Kegagalan Kartu Prakerja sebagai Instrumen Pengaman Sosial Covid-19

Ahmad Fauzan Nasrulloh
Sekretaris Pimpinan Wilayah Hima Persis DKI Jakarta
Konten dari Pengguna
4 Juli 2020 12:56 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Fauzan Nasrulloh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi polemik program kartu prakerja di tengah Pandemi Covid-19. Sumber: instagram.com/poliklitik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi polemik program kartu prakerja di tengah Pandemi Covid-19. Sumber: instagram.com/poliklitik
ADVERTISEMENT
Pandemi covid-19 tidak hanya menggempur sektor kesehatan Indonesia, sektor ekonomipun dibuat lesu olehnya. Seiring adanya kebijakan PSBB guna menekan angka penyebaran, membuat berbagai kegiatan ekonomi menjadi lumpuh. Tidak heran para pengusaha mengambil kebijakan merumahkan pegawainya, begitupun tidak sedikit yang terpaksa melakukan PHK. Angka pengangguran pun meroket dalam kurun waktu yang sangat singkat.
ADVERTISEMENT
Beberapa perusahaan mungkin dapat menanggulangi masa-masa sulit ini. Kalaupun terpaksa melakukan perampingan, mereka masih memiliki kemampuan untuk memberikan pesangon. Namun tidak sedikit pegawai yang tidak bernasib baik seperti itu. Terlebih sejak awal angka pekerja informal dan pengangguran di Indonesia tidaklah sedikit.
Pemerintah tak tinggal peran mengeluarkan kebijakan jaring pengaman sosial untuk hadapi situasi pandemi saat ini. Terkhusus perihal fenomena PHK massal ini, meluncurkan insentif selama 4 bulan melalui program kartu prakerja. Meskipun sedari awal berbagai penolakan muncul, program semi bansos ini terus dilanjutkan. Dengan angka Rp 20 triliun seakan memberikan harapan kepada sebagian masyarakat terdampak. Namun pada kenyataannya sampai pertengahan juni ini, angka penerima manfaat hanya 477.971 orang yang sudah menuntaskan minimal satu pelatihan daring dan hanya 361.209 orang saja yang telah menerima insentif pada bulan pertama.
ADVERTISEMENT
Angka di atas sangat jauh bila dibandingkan target coverage kartu prakerja sebagai jaring pengaman sosial yang berada pada angka 5,6jt jiwa. Program yang awalnya digadang-gadang dapat menjadi solusi penekanan angka pengangguran di Indonesia teramat prematur untuk dijadikan instrumen bantuan atau pengaman sosial di saat seperti ini. Terlebih skema cash transfer yang lebih urgen dibutuhkan masyarakat, karena permasalahan dilapangan bukan lagi bagaimana caranya mendapatkan pekerjaan, melainkan lebih ke arah hari ini makan atau tidak makan.

Keras Kepala Pemerintah dan Kebermasalahan Kartu Prakerja

Banyaknya pakar dilingkungan penguasa tidak menjadikan pemerintah bijak mengambil langkah. Mereka seakan tak menghiraukan berbagai pihak yang memberikan masukan. Sejak awal banyak yang mengkritisi skema insentif pengaman sosial covid-19 melalui instrumen kartu prakerja. Sedikit manfaat dan lebih banyak madharatnya, terkhusus pada situasi genting seperti ini. Salah seorang yang angkat bicara adalah Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Mardani Maming. Menurutnya, bantuan langsung tunai dirasa lebih tepat digelontorkan kepada pegawai yang dirumahkan untuk dapat bertahan selama masa pandemi. Pasalnya, banyak karyawan yang dirumahkan bukan karena buruknya kinerja perusahaan tapi terdampak pandemi covid-19.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Mardani, Alamsyah anggota Ombudsman RI pun mengkritisi kartu prakerja. Menurutnya, anggaran 20 triliun lebih baik digunakan sebagai bantuan sosial warga yang terdampak. Karena bansos lebih urgen dibandingkan pelatihan daring. Meskipun pelatihan pun penting juga dilaksanakan nanti setelah pandemi selesai. Masukan dari lembaga pengawas kebijakan publik ini masuk akal, karena jikalau pemerintah salah ambil tindakan dan menyebabkan tujuan PSBB lambat tercapai maka cost yang ditanggung pemerintah lebih besar. Terlebih kekurangan program kartu prakerja ini tidak sebatas apa yang telah di uraikan di atas saja.
Setidaknya ada empat masalah yang berada pada program yang dipimpin oleh Menko Perekonomian ini, sebagai komite cipta kerjanya. Mulai dari digunakannya sistem acak dalam seleksi penerima kartu prakerja. Bagaimanapun metode ini dapat dipertanggungjawabkan, namun kenyataanya di lapangan keberuntunganlah yang berlaku. Selanjutnya, terjadi inefisiensi anggaran Negara dengan konten pelatihan yang sejatinya bisa didapat dengan cuma-cuma di kanal streaming video, namun harus memakan anggaran yang tidak sedikit. Terlebih hal ini terjadi di saat masyarakat mengalami kesulitan.
ADVERTISEMENT
Permasalahan lainnya manajemen pelaksana kurang cekatan dalam menanggulangi temua masalah, hal ini terlihat dari 211.871 orang yang belum menerima insentif bulan pertama karena permasalahan teknis identitas rekening yang berbeda dengan akun penerima. Padahal harusnya sudah kali kedua mereka mendapatkan insentif awal juni lalu. Sangat disayangkan institusi setingkat Negara kalah saing dengan swasta dalam mengembangkan sistem. Terakhir, KPK meminta pemerintah untuk menunda dan mengevaluasi program prakerja yang sudah berjalan. Hal ini berkaitan dengan temuan potensi penyimpangan yang ada di dalamnya.

Gagal Tanggulangi Masyarakat Terdampak Covid-19

Belakangan ini viral video Presiden Joko Widodo yang marah dan ancam reshuffle Menteri pada sidang kabinet tanggal 18 Juni silam. Beliau terlihat kesal dengan lambatnya penanggulangan permasalahan covid-19. Pun demikian dengan masyarakat, yang tidak hanya kesal bahkan merasakan kesulitan secara langsung. Seakan pemerintah memberikan harapan palsu dengan dana penanggulangan covid-19 yang mencapai angka Rp 405,1 triliun. Bidang kesehatan yang dianggarkan Rp 75 triliun saja hanya 1,53% yang baru tersalurkan. Begitupun dengan bansos yang belum 100% penyalurannya. Termasuk kartu prakerja yang baru 10,24% atau 573.080 peserta saja dari total target peserta dan anggaran yang telah ditetapkan. Padahal Kadin Bidang UMKM sudah menyebutkan setidaknya ada 15 juta orang korban PHK terdampak covid-19, bahkan bisa mencapai 40 juta orang yang menganggur.
ADVERTISEMENT
Fenomena di atas bukan hanya menggambarakan kegagalan kartu prakerja menjadi jaring pengaman sosial covid-19, namun ketidakseriusan pemerintah. Seakan-akan total dana yang dianggarkan sejak awal tidak disiapkan untuk peruntukannya. Manajemen pelaksana dan pihak lain yang terkait dengan sengaja menjaga keran anggaran agar tetap kecil dalam penyalurannya. Sehingga, membiarkan masyarakat bertaruh nyawa sendiri di masa-masa sulit ini.
Ahmad Fauzan Nasrulloh
(Sekretaris PW Hima Persis DKI Jakarta)