Konten dari Pengguna

Organisasi Kampus : Miniatur Kehidupan Penuh Warna

Ahmad Rafah
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Program Studi Manajemen Pendidikan.
4 November 2024 12:00 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Rafah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Rapat (Sumber : Freepik)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Rapat (Sumber : Freepik)
ADVERTISEMENT
Organisasi kampus sering kali dianggap sebagai wadah idealisme mahasiswa, tempat di mana berbagai pemikiran progresif dan kritis berbaur demi perubahan. Namun, di balik idealisme itu, ada sisi lain yang mungkin jarang dibahas — sisi yang sebenarnya cukup menarik untuk disorot dengan sentuhan satire. Bayangkan, organisasi kampus itu bagaikan sebuah miniatur negara yang penuh dengan intrik, ambisi, dan dinamika unik yang bisa membuat kita tertawa sekaligus geleng-geleng kepala.
ADVERTISEMENT

1. Pemerintahan Kecil dalam Ruang Sempit

Bayangkan organisasi kampus layaknya sebuah pemerintahan mini dengan kabinetnya sendiri. Ada presiden (ketua umum) yang menjadi wajah organisasi, dan ada jajaran menteri (divisi) yang memiliki tugas masing-masing, mulai dari yang penting seperti Sekretaris dan Bendahara hingga posisi eksotis seperti Kepala Bidang Kreatif yang tugasnya “kreatif” tanpa batasan yang jelas.
Tapi jangan salah, kepemimpinan di sini bisa sama kompleksnya dengan politik skala besar! Misalnya, seorang ketua organisasi mungkin terpilih karena janji-janji yang dibuat selama kampanye pemilu organisasi. Dengan nada orasi layaknya calon pemimpin negara, ia berjanji akan "membawa perubahan besar," "mengembalikan martabat organisasi," dan "membangun iklim kampus yang lebih baik." Namun, begitu terpilih, ternyata realitanya hanyalah sekadar mengganti logo organisasi dan mengadakan acara gathering di akhir tahun. Bukan perubahan besar yang dijanjikan, melainkan serangkaian program yang sama setiap tahunnya dengan nama berbeda.
ADVERTISEMENT

2. “Rapat Tanpa Batas” dan “Ritual Lembur”

Di sinilah kita memasuki wilayah yang akrab bagi setiap mahasiswa organisasi kampus: rapat tanpa akhir. Diadakan setiap minggu, setiap kali pula diselingi dengan perdebatan panjang yang membahas hal-hal penting seperti desain poster yang paling cocok atau apakah acara pembukaan harus ada bunga atau tidak. Bahkan, dalam beberapa kasus, setiap keputusan kecil memerlukan "konsensus" — sebuah kata sakti yang berarti kita semua harus sepakat, meskipun hanya satu orang yang benar-benar peduli.
Kadang, rapat-rapat ini terasa seperti serial drama tanpa episode terakhir. Semakin malam, semakin banyak diskusi yang tidak jelas arahnya, dan pada titik tertentu, semua orang mulai berdiskusi soal makan apa setelah rapat, daripada menyelesaikan agenda sebenarnya. Tak jarang, keputusan besar harus tertunda hingga minggu depan karena terlalu banyak waktu habis untuk pembahasan tidak penting.
ADVERTISEMENT

3. Proposal: Dokumen Sakti yang Tak Pernah Selesai

Organisasi kampus juga tak lepas dari aktivitas "menyusun proposal." Kegiatan ini mungkin terlihat sepele, tetapi proposal adalah nadi kehidupan organisasi. Segala sesuatu membutuhkan proposal, mulai dari dana kegiatan hingga pengadaan konsumsi. Sayangnya, proposal sering kali lebih banyak revisi daripada aktivitasnya sendiri.
Seorang anggota yang ditugaskan menyusun proposal akan dipaksa mengerjakan ratusan halaman rincian kegiatan, anggaran, dan penjelasan visi misi yang disajikan dalam bahasa resmi ala "proposal." Tak jarang, setelah berhari-hari begadang dan bertukar kata dengan Microsoft Word, proposal itu berakhir pada catatan, "Mohon revisi ulang karena format tidak sesuai." Pada akhirnya, proposal yang sempurna hanyalah impian belaka, dan kegiatan tetap berjalan tanpa revisi terakhir yang direncanakan.
ADVERTISEMENT

