Gagasan Ekonomi Sosialistik Masjumi: Dari Ekonomi Terpimpin hingga Welfare State

Ahmad Pratomo
Peneliti sejarah, Alumnus S2 Ilmu Sejarah Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
23 Juli 2021 12:37 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Pratomo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Keuangan Kabinet 3 Sjahrir (1946 Oktober -1947 Juli). Dokumentasi: Wikimedia Commons.
zoom-in-whitePerbesar
Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Keuangan Kabinet 3 Sjahrir (1946 Oktober -1947 Juli). Dokumentasi: Wikimedia Commons.
ADVERTISEMENT
Masjumi sebagai partai Islam terbesar di Indonesia tampaknya berpikir jauh ke depan di banding partai politik lainnya. Dengan memasukkan unsur ekonomi yang mengarah ke ekonomi sosialis, Masjumi melihat bahwa inilah cetak biru perekonomian nasional Indonesia yang seharusnya. Grand design gagasan ekonomi Masjumi mengarah pada pembentukan negara kesejahteraan atau dalam diskursus ekonomi politik negara-negara Eropa disebut welfare state.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia pada periode 1950-an menghadapi tantangan ekonomi yang cukup krusial. Adaptasi untuk menjadi negara yang berdaulat, mau tidak mau harus dihadapi Pemerintah Indonesia dengan kondisi ekonomi yang defisit. Aset-aset penting negara sebagian besar masih dikuasai Belanda, termasuk usaha-usaha perkebunan, minyak bumi, perdagangan laut, penerbangan, perbankan, dan perdagangan luar negeri. Dalam usaha perdagangan luar negeri, lima perusahaan Belanda menguasai sekitar 60 persen kegiatan ekspor-impor ke Belanda. Perdagangan dalam negeri mayoritas dikuasai orang-orang Cina.
Dalam menghadapi tantangan ekonomi tersebut, kebanyakan partai-partai politik di Indonesia tidak memiliki perangkat dan sumber daya manusia yang mumpuni untuk melakukan perencanaan garis kebijakan ekonomi politik di partainya masing-masing. Masjumi dapat dikatakan pengecualiannya. Memiliki dua pakar ekonomi terkemuka, yang pernah menjabat sebagai menteri keuangan, Sjafruddin Prawiranegara dan Jusuf Wibisono, Masjumi sudah melangkah jauh ke depan dibanding partai lainnya.
ADVERTISEMENT
Program kerja bidang ekonomi yang digagas Masjumi pada 1949 adalah “ekonomi terpimpin”. Program kebijakan ekonomi ini berhaluan sosialistik. Negara berperan penting dalam menetapkan langkah-langkah strategis ekonomi dan keuangan. Prinsip tersebut mencakup perencanaan produksi, persaingan usaha terbatas dan konstruktif di bawah pengawasan negara, pengendalian harga-harga dan upah pekerja, dan yang terakhir adalah pemberdayaan sektor koperasi agar mampu meningkatkan perekonomian nasional.
Tatkala menjadi menteri keuangan di bawah pemerintahan Natsir, Sjafruddin Prawiranegara dianggap menjadi menteri yang paling hemat dan keras dalam menerapkan kebijakan pengetatan anggaran. Selain karena adanya faktor eksternal yaitu melestusnya Perang Korea yang membuat pemasukan negara meningkat tajam dengan meningkatnya kenaikan bahan-bahan mentah, khususnya karet dan timah, Sjafruddin menolak untuk memberikan keuntungan dari itu kepada para pejabat politik. Hasilnya, pemerintah memperoleh surplus anggaran sebesar Rp 1,2 miliar pada 1951 untuk pertama kali dan terakhir pada masa itu.
ADVERTISEMENT

