Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Teknologi ChatGPT dan Konsep Menuntut Ilmu di Tengah Perkembangan Digital
11 Maret 2024 16:40 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ahmad Fajar Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ramadan 2024 menjadi momen tepat untuk merefleksikan konsep menuntut ilmu di tengah perkembangan digital
Berbagai platform digital hadir untuk memberikan kemudahan bagi aktivitas keseharian manusia, termasuk dengan adanya ChatGPT–platform berbasis artificial intelligence dalam membantu memberikan semua informasi. Penggunaan ChatGPT pun telah menuai banyak pro-kontra dari berbagai kalangan masyarakat. Narasi ChatGPT yang memiliki bias informasi seringkali dikaitkan dengan urgensi etika dalam penerapannya, termasuk dalam proses kegiatan belajar.
ADVERTISEMENT
Salah satu kitab yang legendaris dalam membahas proses menuntut ilmu adalah Kitab Alala karya Imam Al Zarnuji dan juga Kitab Ta’lim Mutaallim. Dalam kitab tersebut, dijelaskan bahwa terdapat enam syarat keberhasilan proses mendapatkan ilmu, yaitu kemampuan daya ingat (kecerdasan), kecintaan pada ilmu (semangat belajar), kesabaran, biaya, bimbingan seorang guru, dan waktu/periode yang lama (Busthomy dan Muhid, 2020) . Dalam konteks kontroversi ChatGPT, aspek keterlibatan bimbingan dari seorang guru menjadi hal penting yang perlu disorot. Penggunaan ChatGPT sebagai tools dalam mencari informasi tidak dapat dijadikan sumber utama, terlebih hingga menyampingkan kebutuhan seorang guru. Proses evaluasi dan kroscek ulang perlu selalu dilakukan dalam penggunaan ChatGPT untuk memverifikasi sumber informasi. Hal ini diperkuat dengan hasil riset dari Forbes (2023) yang menunjukkan 76% responden menyadari dan merasa khawatir dengan misinformasi yang dihasilkan dari interaksi melalui ChatGPT.
ADVERTISEMENT
Tantangan misinformasi atau bias informasi ini sering dibahas menjadi hal yang perlu diperhatikan saat proses mencari ilmu. Dalam sudut pandang islam, terdapat istilah sanad ilmu, atau biasa disebut sumber ilmu yang dapat dijadikan acuan dan terpercaya. Sumber ilmu yang terus terjalin ini dapat disandarkan dengan adanya seorang guru yang idealnya akan terus terhubung hingga Nabi Muhammad SAW (Asyari, 2021) . Meskipun, bentuk dari keterhubungan sumber ilmu ini akan berkembang sesuai era digital yang hadir dalam berbagai inovasi. Faishol dan Mashuri (2022) menjelaskan bahwa peran seorang guru dalam menyampaikan ilmu dapat diwujudkan dengan melibatkan banyak media pembelajaran yang digunakan. Kehadiran sosok guru dalam proses pembelajaran tak hanya hadir secara fisik, namun juga hadir secara emosional. Kekuatan inilah yang tidak pernah tergantikan dengan inovasi teknologi apapun.
ADVERTISEMENT
Dalam menyikapi tren transformasi digital yang pesat, beberapa saran seperti, memahami sepenuhnya bahwa ChatGPT adalah alat bantu, bukan pengganti dari pembelajaran utama seperti buku dan guru. Selalu cek dan verifikasi sumber informasi, dan memastikan bahwa semua informasi yang diberikan tidak memiliki informasi, nilai, atau kebijakan yang ditambahkan. Hal ini juga menambah perspektif lain bahwa ternyata memang kehadiran ChatGPT bukan dirancang untuk meniadakan peran guru sepenuhnya, namun sebaliknya bahwa ‘ia’ lahir untuk menjadi alat bantu media pembelajaran yang dapat mempermudah proses belajar. Aspek rasa tanggung jawab dan sikap bijak menjadi hal penting untuk memastikan bahwa ChatGPT atau teknologi digital lain dapat tetap berjalan beriringan dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
(FM)