Konten dari Pengguna

Rupiah Tembus 17 Ribu: Apa Dampaknya Bagi Dompet Rakyat Kecil?

Ahmad Nuryogi Ardiansyah
Ahmad Nuryogi adalah seorang jurnalis muda yang aktif di Kalijaga.co, dengan minat mendalam pada isu-isu sosial, budaya, dan teknologi. Berbekal pengalaman sebagai scriptwriter dan jurnalis, ia selalu berusaha menghadirkan berita yang tajam, mendalam
8 April 2025 16:25 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Nuryogi Ardiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Rupiah terpuruk, rakyat kecil tercekik. Ketika nilai tukar jadi momok di depan pintu rumah. (Sumber: https://chatgpt.com)
zoom-in-whitePerbesar
Rupiah terpuruk, rakyat kecil tercekik. Ketika nilai tukar jadi momok di depan pintu rumah. (Sumber: https://chatgpt.com)
ADVERTISEMENT
"Dolar naik, harga barang ikut naik." Kalimat itu mungkin terdengar klise, tapi belakangan ini terasa semakin nyata. Per awal April 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menembus angka psikologis Rp17.000. Sebuah angka yang bukan hanya membuat pasar keuangan heboh, tapi juga mengusik ketenangan warga biasa.
ADVERTISEMENT
Menurut data dari pasar non-deliverable forward (NDF), rupiah sempat menyentuh level Rp17.006 per dolar AS pada Jumat, 4 April 2025 (sumber: Kontan.co.id). Sementara itu, di pasar spot pada 7 April, rupiah masih bertengger di sekitar Rp16.920 per dolar AS (sumber: Kompas.com). Bukan sekadar angka, tapi sinyal kuat bahwa ekonomi kita sedang menghadapi tekanan.
Lalu, Apa Sebenarnya Dampaknya untuk Kita?
Bagi pelaku pasar dan analis keuangan, angka ini jadi bahan diskusi panas. Tapi buat Mbok Sri penjual sayur di Pasar Minggu, atau Pak Tata tukang bakso keliling, pelemahan rupiah punya arti yang lebih konkret: harga bahan baku naik, keuntungan makin tipis, dan pembeli makin sepi.
Saat nilai tukar rupiah melemah, otomatis harga barang-barang impor akan naik. Mulai dari bahan pangan seperti kedelai (yang jadi bahan dasar tempe), bawang putih, hingga barang elektronik dan BBM. Kenaikan harga ini secara tidak langsung membebani konsumen kecil yang mayoritas pendapatannya tetap, tidak naik seiring inflasi.
ADVERTISEMENT
Menurut pengamat ekonomi dari INDEF, Bhima Yudhistira, pelemahan rupiah bisa memicu inflasi impor karena Indonesia masih bergantung pada banyak produk luar negeri. "Kita harus realistis, ketika rupiah menyentuh 17 ribu, itu akan berdampak ke harga bahan pokok, terutama yang berkaitan dengan impor," kata Bhima kepada CNBC Indonesia (6/4/2025).
Dompet Tipis, Harapan Juga Mulai Ikut Tipis?
Di tengah kondisi ini, masyarakat kecil yang paling terdampak. Bukan hanya karena daya beli melemah, tapi juga karena tidak ada cukup ruang untuk beradaptasi. Seorang buruh harian yang penghasilannya Rp100 ribu per hari tidak serta merta bisa menyesuaikan dengan harga minyak goreng yang melonjak atau harga beras yang terus merangkak naik.
Dampaknya juga terasa ke sektor transportasi. Harga BBM non-subsidi yang mengikuti harga pasar global ikut terdongkrak oleh pelemahan rupiah. Efek berantai pun terjadi: ongkos logistik naik, harga barang naik, dan lagi-lagi, rakyat kecil harus menanggungnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini diperparah dengan tidak adanya kepastian soal penurunan suku bunga oleh The Fed (Bank Sentral AS). Data tenaga kerja AS yang menguat membuat pasar memperkirakan suku bunga akan tetap tinggi, yang otomatis membuat dolar makin perkasa (sumber: Kontan.co.id).
Masih Adakah yang Bisa Dilakukan?
Pertanyaannya sekarang, apa yang bisa dilakukan masyarakat kecil? Jawabannya tentu tidak sederhana. Namun, penting untuk tetap tenang dan cermat dalam mengatur pengeluaran. Memilih produk lokal, menunda pembelian barang impor, hingga memperbanyak produk substitusi bisa jadi langkah kecil yang berarti.
Pemerintah sendiri melalui Bank Indonesia telah menyatakan siap menjaga stabilitas rupiah dengan berbagai instrumen moneter. Namun, langkah ini tentu butuh waktu dan sinergi dari banyak pihak.
Di tengah tekanan ini, masyarakat perlu terus diedukasi soal literasi finansial. Menabung, meminimalisir utang konsumtif, dan memahami perubahan ekonomi secara sederhana adalah cara bertahan di tengah kondisi yang tidak pasti.
ADVERTISEMENT
Jangan Panik, Tapi Tetap Waspada
Melemahnya rupiah memang bukan kabar baik, tapi bukan berarti akhir dari segalanya. Situasi ini mengingatkan kita bahwa kondisi ekonomi global punya efek langsung ke piring makan kita. Saat dolar naik, jangan hanya mengeluh, tapi mulai belajar memahami: kenapa ini terjadi, dan apa yang bisa kita lakukan.
Bagi sebagian orang, angka Rp17.000 mungkin hanya sekadar berita. Tapi bagi jutaan rakyat kecil, itu bisa jadi penentu apakah besok masih bisa belanja di pasar atau tidak.
Ahmad Nuryogi Ardiansyah. Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga
Referensi:
Kompas.com, "Rupiah Terus Melemah, Hampir Sentuh 17.000 per Dollar AS", 7 April 2025.
Kontan.co.id, "Kurs Rupiah Tembus Rp 17.000 per Dolar AS di Pasar NDF, Ini Sebabnya", 4 April 2025.
ADVERTISEMENT
CNBC Indonesia, "Dolar AS Rp17.000, Analis Asing Minta Warga RI Jangan Panik", 6 April 2025.