Program Ekonomi Berhaluan Sosialistik

Pemerintah berusaha mendorong peningkatan usaha di sektor industri kecil-rumah tangga dengan memberi kemudahan. Ini terlihat dari program ekonomi pemerintahan Hatta pada 1949. Pemerintahan Hatta meluncurkan sebuah program yang mendorong pembentukan kelompok-kelompok usaha kecil yang kebanyakan pengusaha industri kecil ke dalam bentuk koperasi.
Kebijakan tersebut diterapkan kembali dengan memperluas cakupannya oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Masjumi. Sejalan dengan program yang ditetapkan pada 1949 dan diteruskan tahun 1952 itu, Kabinet Natsir mencanangkan “program Sumitro”. Program tersebut berpijak pada pembentukan sebuah badan, Jawatan Koperasi, yang berdiri pada 1950. Badan ini bertugas mendorong pendirian koperasi-koperasi kecil di wilayah pedesaan sekaligus memberi bantuan teknis dan keuangan kepada para pengusaha kecil.
Program tersebut dianggap berhasil sehingga diteruskan oleh pemerintahan Ali. Ini terlihat dari tren meningkatnya jumlah anggota koperasi dari 1 juta menjadi 1,4 juta orang pada 1952-1954. Sejalan dengan program pemberdayaan tersebut, Masjumi berusaha menekan beban biaya upah perusahaan sambil mengurangi kemungkinan terjadinya konflik sosial.
ADVERTISEMENT
Secara garis besar, haluan pijakan program ekonomi partai yang sosialistik ini tertuang dalam Program Perdjuangan Masjumi (1954), yang berisi pokok-pokok program partai dalam bidang kenegaraan, perekonomian, keuangan, sosial, pendidikan dan kebudayaan, politik luar negeri, serta isu Irian Barat. Dalam bidang perekonomian, Masjumi membagi lagi susunan program prioritas, yaitu ekonomi terpimpin, nasionalisasi, industrialisasi, modal asing, kaum tani, kaum nelayan, agraria, dan middenstand (kalangan menengah) Indonesia.
Dalam penjelasan prinsip ekonomi terpimpin, Masjumi menekankan bahwa perekonomian negara harus diatur atas dasar ekonomi terpimpin. Konsep tersebut diturunkan lagi menjadi lebih spesifik, yaitu: pertama, produksi dan distribusi barang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat seluas-luasnya. Kedua, menolak monopoli perusahaan-perusahaan yang merugikan masyarakat. Ketiga, persaingan usaha diawasi oleh negara sehingga menghasilkan pembangunan ekonomi yang konstruktif.
ADVERTISEMENT
Keempat, kebijakan stabilitas harga dan upah harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi perekonomian dalam negeri. Kelima, berbagai bentuk pendirian koperasi harus dibentuk dan dikembangkan dengan bantuan pemerintah untuk memperkokoh perekonomian nasional.
Masjumi juga menyoroti langkah-langkah nasionalisasi perusahaan-perusahaan vital yang masih dimiliki Belanda. Dalam hal ini, partai memprioritaskan upaya nasionalisasi pada bank sirkulasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (sudah dilaksanakan), perusahaan-perusahaan transportasi darat, laut, dan udara, perusahaan-perusahaan yang menyangkut kepentingan umum secara luas, serta perusahaan-perusahaan tambang. Pelaksanaan nasionalisasi perusahaan-perusahaan tersebut tetap melihat pada perangkat dan keuangan negara.
Terhadap kaum petani, partai menekankan pada pemberantasan pemerasan (rentenir-tengkulak). Memutus mata rantai tengkulak yang menyesengsarakan petani di seluruh Indonesia. Sejalan dengan gagasan yang bernafaskan sosialisme yang menolak segala bentuk eksploitasi atas manusia dengan manusia lainnya, partai memasukkan gagasan untuk menghapus sistem tuan-tanah yang memberatkan kaum tani dengan memperhatikan ketentuan hukum. Selain itu, bersama dengan kaum nelayan, Masjumi fokus pada pembentukan koperasi-koperasi tani dan nelayan sehingga dapat menjadi motor pendorong ekonomi di daerah masing-masing.
ADVERTISEMENT

