah hari dan sekali-sekali.
Peralatan listrik berdaya rendah biasanya pada kisaran kurang dari 25 Watt, contohnya adalah lampu. Peralatan listrik berdaya sedang kisaran 25 watt s.d 100 Watt adalah televisi, kipas angin, printer, laptop, TV, dan kulkas kecil. Sementara peralatan listrik berdaya tinggi seperti AC, menghisap debu, mesin pompa air, setrika, penanak nasi, dan dispenser air.
Dari peralatan tersebut dilakukan pendataan yang perlu dihemat secara signifikan adalah peralatan listrik berdaya tinggi dengan pemakaian yang cukup signifikan seperti AC, pompa air, setrika, penanak nasi dan dispenser. Cara paling mudah melakukan penghematan adalah mengurangi kapasitas penanak nasi sesuai dengan jumlah anggota keluarga, penggunaan AC hemat energi dengan suhu yang tidak terlalu rendah, setrika pada saat bersamaan dan penggunaan penampung air untuk mengurangi penggunaan pompa.
ADVERTISEMENT
Selain itu kita perlu memperhitungkan menggunakan peralatan hemat energi seperti lampu LED, kulkas inverter, AC inverter, TV LED, komputer LED dan penggunaan pendinginan dan pencahayaan alami. Perlu juga mengurangi lama penggunaan peralatan khususnya yang dipakai 24 jam atau setengah hari karena energi yang ditarik cukup signifikan.
Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap pada rumah masing-masing. Dengan memasang PLTS ini, maka selain akan menghemat pembayaran listrik, yang tak kalah pentingnya adalah energi matahari sifatnya terbarukan dan tidak mengeluarkan emisi. Indonesia yang berada di tengah garis khatulistiwa memiliki potensi energi surya tak kurang dari 200 GWp, sementara yang termanfaatkan sampai sekarang tak sampai 1%nya.
Pemasangan ini didukung oleh perkembangan harga energi dari PLTS yang mengalami penurunan yang cukup tajam dalam 10 tahun terakhir. Berdasarkan data IRENA penurunan itu mencapai 63-80% dari 2010-2018. Sebagaimana dikutip dari siaran pers Kementerian ESDM, untuk memberikan stimulus bagi masyarakat untuk memasang PLTS atap, telah pula dipersiapkan revisi peraturan mengenai PLTS atap yang memberikan kemudahan pemasangan dan keuntungan operasi berupa ketentuan ekspor listrik dari masyarakat ke PLN ditingkatkan dari 65% menjadi 100%.
ADVERTISEMENT
Selain Langkah-langkah di atas, langkah lain yang mudah dilakukan adalah menanam pohon. Langkah menanam pohon ini terlihat sederhana dan mudah, tapi jika 270 juta rakyat menanam satu batang pohon setiap tahunnya, maka minimal kita bisa ikut menyerap karbondioksida yang beredar sambil menambal berkurangnya lahan hutan Indonesia. Diberitakan oleh Tempo, hutan Indonesia berkurang 1,47 juta hektar setiap tahunnya.
Bumi tempat kita hidup telah banyak memberi. Kita berutang banyak kepada Bumi. Tak ada rumus sekali usap untuk memperbaiki kesalahan yang telah telanjur dilakukan oleh manusia terhadap alam. Kerusakan itu bisa kita cegah dan perbaiki sedikit demi sedikit dengan peran yang bisa kita lakukan, baik sebagai individu maupun sebagai pengambil keputusan.
Keputusan-keputusan yang kita ambil dan tindakan-tindakan kita terhadap bumi akan selalu kembali konsekuensinya kepada kita. Bisa dalam bentuk udara yang makin segar dan sehat atau sebaliknya, kutukan udara kotor yang meracuni paru-paru dan bencana alam yang silih berganti. Kita memilih yang mana? Saya pikir untuk memilih yang terbaik, kita tak harus jadi ilmuwan peraih nobel.
ADVERTISEMENT
***
Ahmad Amiruddin,
ASN Kementerian ESDM, Alumni M.Sc in Sustainable Energy Systems The University of Edinburgh dan PhD Candidate Monash Univeristy. Penerima Beasiswa Doktoral LPDP dan Co Director PR & Alumni Network PPI Australia 2021-2022