Konten dari Pengguna

Meneruskan Agenda Pendidikan Kiai Dahlan

Haris Ilham
Mahasiswa Pendidikan Profesi Guru, UMM.
10 Desember 2024 17:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haris Ilham tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Mufid Majnun on Unsplash. (unsplash.com/@mufidpwt)
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Mufid Majnun on Unsplash. (unsplash.com/@mufidpwt)
ADVERTISEMENT
Kiai Dahlan mengambil perhatian banyak pada masalah pendidikan. Saat itu, ia beranggapan bahwa praktik pendidikan yang kurang baik merupakan penyebab masyarakat terpuruk dan berada dalam penguasaan Belanda.
ADVERTISEMENT
Ada keyakinan di dirinya, bahwa masyarakat—terutama umat Islam—akan maju jika alam pikiran mereka tercerahkan. Pada 1 Desember 1911, ia menata ruang tamu rumahnya yang berukuran 2,5 m x 6 m, menyiapkan meja dan kursi. Hari itu, Kiai Dahlan mendirikan sebuah sekolah.

Dari Guru hingga Menteri Pendidikan

Muhammadiyah kini telah menjelma menjadi organisasi yang luar biasa besar. Siapapun pasti mengetahui Muhammadiyah yang selalu memiliki citra positif berkenaan dengan pengadaan pendidikan.
Satu hal menarik yang harus diketahui perihal pendirian awal Muhammadiyah, bahwa Kiai Dahlan adalah seorang guru. Ia mendirikan dan menjadi guru Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah di Kauman, Yogyakarta pada 1911. Pada kesempatan selanjutnya, ia melalui Muhammadiyah mendirikan Kweekschool Muhammadiyah, Mu’alimmin, Mu’alimat, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Bagi Kiai Dahlan, Muhammadiyah memang bermanfaat untuk menjadi semacam jala untuk menebar pendidikan secara berkelanjutan. Lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah semakin hari kian bertumbuh pesat di berbagai daerah.
Berdasarkan data dari Biro Pengembangan Organisasi PP Muhammadiyah, kini Muhammadiyah memiliki 35.584 sekolah PAUD hingga SMA, 125 pesantren, dan 172 perguruan tinggi. Di dalamnya, terdapat ratusan ribu pendidik. Tentu ini jumlah yang luar biasa.
Muhammadiyah sedari awal berdiri hingga hari ini memang lekat dengan kerja-kerja pendidikan. Maka tidak heran jika salah satu spot pemangku kebijakan pendidikan di pemerintahan kerap dianggap layak untuk diamanahkan pada tokoh Muhammadiyah.
Dan memang, Prof. Dr. Yahya A. Muhaimin (1999 – 2001), Prof. Dr. Abdul Malik Fadjar (2001 – 2004), Prof. Dr. Muhadjir Effendy (2016 – 2019) dan hari ini Prof. Dr. Abdul Mu’ti menjadi pemangku kebijakan pendidikan nasional. Tentu ini menjadi catatan menarik bagi warga persyarikatan, bahwa komitmen Muhammadiyah—termasuk anggota Muhammadiyah secara personal—pada pendidikan bangsa memang paripurna.
ADVERTISEMENT

Agenda Gerakan Ilmu

Muhammadiyah melalui Risalah Islam Berkemajuan hasil Muktamar ke-48 melihat gerakan ilmu sebagai perwujudan dari Islam Berkemajuan. Ilmu sangat diperlukan dalam kehidupan. Umat Islam dapat secara tepat dan baik dalam mengembangkan tatanan kehidupan bila memiliki modal ilmu yang baik.
Maka, hadirlah manifesto “Gerakan ilmu dalam Muhammadiyah” dan “Muhammadiyah sebagai Gerakan Ilmu”. Manifestasinya berupa berdirinya lembaga pendidikan, think tank, atau kegiatan keilmuan di dalam Muhammadiyah Komitmen ini dibangun sedari awal berdirinya Muhammadiyah.
Rapat umum Muhammadiyah pada 17 Juni 1920 memandang bahwa seluruh amal usaha dan kegiatan Muhammadiyah sudah tidak lagi mudah jika masih diurus langsung oleh jajaran PP Muhammadiyah. Maka musyawirin sepakat untuk membentuk empat unsur pembantu pimpinan yang meliputi: Bagian Sekolahan, Bagian Tabligh, Bagian Taman Pustaka, dan Bagian Penolong Kesengsaraan Umum (Mu’arif, 2022).
ADVERTISEMENT
Jika dicermati, tiga dari empat unsur yang didirikan kala Muhammadiyah ‘muda’ ini merupakan bidang yang melayani peningkatan kualitas umat melalui gerakan ilmu—dan tentu sekaligus gerakan amal. Sampai hari ini, jika ditelaah lebih dalam, berbagai amal usaha atau gerakan amal yang dilakukan oleh Muhammadiyah juga merupakan konsekuensi dari adanya gerakan ilmu.
Mengikuti pengajian, lalu mendirikan rumah sakit. Mengikuti pengajian, lalu mendirikan sekolah. Bersekolah, mendengarkan guru dan dosen, membangun jejaring, lantas membangun komunitas literasi, atau bekerja, berkhidmat untuk masyarakat. Semua kegiatan warga persyarikatan diawali dengan agenda gerakan keilmuan, dilanjutkan dengan gerakan amal.

Meneruskan Khittah Pendidikan

Kini Muhammadiyah telah menapaki tahun ke-112. Langkah memajukan pendidikan telah banyak ditorehkan. Sekolah berkembang pesat. Mimpi membangun universitas telah diwujudkan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, paradigma pendidikan neoliberal kian menjamur. Pendidikan seakan ditujukan untuk mengejar kebutuhan pasar semata—yang sampai hari ini belum terkejar. Pelajar diajarkan untuk terampil dan siap memasuki dunia kerja begitu saja. Padahal, seharusnya tidak demikian.
Meninjau ulang sejarah, Kiai Dahlan membumikan Islam melalui penerapan pendidikan yang kritis dan peka akan sekitarnya. Sebagaimana penjelasan Prof. Mu’ti (2019), pendidikan bagi Kiai Dahlan bukanlah sekedar sarana untuk mencetak manusia terampil, namun sekaligus sarana untuk dakwah amar makruf nahi munkar.
Maka menjadi tugas warga persyarikatan, para guru, hingga pemangku kebijakan pendidikan untuk memasifkan gerakan ilmu disertai gerakan amal. Melaksanakan pendidikan yang menyadarkan untuk menebar manfaat. Menebar manfaat yang disandarkan pada ilmu.