Bullying: Ketika Roda Kehancuran Berbaur dengan Realita

Ahmad Fazlur Rahman
A student, majoring in psychology, Universitas Brawijaya. Penulis dadakan. Sering melantur.
Konten dari Pengguna
3 Desember 2022 21:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Fazlur Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bullying, oleh Mikhail Nilov: https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-orang-duduk-anak-kecil-kursi-7929419/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bullying, oleh Mikhail Nilov: https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-orang-duduk-anak-kecil-kursi-7929419/
ADVERTISEMENT
Kita semua pasti pernah mendengar salah satu kasus yang rasa-rasanya menjadi berita paling "menjamur" di sekitar media cetak maupun media massa. Jagat media maya pun sering dibombardir dengan berita tersebut yang kemunculannya tampaknya tak pernah usai. Hari demi hari berlalu seakan-akan melahirkan kasus yang sama, lagi dan lagi, hanya tempat dan kondisinya yang berbeda-beda. Beruntungnya dengan media sosial, kasus-kasus tersebut dapat booming dalam waktu yang singkat setelah berita tersebut di-post. Dimulai dari ranah SD, SMP, SMA, perguruan tinggi, hingga ke ranah pekerjaan pun sepertinya sudah akrab sekali dengan kasus yang satu ini. Siapa lagi kalau bukan bullying, sang "penghancur anak bangsa".
ADVERTISEMENT

"Lebih Dekat" dengan Bullying

Ironis memang, kita yang sehari-hari selalu saja menemukan adanya kasus bullying dituntut untuk lebih dekat dengan bullying tersebut. Namun, konsepsi dan perspektif masyarakat yang berbeda-beda dalam mendefinisikan bullying menjadi suatu permasalahan bersama bagi kita untuk lebih mengerti dengan apa yang dimaksud bullying itu sendiri. Bullying atau dalam bahasa Indonesia disebut perundungan menurut Sejiwa (2008) adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya.
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa bullying merupakan segala bentuk tindakan yang ditujukan untuk menyakiti seseorang. Tindakan tersebut tidak hanya bisa dilakukan secara verbal, tetapi juga secara fisik maupun psikologis yang mana akan dapat menyebabkan trauma yang mendalam terhadap korbannya. Sering kali bullying dilakukan oleh para pelaku yang meyakini diri mereka lebih superior dibandingkan sang korban. Oleh sebab itu, kasus-kasus bullying yang terjadi di lingkungan masyarakat khususnya sekolah seringnya menimpa korban yang umumnya memiliki sifat tertutup dan pemalu. Namun, bukan berarti bahwa seseorang yang terkenal terbuka dan easy-going tidak bisa menjadi seorang korban bullying. Perundungan itu umumnya tidak mengenal siapa yang menjadi pelakunya. Selagi para pelaku merasa memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dan akhirnya menyalahgunakannya, bullying akan dapat selalu terjadi.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan jenisnya sendiri, Coloroso (2007) menjelaskan bahwa bullying terbagi menjadi tiga jenis, yaitu bullying fisik yang melibatkan adanya unsur penindasan secara fisik (misalnya mencekik, memukul, menendang, melempari korban dengan barang, dan sejenisnya), bullying verbal yang melibatkan adanya unsur celaan (misalnya penghinaan, kritik kejam, tuduhan fitnah, gosip, dan sebagainya), dan bullying relasional yang melibatkan adanya unsur pengucilan (misalnya pengabaian, penghindaran, tindakan penyingkiran, dan lain-lain). Selain dari tiga jenis tersebut, sebetulnya ada lagi yang tidak kalah merusaknya, yaitu cyber-bullying yang melibatkan adanya unsur media massa dalam tindakan bullying-nya.

Penyebab Terjadinya Bullying, Cuma Keluarga?

