Mengenal Ketauhidan dari Naskah Zahratul Murīd Fī Bayāni Kalimatit Tauḥīd

Ahmad Arief Rifaldi
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Konten dari Pengguna
14 Desember 2020 10:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Arief Rifaldi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : https://lektur.kemenag.go.id/manuskrip/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : https://lektur.kemenag.go.id/manuskrip/

Naskah Zahratul Murīd fī Bayāni Kalimatit Tauḥīd

ADVERTISEMENT
Naskah Zahratul Murīd fī Bayāni Kalimatit Tauḥīd saya temukan di website milik Kementerian Agama Republik Indonesia. Naskah tersebut digitalkan pada tahun 2015 oleh Naskah Kementerian Agama RI. Zahratul Murīd fī Bayāni Kalimatit Tauḥīd berbahasa campuran antara bahasa Melayu dan bahasa Aceh. Naskah ini menggunakan aksara jawi dan memiliki 44 halaman 21 baris. Kondisi fisik dari naskah tersebut saya temukan terdapat bolong-bolong di beberapa halaman, namun bolongan tersebut tidak terlalu menganggu pembaca dalam meneliti naskah. Bagian pertengahan halaman naskah ini juga seperti terkena air, sehingga naskah terlihat hitam samar-samar. Keunikan dari naskah ini yaitu pada setiap halaman rekto terdapat kata alihan untuk memudahkan pembaca atau peneliti dalam mencari kelanjutan halaman dengan halaman berikutnya. Kualitas foto dari naskah ini juga sudah sangat baik. Saya sudah mencoba dengan nge-zoom foto naskah tersebut dan hasil nya tidak blur.
ADVERTISEMENT
Naskah Zahratul Murīd fī Bayāni Kalimatit Tauḥīd merupakan naskah karangan Abdussamad al-Palembani. Abdussamad ialah seorang ulama sekaligus penulis kitab-kitab sufi yang berasal dari Palembang. Menurut Dr. Amran Muhammad dalam website http://www.muafakatmalaysia.org/, naskah Zahratul Murīd fī Bayāni Kalimatit Tauḥīd ditulis 1764 M. Naskah ini berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan tauhid, salah satunya yaitu membahas kalimat La ila ha Illa Allah. Pembahasan lain mengenai tauhid yang tertera di dalam naskah ini yaitu mengenai larangan menuduh seseorang dengan perkataan kafir yaitu mencela,membongkar aib orang di masyarakat, maka perbuatan seperti ini tidak diperbolehkan.
Melihat pemaparan mengenai naskah Zahratul Murīd fī Bayāni Kalimatit Tauḥīd, sudah seharusnya masyarakat Indonesia harus melek akan adanya budaya bangsa yang berupa manuskrip ini. Dengan membaca manuskrip kita akan mengetahui informasi tentang apa yang terjadi di masa lalu dan informasi tersebut dapat menjadi pembelajaran untuk masa sekarang atau masa yang akan datang.
ADVERTISEMENT