Ancaman Pandemi bagi Perempuan Buruh Pabrik

Ahmad Fatchur rohman
Mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang
Konten dari Pengguna
11 Januari 2022 12:09 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Fatchur rohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pekerja Perempuan di Pabrik Rokok. Sumber: pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pekerja Perempuan di Pabrik Rokok. Sumber: pexels.com
ADVERTISEMENT
Halo, Perkenalkan nama saya Ahmad Fatchur Rohman, saat ini saya sedang menempuh pendidikan sarjana di Prodi Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang. Pada kesempatan ini, saya ingin bercerita sedikit mengenai keresahan saya akan fenomena ancaman pandemi bagi buruh perempuan.
ADVERTISEMENT
Saya ingin berbagi tentang definisi perempuan. Menurut saya, hipotesis perempuan sebagai salah satu nomor dua dalam masyarakat bertahan hingga sekarang ini, berbagai pengetahuan ini berdampak pada harga diri yang kian rendah. Selain itu, pandemi COVID-19 telah meningkatkan beban kerja perempuan di rumah salah satunya beban kerja perempuan meningkat tiga kali lipat lebih banyak daripada laki-laki termasuk mencari nafkah. Perempuan memainkan peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan mencari nafkah pada saat bersamaan. Perempuan kini mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari baik utama maupun tambahan.
Saya melihat bahwa ada beberapa fenomena yang terjadi dalam masa pandemi COVID-19 saat ini mengubah ekonomi penghasilan bagi perempuan bekerja di pabrik rokok. Perempuan bekerja di pabrik rokok juga mengaku kesulitan dalam membagi keuangan keluarga karena banyak kebutuhan yang harus dipenuhi seperti kebutuhan makan, anak sekolah, rumah, listrik, dan kebutuhan jangka panjang lainnya. Hal ini karena adanya hubungan yang baik (Equilibrium) keseimbangan antara laki–laki dengan perempuan, mereka bekerja sama dalam menghadapi masalah ekonomi keluarga di tengah pandemi COVID-19 dengan bekerja untuk mencapai tujuan yang sama. Para perempuan bekerja di pabrik rokok yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja harus menghemat segala pengeluaran keluarga karena pendapatan dari hasil kerja berkurang karena situasi dampak pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Bagi saya perempuan bekerja di pabrik rokok bukan keinginan dia sendiri melainkan untuk mengangkat kesejahteraan dan ekonomi keluarga mau tidak mau perempuan lebih banyak bekerja di luar rumah menjadi karyawan pabrik dibandingkan mengurus keluarganya sendiri. Jika perempuan tidak ikut bekerja atau membantu perekonomian keluarga tidak akan cukup, sebab di masa pandemi ini banyak sekali laki-laki yang bekerja dari rumah karena situasi pandemi yang belum bisa dikontrol. Selama pandemi COVID-19 di Indonesia menerapkan serangkaian Pembatasan Sosial Berskala Besar. Beberapa kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya menerapkan sistem Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk menekan penyebaran COVID-19. Pembatasan Sosial Berskala Besar justru merugikan negara yang parah sebulan kerugian negara bisa dibayangkan kurang lebih Rp 294,85 triliun, jika dihitung dengan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar di kota Bandung bisa menimbulkan kerugian Rp 517,5 triliun.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, bagi yang masih bekerja maupun di pemutusan hubungan kerja akan mengalami potongan gaji. Di bawah kondisi isolasi dan penurunan pendapatan ekonomi seperti itu, dampaknya bisa berupa Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini akan menimbulkan stres dan emosi karena biaya kebutuhan hidup. Kemudian dapat terjadi pelampiasan emosi kepada perempuan serta anak di rumah. Tekanan meningkat menyebabkan kekerasan fisik dan penelantaran anak di antara orang tua, serta belum lagi proses belajar anak di rumah berarti beban pendidikan di sekolah sebelumnya selama bagian terbesar Pembatasan Sosial Berskala Besar ada di keluarga. Selain itu, subsidi bantuan dari negara tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
Ilustrasi Buruh Perempuan. Foto: AFP
Saya melihat bahwa ada keterbukaan informasi saat ini pada ancaman COVID-19 jika kalau semakin tinggi dapat menimbulkan sebuah penurunan dari sektor pendapatan yang semakin merosot sehingga berdampak bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia, serta apabila pemerintah kian lama menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar maka dari itu pendapatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah akan terus menurun drastis. Namun tentu tidak akan jauh berbeda dengan permasalahan dalam kota-kota lainnya. Perempuan justru terbebani lagi mendapatkan pekerjaan yang lebih ekstra berat dari biasanya seperti halnya beban mendidik anak, melayani suami, dan mengurus keadaan dalam rumah. Bahkan, kemungkinan terpapar virus lebih besar karena keluar rumah untuk belanja, serta mencari penghasilan buat keluarga supaya dapat memenuhi beban biaya kebutuhan sehari-hari selama pandemi. Perempuan terjerat di sebuah pekerjaan-pekerjaan yang mana semestinya dapat digantikan oleh peran laki-laki. Selama Pembatasan Sosial Berskala Besar laki-laki dan perempuan harus berada di rumah, sedangkan perempuan justru malah bertambah kesibukannya dalam melakukan pekerjaan rumah.
ADVERTISEMENT
Sementara dari peran gender ini dapat berubah sewaktu-waktu serta dapat berbeda antara satu kultur dengan kultur lainnya. Hal ini terjadi karena salah satu dari sebuah kontraksi ekonomis yang mana perempuan harus melangkah mencari nafkah. Meskipun demikian, status perempuan seharusnya dalam keluarga tidak dapat disebut dengan istilah “kepala rumah tangga”. Perempuan salah satu yang melangkah mencari nafkah utama, tetapi berada pada pedoman status “istri” dan “ibu” yang dapat dilihat dengan aktivitas domestik, dan merawat anak. Sedangkan laki-laki yang tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk mencari nafkah malah tetap memiliki status sebagai “kepala rumah tangga”. Oleh sebab itu memposisikan laki-laki sebagai pemimpin dalam keluarga. Pada dasarnya, perempuan menduduki dalam posisi sebagai subordinat dari dominasi laki-laki dan juga berdampak sebagai sebuah relasi yang kurang adil serta bersifat vertikal seperti majikan-bawahan.
ADVERTISEMENT
Menurut saya, masa pandemi ini jerih payah usaha yang dilakukan oleh perempuan pekerja di pabrik rokok yang mengalami dampak dari adanya pemerintah dalam penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk meminimalisir jumlah korban yang terpaparnya virus COVID-19. Penurunan dari sektor pendapatan yang merosot sangat drastis ini telah berpengaruh pada pemasukan perekonomian keluarga. Sedangkan pengeluaran pada masa pandemi lebih banyak salah satu dengan naiknya tagihan listrik dan air. Kebutuhan sekunder lainnya yang harus dipenuhi selama masa pandemi seperti masker, pulsa internet, dan bahan pokok pangan pun telah mempengaruhi keuangan dalam keluarga. Oleh karena itu, pemerintah harus mencarikan bantuan sosial berupa bahan pokok maupun sekunder bagi masyarakat di masa pandemi ini buat kebutuhan sehari-harinya, serta juga pemerintah perlu mengambil kebijakan dalam penanganan masalah ketidakadilan gender yang kejadiannya sangat banyak di Indonesia.
ADVERTISEMENT