Gagasan Welfare State

Kemenangan partai-partai yang berhaluan sosialis seperti di Swedia dan Norwegia setelah Perang Dunia II, rupanya membawa angin perubahan dalam bidang ekonomi dan sosial. Ini terlihat dari kebijakan-kebijakan negara Eropa yang tadinya berhaluan laissez faire (negara tidak boleh campur tangan dalam urusan warga negara) berubah menjadi gagasan bahwa negara wajib bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat, pemerintah harus aktif dalam mengatur kehidupan ekonomi dan sosial. Gagasan ini memberi ruang pada negara untuk menguasai kekuatan-kekuatan ekonomi dan berusaha untuk memperkecil perbedaan sosial dan ekonomi terutama dalam distribusi kekayaan yang tidak merata atau dalam istilah Encyclopedia Britannica, konsep welfare state berdasar pada equality of opportunity (persamaan kesempatan). Konsep gagasan negara ini dinamakan welfare state (negara kesejahteraan) atau social service state (negara yang memberi pelayanan kepada masyarakat) (Budiardjo, 2007: 59).
ADVERTISEMENT
Gagasan welfare state itu tertuang dalam Program Perdjuangan Masjumi. Secara spesifik, ini terlihat pada bab perekonomian. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perekonomian negara diatur menurut dasar ekonomi terpimpin, berarti negara memegang penuh kekuatan-kekuatan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat seluas-luasnya. Kekuatan ekonomi koperasi juga menjadi perhatian Masjumi. Seperti Swedia, Norwegia, dan Denmark yang sudah sejak awal abad 20 menggunakan sistem koperasi yang kuat sehingga menjadi penopang ekonomi negara, Masjumi menghendaki agar berbagai macam koperasi juga harus dibangun dan dikembangkan pemerintah.
Selain pengembangan koperasi yang menandakan suatu konsep negara modern, unsur gagasan welfare state yang dirumuskan Masjumi dalam program partainya ialah merumuskan undang-undang jaminan sosial dan undang-undang perburuan yang lebih komprehensif atau menyempurnakan dari yang sudah ada. Ini terlihat dari konsep undang-undang jaminan sosial yang terdiri dari peraturan kecelakaan, cacat tetap atau seumur hidup (invaliditet), hari tua, penyakit, dan pengangguran. Kedua, rumusan undang-undang perburuan meliputi perjanjian perburuan, upah terendah, pemberhentian buruh, istirahat, dan penyelesaian pertikaian antara perburuan.
ADVERTISEMENT
Dalam hal perburuan, tampaknya Masjumi mengambil contoh sebagaimana kebijakan negara modern yang ada di Eropa yang menganut welfare state. Ini terlihat pada bagian sosial dalam Program Perdjoeangan Masjumi, antara lain pengaturan upah buruh menjadi dua kriteria, yaitu upah sosial dan upah kerja. Dua kriteria upah buruh ini bertujuan memberikan buruh kesempatan untuk dapat menyimpan upah mereka untuk hari tua atau pensiun. Ciri negara welfare state juga terlihat pada sistem pendidikan yang dijamin negara, dari pendidikan dasar hingga universitas.
Kini, kita butuh platform dan gagasan ekonomi partai yang seharusnya lebih komprehensif dan berorientasi global dari era sebelumnya. Namun, cairnya ideologi partai berbuah pada kesamaan kebijakan yang dituangkannya dalam peraturan perundangan. Tidak jelasnya prinsip dan ideologi sejalan dengan strategi politik yang dijalankan.
ADVERTISEMENT
Masjumi adalah sejarah. Tetapi, ideologi dan gagasan idealnya harus terus dihidupkan oleh para intelektual Islam terutama yang berkecimpung dalam partai politik yang sedang berusaha menimba inspirasi darinya.
Referensi:
Departemen Penerangan, Profil Partai-Partai Pemilu 1955, (Jakarta: Departemen Penerangan, 1954)
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007)
Remi Madinier, Partai Masjumi, Antara Godaan Demokrasi & Islam Integral, (Jakarta: Mizan, 2013)
Mochtar Lubis, Party Confusion in Indonesia, dalam Far Eastern Survey Vol. 21, No. 15 (Oct. 29, 1952), hal. 155-158
https://www.britannica.com/topic/welfare-state (diunduh pada 26/08/2020 pukul 12.00 WIB)