Fenomena Kampanye Digital pada Pemilu, Dapatkah Menjadi Solusi Ramah Lingkungan?

Ahmad Fajar Maulana
Mahasiswa Pascasarjana Program Master of Arts (MA) in Digital Transformation and Competitiveness, Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
15 Januari 2024 14:09 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Fajar Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Potret maraknya alat peraga kampanye di sepanjang jalanan Jakarta (Dokumentasi Penulis)
zoom-in-whitePerbesar
Potret maraknya alat peraga kampanye di sepanjang jalanan Jakarta (Dokumentasi Penulis)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Narasi para kontestan pemilu terkait inisiasi ramah lingkungan mereka, nyatanya bertolak belakang dengan aksi kampanye yang dilakukan. Selama periode kampanye, para peserta pemilu berusaha mengoptimalkan untuk menyampaikan gagasan atau sekadar memperkenalkan diri kepada masyarakat publik. Kegiatan kampanye ini dilakukan para kontestan dengan berbagai cara, baik secara alat peraga fisik maupun non-fisik.
ADVERTISEMENT
Merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum, ada beberapa larangan yang perlu diperhatikan, seperti penempelan/pemasangan di tempat umum (sekolah, fasilitas kesehatan, hingga sarana dan prasarana publik). Selain itu juga pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) dilarang untuk dipasang dengan merusak pohon. Melihat fenomena ini, isu kerusakan fasilitas umum dan sampah yang ditimbulkan akibat penggunaan APK fisik selama pemilu menjadi sorotan.
Pada Pemilu 2019 kemarin, timbulan sampah yang dihasilkan di Jakarta saja telah mencapai 260 ribu materi kampanye (VOA, 2019) dan akan lebih banyak dari akumulasi daerah lainnya. Timbulan sampah ini akan terus terjadi apabila tren kampanye digital (media sosial maupun iklan) belum menjadi prioritas bagi para peserta pemilu.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri, jumlah pengguna internet mencapai 202 juta orang (Databoks, 2023) yang berpotensi dapat menerima materi kampanye yang dilakukan secara digital. Beberapa platform media sosial populer memiliki banyak pengguna, seperti Instagram (104,8 juta pengguna), Twitter/X (25,25 juta pengguna), Tik Tok (106,5 juta pengguna), YouTube (139 juta pengguna) hingga Facebook (198,3 juta pengguna).
Melihat angka dari jumlah pengguna media sosial di Indonesia tersebut, menunjukkan potensi peralihan alat kampanye secara digital sebagai hal yang perlu dikuatkan pada pemilu selanjutnya. Penggunaan pendekatan digital dalam kampanye elektoral ditunjukkan dalam Report on the 2019 Elections to the European Parliament (COM 2020) 252 Final) yang menyatakan bahwa pemilih muda dan pemilih pertama mendapatkan informasi yang lebih detail terkait kampanye melalui berita online yang diperoleh melalui platform digital.
ADVERTISEMENT

Potensi penguatan kampanye digital dalam upaya meminimalisir dampak lingkungan

Pemberlakuan kampanye digital pada periode kampanye pemilu menjadi hal baru yang perlu dieksplorasi lebih jauh. Hal ini menjadi peluang pengurangan timbulan sampah yang diharapkan dapat mencapai 50% dari total timbulan sebelumnya.
Beberapa manfaat yang diperoleh terkait potensi pengurangan limbah materi kampanye fisik, perusakan fasilitas publik, hingga meminimalisir adanya polusi visual. Namun, tantangan lain dalam penggunaan platform digital adalah kesiapan literasi digital masyarakat untuk dapat memilah dan memilih informasi sehingga dapat mencegah tersebarnya misinformasi dari materi yang disampaikan.
Hal ini juga menjadi poin yang dapat ditambahkan lebih detail pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum mengenai teknis pelaksanaan kampanye secara digital. Namun, tentunya prinsip kesadaran penuh dari para peserta pemilu menjadi poin utama mengenai pelaksanaan kampanye yang lebih bertanggung jawab dan ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT