Konten dari Pengguna

Merayakan Bahasa Indonesia

Ahmad Bahtiar
Peminat bahasa dan sastra Indonesia serta pengajarannya
29 Oktober 2020 14:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Bahtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ahmad Bahtiar
Memasuki bulan Oktober, banyak kegiatan terkait bahasa Indonesia. Bahkan, Kongres Bahasa Indonesia (KBI), acara lima tahunan bahasa, juga selalu dilaksanakan bulan ini. Berbagai kegiatan untuk merayakan bulan bahasa tersebut dilaksanakan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, atau biasa dikenal Badan Bahasa dan balai bahasa di daerah-daerah. Kegiatan serupa dilaksanakan kampus-kampus, komunitas, musyawarah guru bahasa, dan sekolah-sekolah.
ADVERTISEMENT
Oktober dianggap bulan bahasa karena peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang menghasilkan kesepakatan, “Berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, bertanah air yang satu, tanah air Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Sumpah itu tidak hanya memberi “tenaga” kepada bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan, tetapi dianggap kelahiran bahasa Indonesia, bahasa yang mempersatukan berbagai suku bangsa dan golongan di Indonesia.
Meskipun demikian, ada peristiwa penting yang dianggap kelahiran bahasa Indonesia yaitu Kongres Pemuda I, 30 April – 2 Mei 1926. Dalam Masa-masa Awal Bahasa Indonesia (2010), Harimurti Kridalaksana, ahli bahasa UI, menceritakan peristiwa itu serta peran M. Tabrani. Selama ini, ia dikenal tokoh jurnalistik dan pergerakan nasional. Namanya tenggelam oleh Muhamad Yamin, Sanusi Pane, Sutan Takdir Alisyahbana, dan tokoh lainnya dalam perbicangan bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mohamab Tabrani Soerjowitjirto, atau biasa dikenal M. Tabrani lahir di Pamekasan, Madura, 10 Oktober 1904 dan meninggal di Jakarta, 12 Januari 1984. Sebagai wartawan, ia memimpin harian Soeloeh Indonesia, Ketua Perdi (Persatuan Jurnalis Indonesia), dan anggota perancang Perundang-undangan Pers. Bersama Wilopo mendirikan Instituut Journalistiek dan Pengetahuan Umum. Ilmu jurnalistiknya diperoleh di Berlin Universitat dan Koln Universitat. Selama di Jerman, M. Tabrani melawat ke beberapa kota di Eropa menjadi kontributor harian Belanda, De Telegraaf dan Het Volk.
Dalam pergerakan, ia aktif di Jong Java dan ikut memperjuangkan Petisi Soetarjo (1936). Tahun 1926, ia menganjurkan Kongres Pemuda I dan menjadi ketua panitianya dengan Djamaludin Adinegoro, yang juga wartawan, sebagai sekretaris panitia. Kongres dengan nama resmi Het eerste Indonesische Jeugd-congres itu dihadiri wakil organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Studerenden Minahasaers, Jong Bataks Bond dan Pemuda Kaum Theosofi.
ADVERTISEMENT
Sebagai ketua panitia, M. Tabrani membuka kongres tersebut dengan sambutannya yang menekankan pentingnya bahasa persatuan untuk mengutarakan kebudayaan masa depan Indonesia. Salah satu bahasa yang memiliki modal menjadi bahasa persatuan adalah bahasa Melayu. Ia pun ikut merumuskan putusan kongres bersama Muhammad Yamin, dan Sanusi Pane, dan Djamaludin Adinegoro.
Saat kongres akan berakhir, para perumus masih mempermasalahkan apakah akan menyebut bahasa persatuan bangsa Indonesia itu bahasa Melayu, sesuai bahasa yang dimasud perbicangan-perbingan dalam kongres itu. Muhamad Yamin memiliki pemikiran bahwa namanya tetap bahasa Melayu sesuai konsep rumusan sumpah pemuda yang diusulkannya, yaitu, 1) “Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia; 2) Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; 3) Kami putra dan putri Indonesia menjungjung bahasa persatuan bahasa Melayu.” Konsep itu didukung oleh Djamaludin Adinegoro.
ADVERTISEMENT
Tabrani dengan dukungan Sanusi Pane, menyetujui butir 1 dan 2 tetapi menolak butir nomor 3. Ia berpendapat, kalau tumpah darah dan bangsa disebut Indonesia, maka bahasa persatuannya harus bahasa Indonesia dan bukan bahasa Melayu. Usul itu disetujui bersama pada 2 Mei 1926, walaupun diterima Muhamad Yamin dengan berat hati. Kesepakatan tersebut menghasilkan keputusan pemuda I yang dikukuhkan dengan suara bulat dalam Kongres Pemuda II, 27 – 28 Oktober 1928 yang dipimpin Sugondo Joyopuspito. Keputusan Kongres Pemuda II tersebut berupa sumpah pemuda yang kita kenal selama ini. Peran M. Tabrani dalam menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan juga diungkap Ajip Rosidi dalam “Bahasa Indonesia, Bahasa Kita” (Kompas, 01/01/2000).
ADVERTISEMENT
Karena itu, Kridalaksana berpendapat 2 Mei 1926 adalah hari kelahiran bahasa Indonesia, yakni ketika M. Tabrani menyatakan bahwa bahasa bangsa Indonesia sebagai sebagai bahasa persatuan haruslah bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu.
Sebagai penghargaan, M. Tabrani diabadikan sebagai nama gedung di Badan Bahasa. Selain itu, badan di bawah Kemendikbud ini mengusulkan namanya sebagai jalan di DKI Jakarta dan pahlawan nasional. Penghargaan itu akan terasa lengkap apabila peristiwa bahasa dalam Kongres Pemuda I ditetapkan sebagai kelahiran bahasa Indonesia. Sehingga perayaan bulan bahasa bukan Oktober melainkan Mei. Pada bulan itu, bangsa Indonesia merayakan Hari Pendidikan (2 Mei) dan Hari Kebangkitan Nasional (20 Mei), dual hal yang memiliki kaitan erat dengan bahasa Indonesia. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar dan bahasa yang wajib diajarkan di berbagai tingkatan pendidikan. Dalam proses kelahirannya, bahasa Indonesia merupakan pemersatu golongan dan kelompok yang membangkitkan kesadaran berbangsa dan bertanah air satu, yaitu Indonesia. Dengan demikian, kegiatan bulan bahasa bukan hanya merayakan kelahiran bahasa Indonesia juga merayakan kedua hari besar nasional tersebut.
ADVERTISEMENT