Konten dari Pengguna

Peran Industrialisasi dan Krisis Ekonomi dalam Mendorong Fasisme

Ahmad Muhajir
Dosen Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas
20 Agustus 2024 16:50 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Muhajir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi fasisme. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi fasisme. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Fasisme merupakan ideologi yang menonjolkan kepentingan bangsa sendiri dan merendahkan bangsa lain. Dalam arti lain, fasisme adalah bentuk nasionalisme yang ekstrem. Paham ini dapat menghambat perkembangan multikulturalisme karena sifatnya yang sangat nasionalis, rasis, militeristik, dan imperialistik.
ADVERTISEMENT
Fasisme mulai berkembang ketika Perang Dunia II dimulai. Konflik yang terjadi saat itu setidaknya dipicu oleh ideologi fasis di Italia, Jerman, dan Jepang, yang berupaya memperluas pengaruh nasionalisme ekstrem mereka. Setelah Perang Dunia II berakhir, fasisme tampak seolah-olah sudah lenyap, namun kenyataannya tidak demikian. Sebagai sebuah ideologi, fasisme akan terus muncul selama kondisi yang mendukung keberadaannya tetap ada.
Simbol Swastika. Foto: MyImages - Micha/Shutterstock.
Ebenstein mencatat bahwa "jika komunisme adalah pemberontakan pertama terhadap liberalisme, maka fasisme merupakan pemberontakan kedua." Fasisme berkembang dengan membentuk pemerintahan dan masyarakat yang totaliter, di mana kekuasaan berada di tangan satu partai yang bersifat ultra-nasionalis, rasis, militeristik, dan imperialistik.
Ideologi ini juga muncul dalam masyarakat yang telah melewati fase demokrasi dan industrialisasi. Dengan kata lain, fasisme hanya dapat berkembang di negara-negara yang memiliki sejarah demokrasi. Unsur-unsur penting dalam pembentukan karakter negara fasis meliputi kekuatan militer, birokrasi yang kuat, prestise individu sang diktator, dan yang paling penting, dukungan massa. Semakin keras pola kepemimpinan di negara fasis, semakin besar pula dukungan yang diperolehnya.
ADVERTISEMENT
Kondisi penting lainnya dalam perkembangan negara fasis adalah proses industrialisasi. Pertumbuhan negara industri sering kali menimbulkan ketegangan sosial dan ekonomi. Jika liberalisme menyelesaikan ketegangan ini melalui cara damai yang mengakomodasi berbagai kepentingan, maka fasisme justru menolak perbedaan kepentingan dengan cara paksa.
Fasisme mendapat dukungan finansial dari para pengusaha dan pemilik tanah besar, karena mereka berharap agar gerakan serikat buruh yang merdeka, yang dianggap menghambat kemajuan industri, dapat dihilangkan. Sumber dukungan lain bagi rezim fasis berasal dari kelas menengah, terutama pegawai negeri, yang melihat fasisme sebagai sarana untuk mempertahankan status dan mendapatkan perlindungan politik. Selain itu, fasisme juga membutuhkan dukungan militer, seperti yang terjadi di Jerman, Italia, dan Jepang, di mana fasisme digunakan sebagai sarana untuk memobilisasi militer rakyat.
ADVERTISEMENT
Meskipun fasisme bukan merupakan dampak langsung dari depresi ekonomi seperti yang dijelaskan dalam teori Marxis, para penganut fasisme jelas memanfaatkan situasi tersebut. Tingginya angka pengangguran akibat depresi menciptakan kelompok masyarakat yang merasa tidak berguna dan diabaikan secara psikologis. Dalam situasi seperti ini, fasisme berperan dengan memulihkan harga diri mereka, dengan meyakinkan mereka bahwa mereka adalah bagian dari ras unggul, sehingga menumbuhkan rasa memiliki. Dengan strategi ini, fasisme berhasil menarik dukungan dari kalangan rakyat kelas bawah.
Ilustrasi Salam "Heil Hitler" Nazi (Foto: Wikipedia.org)