Berikut ini adalah beberapa faktor penyebab terjadinya bullying, yaitu:

1. Lingkungan Hidup

Menurut Ariesto (2009), bullying dapat diakibatkan dari seorang pelaku yang berasal dari keluarga bermasalah, sering kali akibat adanya kekerasan dalam rumah tangga keluarga tersebut. Misalnya saja, seorang anak yang menjadi korban kekerasan akibat dari orang tuanya sendiri akan memiliki kecenderungan untuk mempelajari perilaku-perilaku kekerasan yang dilakukan oleh orang tuanya dan kemudian menirukan hal yang sama kepada teman-temannya. Selain dari keluarga, haus akan atensi juga menjadi faktor di mana pelaku bullying terdorong untuk melakukan tindak bullying akibat adanya para pendukung berupa teman atau rekan sebayanya (CNBC Indonesia, 2022).
ADVERTISEMENT

2. Sekolah dengan Kebijakannya

Menurut CNBC Indonesia (2022), manajemen dan pengawasan disiplin sekolah yang lemah mengakibatkan munculnya bullying di sekolah. Hal ini juga dapat kita temukan dalam banyaknya kasus bullying yang terjadi di sekolah, di mana acap kali pihak sekolah sendiri tidak mau ambil pusing dengan kasus bullying yang terjadi dan lebih memilih untuk melabeli kasus tersebut sebagai "senda gurau siswa", salah satu contoh kasusnya yaitu di sini.

3. Efek Media Sosial

Media sosial yang dipenuhi dengan banyak sekali ilustrasi, video, film, maupun cerita yang seakan "mewajarkan" adanya perundungan menjadi suatu roda kematian bagi kehidupan masyarakat itu sendiri. Pelaku bullying bisa saja meniru adegan-adegan bullying dari internet, kemudian dirinya viral di media sosial karena terjerat kasus bullying, lalu salah seorang pengguna media sosial melihat tindakannya dan menerapkannya di lingkungan hidupnya, dan akhirnya siklus berulang.
ADVERTISEMENT

Akibat Bullying, Hanya Trauma?

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Waliyanti & Kamilah (2019) terkait dengan akibat dari bullying kepada pelaku serta korban dalam rentang usia dewasa awal (adolescence) mengungkapkan bahwa akibat yang diterima oleh pelaku bullying adalah mereka cenderung akan dijauhi dan ditakuti oleh teman sebayanya. Namun, tak jarang juga mereka mendapatkan hukuman tergantung dari tempat atau kondisi saat mereka melakukan tindak bullying tersebut. Sementara itu, dari sisi korban sendiri, mereka cenderung akan menjauhi para pelaku bullying atau kelompok mereka dan bahkan dapat mengembangkan keinginan untuk bunuh diri. Tak jarang juga korban akan menjadi seorang pelaku bullying di kemudian harinya. Dilihat dari segi dampaknya, bullying akan sangat merusak bagi para korbannya.
ADVERTISEMENT
Dampak bullying secara garis besarnya akan menimbulkan gangguan psikis yang berkepanjangan bagi para korbannya, bahkan memunculkan masalah kesehatan mental. Meaghan Warner dalam UT Health Houston (2021) mengatakan bahwa korban bullying dapat mengembangkan depresi dan gangguan kecemasan yang dalam beberapa kasus juga dapat berkembang menjadi gangguan stres akut atau gangguan stres pascatrauma.
Referensi:
Ariesto, A. (2009). Pelaksanaan Program Antibullying Teacher Empowerment. Retrieved December 3, 2022, from http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123656-SK%20006%2009%20Ari%20p%20-%20Pelaksanaan%20program-Literatur.pdf
Coloroso, B. (2007). The Bully, The Bullied, and The Bystander. New York: HarperCollins.
TimRedaksi. (2022). Memahami Apa Itu Bullying, Penyebab, dan Cara Mengatasinya. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20220722152857-33-357801/memahami-apa-itu-bullying-penyebab-dan-cara-mengatasinya
TimSejiwa. (2008). Bullying: Panduan bagi Orang Tua dan Guru Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan. Jakarta: Grasindo.
ADVERTISEMENT
Waliyanti, E., & Kamilah, F. (2019). Bullying of adolescent in Yogyakarta: Responses and impacts. JKKI: Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Indonesia, 10(3), 268-269. doi: https://doi.org/10.20885/JKKI.Vol10.Iss3.art9
Warner, M. (2021). The impact of bullying on mental health. UT Health Houston McGovern Medical School. https://med.uth.edu/psychiatry/2021/03/12/the-impact-of-bullying-on-mental-health/
Zakiyah, E. Z., Humaedi, S., Santoso, M. B. (2017). FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REMAJA DALAM MELAKUKAN BULLYING. Jurnal Penelitian dan PPM, 4 (2), 129-389. doi: https://doi.org/10.24198/jppm.v4i2.14352