Konten dari Pengguna

Mimpi yang Tertunda: Hak Pendidikan Anak Pengungsi di Asia Tenggara

Ahmad Mujaddid Fachrurreza
Dosen Hubungan Internasional Universitas Sriwijaya
17 April 2025 9:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Mujaddid Fachrurreza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ini menggambarkan mimpi dan keterbatasan yang dihadapi anak-anak pengungsi dalam mengakses pendidikan di Asia Tenggara. Ilustrasi oleh Swastik Arora (sumber: Unsplash)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ini menggambarkan mimpi dan keterbatasan yang dihadapi anak-anak pengungsi dalam mengakses pendidikan di Asia Tenggara. Ilustrasi oleh Swastik Arora (sumber: Unsplash)
ADVERTISEMENT
Di tengah kompleksitas geopolitik dan krisis kemanusiaan yang terus berlangsung, anak-anak pengungsi di Asia Tenggara menghadapi kenyataan yang lebih sunyi: mereka tidak bisa mengakses pendidikan yang layak.
ADVERTISEMENT

Pendidikan: Hak Dasar yang Tak Diakui

Hampir seluruh negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, dan Thailand, belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951. Akibatnya, pengungsi di wilayah ini tidak mendapatkan status hukum yang jelas. Tanpa legalitas, mereka pun tidak dapat menikmati berbagai hak dasar, termasuk hak atas pendidikan.
Menurut laporan UNHCR tahun 2023, lebih dari 50% anak pengungsi usia sekolah di kawasan Asia Tenggara tidak terdaftar dalam sistem pendidikan formal. Di Malaysia saja, hanya sekitar 30% anak pengungsi yang bisa mengakses sekolah komunitas, sementara sisanya harus bertahan tanpa pendidikan.

Lebih dari Sekadar Hak

Pendidikan bukan hanya hak, tetapi juga bentuk perlindungan. Anak-anak yang tidak bersekolah menjadi jauh lebih rentan terhadap eksploitasi, perdagangan manusia, pernikahan dini, hingga rekrutmen kelompok ekstremis.
ADVERTISEMENT
Sudah saatnya kita berhenti memandang pengungsi hanya sebagai “masalah sementara.” Banyak dari mereka telah tinggal di wilayah Asia Tenggara selama bertahun-tahun. Bahkan sebagian anak lahir dan besar di negara tempat mereka mencari perlindungan, tanpa pernah mengenal tanah asal orang tuanya.

Saatnya Mengubah Arah

Krisis ini memerlukan respons bersama, bukan hanya belas kasihan. Beberapa langkah yang bisa dilakukan:

1. Mendorong Akses Terbatas ke Pendidikan Formal

Negara-negara ASEAN bisa mulai dengan memberikan akses terbatas atau bersyarat kepada anak-anak pengungsi ke sekolah negeri, tanpa harus mengubah keseluruhan status hukum mereka.
ADVERTISEMENT

2. Memperkuat Sekolah Komunitas

Pemerintah dan masyarakat sipil dapat mendukung sekolah komunitas dengan dana, pelatihan guru, serta pengakuan kurikulum yang lebih formal.

3. Kemitraan Regional dan Internasional

Melibatkan UNHCR, UNICEF, dan lembaga regional seperti ASEAN untuk membangun kerangka kerja kolektif yang menjamin hak pendidikan bagi anak-anak pengungsi di Asia Tenggara.

4. Mengarusutamakan Hak Anak dalam Kebijakan Imigrasi

Kebijakan pengungsi harus mengakui kebutuhan anak secara khusus, termasuk pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial.
Kita tidak bisa terus menunggu krisis ini mereda dengan sendirinya. Ketika negara-negara sibuk dengan pertimbangan politik dan keamanan, ribuan anak kehilangan masa depan. Pendidikan untuk anak pengungsi bukan soal kemurahan hati, tapi soal keberadaban dan keadilan.
Asia Tenggara tidak boleh hanya menjadi tempat transit bagi para pengungsi. Ia harus menjadi wilayah yang juga memberi harapan. Memberi pendidikan kepada anak pengungsi bukan hanya tentang buku dan kelas, tetapi tentang memberi masa depan—dan itu adalah masa depan kita semua.
ADVERTISEMENT