Konten dari Pengguna

Fenomena Childfree Dalam Perspektif Islam

Ahmad Nafi Asy Syajili
Mahasiswa Prodi Perbandingan Madzhab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Juli 2024 8:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Nafi Asy Syajili tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: pasangan suami istri yang belum memiliki anak hingga menua. Sumber: https://pixabay.com/id/photos/pasangan-cinta-pernikahan-tua-3723548/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: pasangan suami istri yang belum memiliki anak hingga menua. Sumber: https://pixabay.com/id/photos/pasangan-cinta-pernikahan-tua-3723548/
ADVERTISEMENT
Childfree sudah bukan menjadi suatu hal yang asing di telinga kita dan sudah sangat populer di kalangan masyarakat saat ini, bahkan beberapa pasangan suami istri ada yang memilih mengambil keputusan untuk melakukan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Childfree merupakan kondisi dimana suatu pasangan suami istri memutuskan untuk tidak memiliki anak dan keputusan seperti ini bersifat personal. Pastinya, setiap pasangan sudah memikirkannya secara matang dengan segala pertimbangannya sehingga mereka siap untuk tidak memiliki keturunan.
Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi terhadap terjadinya fenomena childfree ini, diantaranya: faktor ekonomi, faktor kesehatan, ingin berdua sampai menua, ketidaksiapannya menjadi orang tua, dan masih banyak lagi.
Namun, yang menjadi pertanyaan bagaimana fenomena childfree dalam kacamata hukum islam??

Keturunan adalah fitrah

Pernikahan merupakan hal yang sangat dianjurkan oleh ajaran Islam karena dapat menjaga dari perbuatan zina dan merupakan sunnah nabi SAW. Dan salah satu tujuan dari suatu hubungan pernikahan adalah mempunyai keturunan.
Pernikahan dan memiliki keturunan merupakan suatu fitrah yang dimiliki manusia sejak zaman dahulu dan patut untuk disyukuri. Hal ini terdapat pada QS: An-Nisa ayat 1:
ADVERTISEMENT
﴿يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا﴾
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu”.
Ayat diatas menegaskan bahwa manusia itu diciptakan dari jiwa yang satu yaitu nabi Adam dan Siti Hawa kemudian dari pernikahan yang dilakukan oleh Adam dan Hawa menyebarlah laki-laki dan para perempuan. Berdasarkan ayat diatas, dapat dipahami bahwasannya memiliki keturunan merupakan salah satu tujuan dari suatu pernikahan guna untuk melanjutkan keberlangsungan hidup dari generasi ke generasi.
ADVERTISEMENT
Mengenai konsepsi keturunan sebagai fitrah dan sebagai salah satu tujuan dari suatu pernikahan dapat dilihat pula dalam QS: Al-Imron ayat 14:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلۡبَنِينَ وَٱلۡقَنَٰطِيرِ ٱلۡمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلۡفِضَّةِ وَٱلۡخَيۡلِ ٱلۡمُسَوَّمَةِ وَٱلۡأَنۡعَٰمِ وَٱلۡحَرۡثِۗ ذَٰلِكَ مَتَٰعُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسۡنُ ٱلۡمَـَٔابِ
"Dijadikan terasa indah dalam (pandangan) manusia cinta terhadap apa-apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas, perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi Allahlah tempat kembali yang baik”.
Kandungan ayat ini menjelaskan bahwa Allah menghiasi manusia dengan kecintaannya terhadap sesuatu yang menyenangkan diantaranya perempuan dan anak-anak. Dalam Tafsir Ibnu Katsir menerangkan secara global bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang sangat disenangi dan sunnah untuk melaksanakannya, adapun yang dimaksud dengan "kecintaannya terhadap anak-anak" yaitu memperbanyak garis keturunan dan memperbanyak umat Nabi Muhammad SAW, dan hal tersebut dinilai sebagai perbuatan yang baik dan terpuji sebagaimana hadist nabi yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
«تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
"Nikahilah perempuan yang penyayang dan bisa melahirkan. Sebab, sesungguhnya aku ingin berbangga (terhadap Nabi lain) dalam jumlah umatnya".
Pada hadist diatas menerangkan bahwa para lelaki dianjurkan menikahi perempuan yang subur, dalam artian perempuan tersebut bisa melahirkan. Hal ini mengisyaratkan bahwa memiliki keturunan merupakan hal yang mulia dan sangat disenangi oleh Nabi Muhammad SAW.
Terdapat beberapa ayat al-quran yang menunjukkan maksud yang serupa dengan ayat-ayat diatas tentang pernikahan dan mempunyai anak merupakan suatu fitrah yang dimiliki oleh manusia sejak dulu.

Childfree menurut kacamata hukum Islam

Setelah kita mengetahui tentang konsepsi keturunan sebagai fitrah dan salah satu tujuan pernikahan. Selanjutnya penulis akan memaparkan hukum childfree menurut kacamata Islam yang bisa dibilang bertolak belakang dengan apa yang telah dianjurkan ajaran agama Islam terkait mempunyai keturunan.
ADVERTISEMENT
Dalam perspektif Islam, childfree dapat diqiyaskan terhadap kasus 'azl. Adapun pengertian 'azl sebagaimana yang didefinisikan Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam kitab Fathul Bari-nya ialah:
النزع بعد الايلاج لينزل خارج الفرج
"Melepaskan (alat kelamin laki-laki) setelah dimasukkan supaya keluar mani di luar farji"
Childfree dapat disamakan dengan kasus 'azl karena secara substansinya memiliki persamaan yaitu sama sama menolak terjadinya kehamilan/wujudnya anak dalam kandungan.
Mengenai hukum 'azl, Imam Ghozali dalam kitab Ihya' Ulumuddin berpendapat bahwa 'azl hukumnya boleh, tidak makruh apalagi haram. karena menurutnya 'azl merupakan suatu perbuatan yang masih berada pada taraf tarkul afdhal (meninggalkan keutamaan) tidak sampai jatuh ke taraf haram, Imam Ghozali memberikan contoh dari tarkul afdhal seperti orang yang duduk diam di dalam masjid tetapi tidak disibukkan dengan berzikir dan beribadah. Dalam hal ini Imam Ghozali mempunyai argumen dalam kitabnya, yaitu:
ADVERTISEMENT
وإنما قلنا لا كراهة بمعنى التحريم والتنزيه لأن إثبات النهي إنما يمكن بنص أو قياس على منصوص
Pada argumennya Imam Ghozali menyatakan bahwa dalam menetapkan suatu larangan itu harus dilandasi oleh nash atau qiyas terhadap nash, maka dari itu, Imam Ghozali merumuskan bahwa 'azl hukumnya mubah.
Berdasarkan uraian diatas, karena tidak ada nash secara jelas yang menyatakan larangan terhadap childfree, dan memiliki keturunan hanyalah sebuah anjuran dalam agama Islam. Maka, keputusan childfree dalam rumah tangga itu diperbolehkan mengambil sudut pandang Imam Ghozali terkait kasus 'azl selagi itu merupakan keputusan bersama dan tidak melanggar nilai-nilai Islam, seperti melakukan childfree dengan menghilangkan sistem reproduksi dan meragukan keberadaan Allah sebagai dzat yang maha sempurna.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, alangkah baiknya kita tetap melaksanakan apa yang dianjurkan oleh agama Islam, yaitu tetap memiliki keturunan. Anak merupakan sebuah anugerah dari Allah SWT dan bisa menambah keharmonisan dalam suatu rumah tangga dengan catatan orang tua mempunyai kesiapan secara jasmani maupun ruhani.
Wallahula'lam