4. "Sosialisasi Program Kerja" yang Luar Biasa Panjang dan Melelahkan

Begitu program kerja dirancang, organisasi kampus mengadakan kegiatan “sosialisasi” kepada anggotanya. Apa yang terjadi dalam sosialisasi ini? Tentu saja, presentasi panjang yang membuat semua peserta harus menahan kantuk. Setiap kepala divisi akan maju satu persatu dengan PowerPoint yang begitu lengkap dan menjelaskan semua rencana tanpa kecuali — bahkan yang tidak ada hubungannya dengan anggota yang mendengarkan.
Lucunya, presentasi ini sering kali dibuka dengan motivasi seperti, "Acara ini akan mempererat ikatan kita." Namun, justru yang terjadi sering kali adalah suasana sunyi dan bosan karena hampir semua orang lebih fokus untuk memeriksa ponsel mereka atau mencoba tidak tertidur.

5. ‘Pengembangan Diri’ dan Ambisi Pribadi yang Terselubung

Banyak yang mengatakan bahwa organisasi kampus adalah tempat pengembangan diri. Tapi bagi sebagian orang, organisasi adalah lahan bagi mereka untuk meraih popularitas. Ini adalah tempat di mana seseorang bisa "membangun jejaring" sambil berharap suatu hari nanti bisa mengisi CV dengan kalimat "Ketua Divisi Pengembangan Anggota."
ADVERTISEMENT
Yang tak kalah menarik, ada pula tipe anggota yang selalu mencari "peran" baru setiap periode hanya untuk mempertegas eksistensi mereka. Tipe anggota seperti ini dikenal sebagai mereka yang selalu bergabung dengan hampir semua organisasi. Akhirnya, mereka begitu sibuk menghadiri rapat setiap hari sehingga tidak benar-benar punya waktu untuk kontribusi nyata dalam satu organisasi pun.

6. Loyalitas Abadi dengan Batas Tertentu

Di balik segala intrik dan kebingungan, organisasi kampus adalah tempat di mana "loyalitas abadi" menjadi semangat. Setiap anggota diharapkan setia pada program organisasi, bahkan jika hal tersebut mengharuskan mereka mengorbankan tugas kuliah, waktu tidur, atau bahkan kehidupan sosial mereka. Tetapi, begitu ada ajakan reuni teman sekolah atau tawaran liburan, loyalitas itu seketika bisa menguap. Di satu sisi, mereka adalah anggota paling loyal yang pernah ada, tetapi di sisi lain, mereka bisa hilang tanpa kabar ketika akhir semester tiba.
ADVERTISEMENT

7. Perpisahan yang Dramatis

Mungkin, momen paling dramatis dalam kehidupan organisasi kampus adalah ketika masa jabatan berakhir. Momen ini biasanya diisi dengan acara seremonial yang sangat emosional. Ketua umum yang selama ini dikenal galak akan mulai berpidato dengan penuh haru, mengenang “perjuangan” bersama. Bahkan anggota yang tadinya hanya “numpang absen” pun bisa mendadak sentimental saat malam perpisahan.
Setiap divisi akan saling berpamitan seolah-olah mereka tidak akan pernah bertemu lagi di kampus. Padahal, minggu depan mereka semua akan bertemu lagi di kantin kampus atau di kelas yang sama. Namun, itulah indahnya organisasi kampus — di mana sebuah akhir masa jabatan terasa seperti akhir dunia yang penuh makna dan rasa syukur, meskipun hanya berlangsung selama beberapa bulan.
ADVERTISEMENT
Organisasi kampus, dengan segala keanehannya, adalah tempat di mana mahasiswa belajar banyak hal, dari berpolitik, berdebat, hingga memahami makna tanggung jawab (atau setidaknya pura-pura bertanggung jawab). Di balik setiap rapat yang melelahkan, setiap proposal yang tak kunjung usai, dan setiap sosialisasi yang membosankan, mereka mendapatkan pengalaman berharga dalam berhadapan dengan kehidupan nyata.