Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Membangun Dinasti Politik: Manipulasi Konstitusi dalam Demokrasi Indonesia
22 Agustus 2024 17:05 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Ahmad Muhajir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Partai-partai politik di Indonesia saat ini kerap menunjukkan perilaku politik yang tampak acak kadut, tanpa arah yang jelas dalam mewujudkan kepentingan rakyat. Mereka sering kali terjebak dalam dinamika internal yang memecah konsentrasi dari tujuan awal mereka sebagai wakil rakyat.
ADVERTISEMENT
Alih-alih merumuskan kebijakan yang berpihak pada kepentingan umum, partai-partai ini lebih sering terlihat sibuk dengan agenda-agenda yang lebih condong pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya esensi dasar dari politik sebagai sarana untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat.
Fenomena ini semakin jelas terlihat dalam berbagai transaksi politik yang kerap dilakukan antar partai. Transaksi ini sering kali berujung pada pembagian kekuasaan atau konsesi-konsesi tertentu, tanpa memedulikan dampak kebijakan yang dihasilkan terhadap rakyat banyak.
Mereka seolah lebih peduli pada bagaimana mendapatkan keuntungan politik sesaat daripada memikirkan jangka panjang yang lebih berkelanjutan dan adil. Dalam konteks ini, politik tampak lebih sebagai permainan kekuasaan daripada panggilan untuk melayani.
Di sisi lain, partai-partai politik di Indonesia juga tampak semakin terfragmentasi, dengan banyaknya perpecahan dan pembentukan kubu-kubu internal yang semakin memperburuk keadaan. Persaingan antar kelompok dalam partai lebih sering didorong oleh ambisi pribadi daripada komitmen untuk membangun bangsa. Akibatnya, rakyat menjadi korban dari perpecahan ini, dengan kebijakan yang dihasilkan lebih banyak didasarkan pada kompromi-kompromi yang menguntungkan elit politik, bukan rakyat yang mereka wakili.
ADVERTISEMENT
Keseluruhan situasi ini mencerminkan birahi politik yang tidak terkendali, di mana prinsip dan nilai-nilai politik seolah-olah ditukar dengan kepentingan-kepentingan sempit. Keadaan ini memperlihatkan betapa rentannya sistem politik kita terhadap pembegalan konstitusi, dan manipulasi, serta betapa jauhnya para politisi dari realitas yang dihadapi rakyat sehari-hari.
Jika kondisi ini terus berlanjut, maka sulit untuk berharap bahwa partai-partai politik di Indonesia dapat kembali menjadi lembaga yang benar-benar mewakili kepentingan rakyat.
Politisi Pembegal Konstitusi
Para politisi pembegal konstitusi adalah mereka yang dengan sengaja memanipulasi dan menyalahgunakan kekuasaan untuk meraih kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, dengan mengabaikan semangat dan prinsip dasar demokrasi. Mereka sering kali memanfaatkan celah-celah hukum, memelintir aturan, atau bahkan berusaha mengubah konstitusi demi mempertahankan posisi mereka dan memperluas pengaruh politik. Tindakan ini sangat merusak tatanan demokrasi, karena konstitusi yang seharusnya menjadi landasan hukum tertinggi negara, malah dijadikan alat untuk melegitimasi kepentingan sempit.
ADVERTISEMENT
Di balik tindakan-tindakan ini, sering kali tersembunyi motif untuk membangun dan memperkuat dinasti politik. Dinasti politik ini merujuk pada praktik di mana kekuasaan politik diwariskan atau dipertahankan dalam lingkup keluarga atau kelompok tertentu, seakan-akan negara ini adalah warisan pribadi mereka. Politisi pembegal konstitusi berusaha menciptakan sistem yang memungkinkan mereka atau kerabat mereka untuk terus berkuasa, tanpa memperhatikan prinsip meritokrasi dan kesetaraan kesempatan bagi semua warga negara. Hal ini bertentangan dengan esensi demokrasi, di mana kekuasaan seharusnya didasarkan pada kepercayaan rakyat, bukan pada garis keturunan atau ikatan keluarga.
Jika tindakan para politisi pembegal konstitusi ini terus dibiarkan, maka demokrasi di Indonesia akan semakin terancam. Negara ini akan semakin jauh dari prinsip-prinsip demokrasi yang sejati, dan menjadi lebih mirip dengan oligarki di mana kekuasaan terkonsentrasi di tangan sekelompok kecil elite. Masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap institusi politik dan hukum, yang pada akhirnya bisa menimbulkan krisis legitimasi dan instabilitas.
ADVERTISEMENT
Eksploitasi terhadap rakyat untuk kepentingan perut pribadi menjadi salah satu ciri utama dari pejabat kita hari ini. Mereka tampak bermental culas dan berwatak kolonial. Mereka tidak segan-segan memanfaatkan posisi dan wewenangnya untuk mengeruk keuntungan pribadi, bahkan jika itu berarti harus mengorbankan kesejahteraan rakyat banyak. Kekuasaan yang seharusnya digunakan untuk memajukan bangsa malah dijadikan alat untuk memperkaya diri sendiri. Akibatnya, mereka tak malu-malu untuk menjegal konstitusi yang telah disahkan oleh MK.
Para legislatif yang berwatak kolonial itu cenderung memandang rakyat sebagai subjek yang dapat dieksploitasi untuk kepentingan pribadi dan golongan. Mereka sering kali membuat kebijakan yang tidak adil dan merugikan rakyat, terutama yang lemah dan terpinggirkan.
Watak kolonial ini tercermin dalam cara mereka memandang kekuasaan sebagai alat untuk mengendalikan dan menindas, bukan untuk melayani dan memperbaiki kehidupan rakyat. Ini menunjukkan adanya mentalitas penjajah yang masih tertanam kuat dalam jiwa mereka, meskipun Indonesia telah 79 tahun merdeka.
ADVERTISEMENT
Hari kemerdekaan yang baru saja berlalu seolah mengubah makna dan esensi dari kemerdekaan itu sendiri. Seiring bertambahnya usia bangsa ini, demokrasi yang dijalankan justru semakin menunjukkan sikap kepongahan pejabat-pejabat kita, yang rakus dan gila kekuasaan.
Oleh karena itu, apresiasi yang mendalam patut diberikan kepada mereka yang telah mau dan berani turun ke jalan, atau para akademisi yang telah menyuarakan pendapat mereka di ruang-ruang akademik maupun di parlemen, sebab negeri ini penting untuk terus diawasi. Rakyat harus menentang upaya-upaya yang mengarah pada pembegalan konstitusi, serta memastikan bahwa demokrasi tetap berjalan sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip dasarnya.