Konten dari Pengguna

Kemiskinan Meningkat, Politisi Sibuk dengan Intrik dan Kekuasaan

Ahmad Muhajir
Dosen Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas
28 Agustus 2024 6:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Muhajir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Potret Kemiskinan (Sumber: Vien_beos/ Pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Potret Kemiskinan (Sumber: Vien_beos/ Pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Kondisi kemiskinan di Indonesia tampak semakin parah, dengan banyaknya rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Ketimpangan ekonomi terus memburuk, membuat kelompok miskin semakin tertinggal jauh dari kelompok kaya.
ADVERTISEMENT
Banyak keluarga yang terpaksa bertahan hidup dengan pendapatan yang minim, bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan pendidikan. Di banyak daerah, akses terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan juga sangat terbatas, membuat peluang untuk keluar dari jerat kemiskinan semakin kecil.
Anak-anak muda di Indonesia menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian. Dengan minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia, banyak di antara mereka yang terpaksa menggantungkan harapan pada lowongan pekerjaan yang tidak jelas.
Pengangguran di kalangan pemuda semakin meningkat, sementara sektor informal menjadi satu-satunya pilihan bagi banyak orang. Namun, pekerjaan di sektor informal ini sering kali tidak memberikan jaminan keamanan kerja atau penghasilan yang layak, membuat masa depan mereka semakin suram. Pendidikan yang seharusnya menjadi jalan keluar dari kemiskinan, sering kali tidak dapat diakses oleh mereka yang paling membutuhkan.
ADVERTISEMENT
PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) semakin hari semakin meningkat, menambah beban bagi masyarakat yang sudah kesulitan. Banyak perusahaan yang terpaksa melakukan pengurangan karyawan karena tekanan ekonomi, baik akibat krisis global maupun ketidakpastian politik dalam negeri. Akibatnya, banyak pekerja yang tiba-tiba kehilangan sumber penghasilan utama mereka, membuat angka pengangguran semakin tinggi. Dampak dari PHK ini tidak hanya dirasakan oleh individu yang kehilangan pekerjaannya, tetapi juga oleh keluarga mereka yang bergantung pada pendapatan tersebut.
(Foto: Elsa Olivia Karina L Toruan/kumparan)
Orang-orang di Indonesia berada di ambang frustrasi yang parah akibat tekanan ekonomi yang terus meningkat. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, kehilangan pekerjaan, dan ketidakpastian masa depan membuat banyak orang merasa putus asa. Frustrasi ini sering kali berujung pada berbagai masalah sosial, seperti meningkatnya tingkat kejahatan, kerusuhan, dan konflik sosial.
ADVERTISEMENT
Lingkaran politisi sering kali hanya sibuk cawe-cawe belaka dalam urusan kekuasaan, tanpa benar-benar memperhatikan masalah mendesak yang dihadapi rakyat. Mereka lebih tertarik dengan intrik politik, manuver untuk mempertahankan posisi, dan memperkuat pengaruh daripada mencari solusi nyata bagi masalah kemiskinan dan ketimpangan yang melanda negara. Ketika rakyat menjerit meminta perhatian, para politisi ini malah asyik berdiskusi tentang koalisi dan strategi politik, seolah-olah urusan rakyat hanyalah urusan sampingan yang bisa ditunda.
Sementara itu, di balik gedung-gedung pemerintahan yang megah, banyak politisi yang sibuk membusungkan perut mereka sendiri, menikmati fasilitas mewah dan kekayaan yang datang dengan kekuasaan. Mereka sering kali lupa bahwa di luar sana, rakyat mereka hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Di berbagai pelosok negeri, banyak orang yang kelaparan, tidak makan berhari-hari, bahkan tidak memiliki akses terhadap air bersih. Ironisnya, kemewahan yang dinikmati oleh segelintir elite politik ini sering kali didapatkan dari hasil pengelolaan sumber daya negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat.
ADVERTISEMENT
Ironi di negeri ini semakin jelas ketika kita melihat betapa jauhnya jarak antara kehidupan para elite politik dan rakyat jelata. Di satu sisi, politisi sibuk berpesta pora di acara-acara mewah, dengan perut kenyang dan dompet tebal. Di sisi lain, rakyat yang mereka pimpin harus berjuang keras hanya untuk bisa makan sekali sehari. Ketika rakyat menderita, para politisi ini sering kali menutup mata dan telinga, seolah-olah masalah kemiskinan dan kelaparan tidak ada dalam agenda mereka. Mereka sibuk dengan retorika dan janji-janji kosong, sementara kenyataan di lapangan justru menunjukkan kegagalan mereka dalam mengelola negeri.
Negeri ini seolah-olah menjadi sebuah antah berantah, tempat di mana ironi terus-menerus terjadi tanpa henti. Seharusnya, tugas utama pemimpin adalah melayani rakyat dan memastikan kesejahteraan mereka, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Rakyat terus dibiarkan telantar, sementara para pejabat sibuk memperkaya diri dan memperluas kekuasaan mereka. Di tengah situasi ini, harapan akan perubahan nyata terasa semakin jauh, dan rakyat semakin kehilangan kepercayaan terhadap mereka yang seharusnya menjadi wakil dan pelindung mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam kondisi ini, upaya pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja yang layak menjadi semakin mendesak, agar masyarakat bisa keluar dari lingkaran kemiskinan dan meraih masa depan yang lebih baik, tapi kapan?