Bukan Hari Kemenangan yang Diinginkan

Ahmad Arief Rifaldi
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Konten dari Pengguna
3 Juni 2020 19:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Arief Rifaldi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Tribunnews.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Tribunnews.com
ADVERTISEMENT
Mengikuti keputusan pemerintah melalui Kemenag bahwa hari raya idulfitri jatuh pada tanggal 25 Mei 2020. Idulfitri merupakan hari kemenangan untuk umat Islam setalah melewati perang melawan lapar, haus, serta hawa nafsu selama 30 hari penuh di bulan Ramadan. Akan tetapi, ada yang berbeda pada bulan ramadhan dan hari kemengan tahun ini, karena umat Islam harus berhadapan juga dengan wabah Covid-19. Wabah Covid-19 benar-benar menjadi momok yang sangat menganggu bukan hanya umat Islam, melainkan juga menganggu aktivitas keseharian seluruh umat di dunia. Bulan Ramadan seharusnya menjadi bulan bagi umat Islam untuk memperkaya pahala, mulai dari amalan-amalan sunah hingga solat-solat sunah seperti solat terawih juga dilakukan di bulan penuh berkah ini. Masjid-masjid yang biasanya ramai dikunjungi dan setiap sore terdapat bagi takjil gratis di masjid kini tidak ada lagi akibat adanya wabah Covid-19 dan arahan pemerintah untuk melakukan PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR (PSBB).
ADVERTISEMENT
Hari kemenangan umat Islam pada tahun ini juga dinodai oleh beberapa peristiwa-peristiwa sebelum hari kemenagan itu tiba, beberapa wilayah di Indonesia banyak melanggar aturan PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR (PSBB) seperti, pasar yang masih ramai tanpa menerapkan physical distancing, lalu juga terdapat kabar yang menghebohkan dunia terkait salah satu mall yang baru buka membuat orang-orang lari berebutan untuk masuk ke dalam mall tersebut. Kejadian itu sontak tentu saja mendapat kritikan dari masyarakat yang lebih dari dua bulan mengikuti aturan pemerintah untuk tetap di rumah aja dan menerapkan physical distancing di luar rumah. Di media sosial seperti Instagram dan Twitter banyak yang membagikan video terkait kejadian di mall tersebut. Rasa nya hari raya idulfitri pada tahun ini tidak dapat di sebut sebagai hari kemenangan, justru merupakan hari kekalahan bagi umat Islam. Dapat kita lihat umat Islam lebih memilih memikirkan gengsi dengan memburu baju baju di mall daripada berdiam diri di rumah untuk menjaga kesehatan dan membantu pemerintah dalam memutus rantai penyebaran wabah Covid-19. Umat Islam juga masih banyak yang justra memikirkan ego nya masing-masing dengan tetap melakukan solat terawih di masjid dengan dalih bahwa mati sudah ada di tangan Allah. Pemerintah sejati nya tidak melakukan larangan untuk melaksanakan solat terawih atau kegiatan keagamaan lainya, pemerintah hanya ingin sesegara mungkin untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 dengan harapan ketika hari kemenagan itu tiba, masyarakat terutama umat Islam dapat merakayan hari kemenangan sebagai mana mestinya. Namun hal itu hanya menjadi sekedar harapan, pada kenyataanya sebagian umat Islam tetap kokoh pada pendirianya untuk tetap melaksanakan solat terawih di masjid- masjid. Dalam masalah ini memang tidak bisa sepenuhnya menyalahkan masyarakat yang bandel tidak mengikuti aturan PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR (PSBB), kita harus juga mengkritik kebijakan pemerintah terkait PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR (PSBB) yang dapat dikatakan tidak ada ketegasan. Ketika masyarakat mulai menerapkan aturan PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR (PSBB) dan berdiam diri di rumah keadaan di beberapa tempat umum justru sebaliknya, tempat-tempat seperti bandara dan mall justru dipadati orang. Hal itu tentu saja menimbulkan kecemburuan dari umat Islam itu sendiri yang dimana para petugas kepolisian justru lebih ketat menerapkaan aturan PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR (PSBB) terhadap tempat-tempat ibadah daripada tempat-tempat seperti mall dan bandara.
ADVERTISEMENT
Satu hari menuju hari kemenangan, justru kekalahan melawan ego diri sendiri kembali diperlihatkan. Hal itu dapat di lihat dari banyak nya para pemudik yang nekat untuk tetap melakukan pulang kampung ke asal daerahnya. Berbagai macam cara dilakukan dari yang normal menggunakan kendaraan pribadi dan bus, hingga ada yang mengumpat di dalam bagasi bus. Mereka membenarkan segala cara untuk kembali ke daerah nya masing-masing tanpa memikirkan penyebaran Covid-19 ini. Apalagi para pemudik itu berasal dari daerah zona merah, tidak hanya akan merugikan keluarganya di kampung akan tetapi juga akan merugikantempat asal daerahnya. Lagi-lagi hal ini merupakan dampak dari ketegasan pemerintah dalam membuat aturan, masyarakat di buat kebingungan terkait pernyataan presiden Jokowi terkait mudik dan pulang kampung. Hari kemenangan bagi umat Islam benar-benar ternodai pada tahun ini, tepat pada tanggal 24 Mei 2020 di daerah Ciledug, Tangerang banyak sampah berserakan di pinggir jalan. Kejadian ini tentu saja semakin menampakan bahwa Ramadan kali kita tidak bisa melawan hawa nafsu dan keegoisan masing-masing diri kita. Sehingga bukan kemenangan yang kita dapatkan, justru hanya kesenangan yang didapatkan sementara beriringan dengan kekalahan kita memutus penyebaran wabah Covid-19.
ADVERTISEMENT
Bukan hari kemenangan jika kita tidak bisa melawan hawa nafsu, bukan hari kemenangan jika kita tidak bisa menahan diri kita untuk tidak keluar rumah. Kesehatan sangatlah berharga, dengan keadaan sehat kita bisa melakukan apapun. Ibadah 24 jam pun bila kita dalam keadaan sehat bisa saja kita lakukan. Memang benar seperti pesan dari Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona bapak Doni Monardo yang disampaikan oleh Dr.Tirta dalam Podcast nya bersama Young Lex yang dimana bapak Doni Monardo mengatakan bahwa logika tanpa logistic akan menimbulkan anarki, dan itulah yang terjadi saat ini. Sudah seharusnya pemerintah lebih tegas dalam menerapkan aturan dan masyarakat juga tertib dalam menjalankan aturan, karena jika hanya ego masing-masing yang diandalkan justru hanya akan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru di masa depan.
ADVERTISEMENT