Konten dari Pengguna

Demokrasi Tanpa Empati: Ketimpangan Sosial dan Ketidakadilan di Negeri Ini

Ahmad Muhajir
Dosen Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas
25 Agustus 2024 11:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Muhajir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Anwar usman ketika sedang menjadi pimpinan sidang MK (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp)
zoom-in-whitePerbesar
Anwar usman ketika sedang menjadi pimpinan sidang MK (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp)
ADVERTISEMENT
Negara ini adalah sebuah negara demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat dan setiap keputusan politik seharusnya mencerminkan kehendak mayoritas. Dalam sistem ini, pemimpin dipilih oleh rakyat melalui mekanisme pemilihan umum yang adil dan transparan. Berbeda dengan negara kerajaan, di mana kekuasaan sering kali diwariskan melalui garis keturunan dan terpusat pada satu keluarga, negara demokrasi menempatkan kekuasaan di tangan rakyat. Semua lembaga negara, mulai dari eksekutif hingga legislatif dan yudikatif, harus bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir elite atau keluarga tertentu.
ADVERTISEMENT
Dalam demokrasi, kepentingan negara seharusnya bermuara pada kepentingan rakyat. Pemerintah yang dipilih oleh rakyat memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan melindungi hak-hak setiap warga negara.
Setiap kebijakan yang dibuat harus bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat, memberikan akses yang adil terhadap sumber daya, serta memastikan pemerataan pembangunan. Pemerintah bukanlah alat untuk memperkaya segelintir orang atau kelompok tertentu, melainkan untuk melayani kepentingan kolektif rakyat banyak.
Hidup dengan kemewahan yang diperoleh dari uang rakyat di negara demokrasi harus dipandang sebagai tanggung jawab besar, bukan sebagai kesempatan untuk pamer atau memamerkan kekayaan.
Para pejabat publik yang menggunakan uang rakyat untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau menunjukkan gaya hidup mewah tidak hanya mengkhianati kepercayaan yang diberikan oleh rakyat, tetapi juga merusak esensi dari demokrasi itu sendiri. Seharusnya, mereka yang diberi amanah oleh rakyat untuk memimpin negara ini menunjukkan sikap yang sederhana, rendah hati, dan fokus pada pelaksanaan tugas-tugas yang mereka emban demi kepentingan rakyat.
ADVERTISEMENT
Saat rakyat berada dalam keadaan sulit, terutama dalam kondisi ekonomi yang menantang, para pemimpin seharusnya menunjukkan solidaritas dan empati. Memamerkan kekayaan di tengah penderitaan rakyat bukan hanya tidak etis, tetapi juga menunjukkan kurangnya rasa kepedulian terhadap mereka yang paling membutuhkan.
Para pemimpin kita harusnya berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi rakyat, dengan membuat kebijakan yang meringankan bebannya, bukan malah menambah rasa sakit hati yang luar biasa dengan gaya hidup yang tidak sejalan dengan realitas yang dihadapi oleh mayoritas rakyat di negeri ini.
Kaesang Pangarep (kiri) dan Erina Gudono mengikuti upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di lapangan upacara Istana Negara Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Sabtu (17/8/2024). Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
Ketika seorang menantu presiden memamerkan satu potong roti seharga 400 ribu di tengah kondisi ekonomi negara yang carut-marut, tindakan tersebut menunjukkan sikap nir empati yang sangat luar biasa. Di saat sebagian besar rakyat berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, termasuk makanan, memamerkan kemewahan seperti itu hanya mempertegas ketimpangan sosial yang ada.
ADVERTISEMENT
Tindakan ini mencerminkan ketidakpekaan terhadap realitas yang dihadapi oleh mayoritas rakyat yang sedang berjuang di tengah kesulitan ekonomi. Sedang beberapa minggu yang lalu kita semua mendengar bahwa ada seorang pekerja Ojek Online meninggal akibat kelaparan, pameran kemewahan tersebut semakin memperjelas jurang yang memisahkan elite dengan rakyat biasa.
Negeri ini semakin tua, namun keadilan sosial tampaknya semakin sulit untuk dirasakan oleh rakyat banyak. Pameran kemewahan di atas penderitaan rakyat tidak hanya mencerminkan ketidakpedulian, tetapi juga merusak rasa keadilan sosial yang seharusnya menjadi fondasi dari negara ini.
Ketika para pemimpin atau orang-orang di lingkaran kekuasaan menunjukkan sikap yang tidak selaras dengan penderitaan rakyat, hal ini hanya akan memperburuk ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah dan memperdalam rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh rakyat. Pemerintah seharusnya bekerja untuk mempersempit kesenjangan ini, bukan malah memperlihatkan gaya hidup yang jauh dari realitas yang dihadapi oleh mayoritas rakyat.
ADVERTISEMENT