Kehidupan di Pojok Kantin Cinta

Ahmad Haetami
Mahasiswa Sastra Indonesia - Universitas Pamulang Tulisannya Rohani, Kelakuannya Rohalus
Konten dari Pengguna
19 September 2023 9:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Haetami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bayangan masa depan, gambar; dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Bayangan masa depan, gambar; dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Bu, apa kabar?" kalimat yang menggores di kepala laki-laki yang mulai kehilangan arah di tengah arus kehidupan yang segalanya terlalu cepat bergerak dinamis. Laki-laki itu rupanya tampak kusut, tatapan tajam menggambarkan pikirannya yang nampak kosong se-kosong harapannya pada gambaran masa depan.
ADVERTISEMENT
Di kantin cinta; istilah yang diberi teman yang biasa disapa Dul. Lelaki itu terduduk sendiri di pojokan warung yang tengah ramai pengunjung. Rata-rata pengunjung yang menghampiri kantin itu mahasiswa yang berkegiatan di pagi dan menjalani aktivitas kuliah di malam hari. Di atas meja tempat mereka menikmati santapan, dengan nada ceria mereka bercengkrama satu sama lain dengan teman-teman sekelasnya.
Lelaki itu rupanya menguping pembicaraan dari pojokan kantin, "heh, gimana kerjaan lu?" Ucap pengunjung di barisan meja ketiga bertanya kepada teman dihadapannya, "proposal skripsi lu udah sampai bab berapa?", "omset gue hari ini Alhamdulillah naik!" Kalimat dan tanya yang terdengar, menghampiri dan menusuk isi kepala lelaki yang nampak terlihat dengan tubuhnya yang kurus itu.
ADVERTISEMENT
Ia nampaknya risih dengan isi kepalanya. Beberapa teman sebayanya yang duduk di kursi baris kedua terlihat gembira dengan beberapa titik pencapaian. Lelaki kurus itu mengutuk isi pikirannya sendiri. Payah, jiwanya kalah dengan relaitas yang menghampiri dirinya.
Hubungan dengan ibunya nampak renggang, terasa tidak baik karena ulahnya sendiri. Beberapa kali telpon yang menghampiri tak pernah ia angkat. Dalam hatinya lelaki itu berkata "Aku malu, di usia yang menginjak dewasa ini masih saja menampan tangan pada orang tua".
Rupanya telpon terakhir yang ia terima beberapa bulan lalu. Pikirannya semakin meronta. Tatapan yang ia rasakan terlihat semakin nampak buram. Lelaki itu masih saja terdiam, ia kembali dihampiri pertanyaan demi pertanyaan. Tugas kuliah, orang tua, masa depan, perihal jodoh, kerjaan, skripsi. Pertanyaan itu kian memutar di kepalanya. Keraguannya perihal hari esok menjelma ketakutan.
ADVERTISEMENT
Khawatir dengan hari esok dan masa depan! bukankah Allah telah menjamin kebutuhan setiap makhluk yang hidup. Lalu, mengapa kau masih ragu dengan hal itu. Tak seharusnya hal yang diluar kendali membuatmu berlarut dalam keraguan.
"Jangan bersedih! Karena tuhan mengirimkan harapan disaat-saat paling putus asa. Jangan lupa, hujan paling lebat keluar dari awan tergelap". -Maulana Jalaluddin Rumi.
Pada akhirnya yang harus kita pelajari dari hidup adalah bagaimana cara menerima suatu keadaan tanpa harus menyalahkan takdir.