Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pandemi dan Rebranding ASN
23 Juli 2020 15:08 WIB
Tulisan dari Ahmad Juwari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi Covid-19 memicu perubahan lintas sektor termasuk di sektor publik/pemerintah. Sejak pandemi muncul akhir tahun lalu, Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak hanya dihadapkan pada sistem kerja baru, working from home, maupun rapat-rapat online, ASN juga secara tidak langsung dituntut untuk berubah secara individu.
ADVERTISEMENT
Perubahan ASN tersebut erat kaitannya dengan tuntutan kompetensi yang secara cepat berubah. Garis besarnya, seorang ASN harus "IT minded", mengelola pekerjaan bahkan mengambil kebijakan dengan basis IT. Beberapa "rebranding" ASN yang dituntut untuk dilakukan saat ini diantaranya.
Pertama, seorang ASN dihadapkan pada kebutuhan untuk menjalankan pekerjaannya secara digital. Maka kompetensi seorang ASN harus di-upgrade. Generasi Y (millenial) maupun gen Z barangkali lebih familiar, namun generasi X yang notabene mendominasi pemerintahan mau tidak mau harus dipaksa menyesuaikan diri. Jika tidak, kebutuhan masyarakat sulit untuk terpenuhi jika digitalisasi tidak dilakukan sepenuhnya. Terlebih lagi di masa pandemi dan krisis seperti saat ini.
Kedua, tuntutan seorang ASN untuk berubah lebih profesional. Sudah tidak jamannya lagi ASN terjebak pada rutinitas, berangkat pagi pulang sore yang menjemukan dan tidak berorientasi pada kinerja. ASN kali ini dituntut menjadi seorang yang profesional, tidak hanya bekerja namun bisa menunjukkan kinerjanya secara terukur.
ADVERTISEMENT
Ketiga, fleksibilitas ASN dibutuhkan untuk mampu menjawab persoalan di masyarakat kapanpun dan dimanapun ASN bekerja. Terlebih lagi, fleksibilitas sangat dibutuhkan di era yang saat ini disebut VUCA, yakni Volatile (bergejolak), Uncertain (tidak pasti), Complex (kompleks) dan Ambigue (tidak jelas). Perubahan-perubahan ke depan juga tidak menentu, maka tingkat fleksibilitas ASN mau tidak mau harus ditingkatkan.
Hambatan dan Strategi "Rebranding"
"Rebranding" ASN tentunya juga tidak akan mudah. Ada semacam karakter lama bawaan yang menjadi pekerjaan rumah bagi instansi pemerintah. Dan kadang, walaupun saat ini sudah banyak digitalisasi, persoalan kinerja bagi ASN juga dihadapkan pada hal-hal yang belum menyentuh pokok permasalahannya.
Misalnya, adanya kecenderungan banyaknya rapat virtual yang menjamur. Jika tidak diimbangin ukuran kinerja yang jelas bukan tidak mungkin akan sama saja dengan sebelum pandemi. Jumlah rapat online sebagai rapat tatap muka bisa jadi efisien dari sisi anggaran dan waktu, tapi belum tentu efektif menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan ASN saat ini. Oleh karena itu perbaikan kinerja, struktur birokrasi maupun budaya birokrasi sendiri juga harus dikebut untuk dilakukan perbaikan, sehingga mampu melakukan "rebranding" secara penuh.
ADVERTISEMENT
Banjirnya digitalisasi jika tidak diimbangi strategi yang jelas juga akan menjadi bumerang. Pada tahun 2018 pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE). Strategi digitalisasi melalui payung hukum ini perlu dikawal dan dijalankan semua instansi pemerintah. Munculnya perubahan akibat pandemi harusnya mampu mempercepat tujuan pemrintah terkait sistem pemerintahan berbasis elektronik. Kuncinya adalah, menjalankan strategi tersebut dengan benar dan mampu diterjemahkan oleh semua instansi di Indonesia.
Hambatan lain adalah berkaitan dengan demografi ASN. Dari 4,1 juta ASN yang dimiliki Indonesia saat ini, lebih dari 20% berada di kelompok umur 51-55 tahun. Postur ASN yang menua diperburuk dengan jenis jabatan yang mayoritas merupakan jabatan administrasi. Dari sisi kualifikasi ASN yang dibutuhkan sebelumnya, jabatan seperti pranata komputer maupun analis data sebenarnya sudah mulai masuk dan berkerja, namun demikian tuntutan kebutuhan saat ini pasti berbeda imbas pandemi. Jika instansi pemerintah belum bisa melakukan rekrutmen pranata komputer kembali maka salah satu jalannya adalah meningkatkan kompetensi pegawai yang ada.
ADVERTISEMENT
Persoalan Budaya
Mindset anti perubahan bagi ASN terlanjur sudah mengakar di lingkungan organisasi pemerintahan. Agenda reformasi birokrasi selama ini belum cukup merubah budaya ASN. Perubahan dan inovasi adalah hal yang langka.
Oleh karena itu, "rebranding" ASN tidak cukup hanya pada persoalan kulit luar melalui penggunaan teknologi informasi yang masif. Namun demikian perlu menyentuh substansi dan budaya ASN. Salah satu contoh yang sedang dilakukan pemerintah saat ini adalah dengan penyederhanaan birokrasi, eselon III dan IV dihapus dan digantikan dengan jabatan fungsional. Hal ini disinyalir mampu merubah budaya birokrasi selama ini yang berjenjang dan tidak efektif.
Persepsi masyarakat sebagai penerima manfaat layanan bisa menjadi tolok ukur sejauh mana perubahan, "rebranding", maupun reformasi yang saat ini sedang menemukan momentumnya untuk berubah. Apakah rebranding dan reformasi tersebut mampu merubah persepsi masyarakat penerima manfaat secara lebih baik atau justru sama saja?
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya, pandemi Covid-19 menimbulkan perubahan dalam penerapan tata kelola pemerintahan. Sejauh mana saat ini perubahan terjadi bisa menjadi momentum yang sangat baik bagi ASN untuk "rebranding" secara keseluruhan. Sejauh mana perubahan tersebut signifikan pada ujung-ujungnyaya adalah masyarakat sebagai pengguna layanan memperoleh manfaat dan melihat kinerja yang berarti dari pemerintah, apalagi saat krisis kali ini.