Konten dari Pengguna

Hukum Menjatuhkan Fasakh Tanpa Pengadilan

Ahmad Raihan
Seorang mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga di Universitas Islam Negeri Jakarta.
27 November 2022 19:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Raihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar 1. Two broken golden wedding rings divorce decree document. Sumber : www.shutterstock.com/
zoom-in-whitePerbesar
Gambar 1. Two broken golden wedding rings divorce decree document. Sumber : www.shutterstock.com/
ADVERTISEMENT
Pernikahan merupakan hal yang sangat sakral dalam agama Islam. Pernikahan menyatukan dua insan yang berbeda adat, budaya, serta karakteristik di antara keduanya.
ADVERTISEMENT
Namun, akhir-akhir ini semakin marak terjadi kasus istri yang mengajukan gugatan cerai atau fasakh kepada suaminya, baik di televisi maupun media sosial. Padahal, dalam Islam cerai dihalalkan oleh Allah tetapi dibenci olehnya.
Gambar 2. Couples are bored, stressed, upset and irritated after quarreling. Sumber : www.shutterstock.com/
Selain itu, Islam pun mengatur syariat mengenai suami dan istri—salah satunya mengenai fasakh atau yang biasa disebut juga dengan perceraian.
Menurut Kamal Tihami, dalam fiqih muamalat memaknai bahwa fasakh nikah, yaitu pembatalan perkawinan oleh istri karena antara suami-istri terdapat cacat atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, si suami tidak dapat memberi belanja atau nafkah, menganiaya di antara keduanya, murtad, dan lain sebagainya.
Gambar 3. Loseup of a Single Sad Wife After Divorce. Sumber : www.shutterstock.com/
Dalam hal ini, pada dasarnya hukum fasakh tersebut adalah mubah atau boleh, tidak disuruh dan tidak pula dilarang. Dalam kaidah fiqih, Islam menyebutkan, الضرر يزال. Artinya: kemudharatan itu wajib dihilangkan. Selain itu, dijelaskan juga dalam kitab I’anah Tholibin sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
إنما يصح الخيار فورا في فسخ النكاح إن كان حاصلا بحضور الحاكم، وذلك لأن الفسخ بالعيوب المذكورة أمر مجتهد فيه كالفسخ بإعسار فتوقف ثبوتها على مزيد نظر واجتهاد، وهو لا يكون إلا من الحاكم فلو تراضيا بالفسخ
Artinya, “Khiyar dalam fasakh nikah hanya sah jika dihadiri oleh penguasa (hakim). Pasalnya, fasakh karena cacat-cacat tersebut di atas merupakan perkara ijtihadi. Begitu pula fasakh yang terjadi karena kesulitan memberi nafkah.
Maka, penetapannya membutuhkan pandangan dan ijtihad lebih jauh. Allhasil, tidak sah fasakh kecuali atas putusan hakim. Sehingga, seandainya suami-istri sepakat untuk fasakh karena suatu cacat tanpa hakim maka tetap tidak terlaksana,” (Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syatha, I‘anatuth Thalibin, jilid III, halaman 383).
Gambar 4. Husband and wife are signing divorce settlement. Sumber : www.shutterstock.com/
Fasakh ini timbul dari adanya I’lat dalam fiqih yang berupa menimbulkan kemudharatan dalam rumah tangga, yang disebabkan (1) syiqaq (pertengkaran yang tidak bisa didamaikan), (2) jika istri disetubuhi oleh ayahnya, (3) pelaku berli’an, (4) si suami miskin tidak memberi nafkah.
ADVERTISEMENT
Fasakh ini terlaksana dan bisa dibawa ke jalur hukum negara yang melalui proses pengadilan karena itu pihak menggugat dalam perkara fasakh ini haruslah mempunyai alat bukti yang menimbulkan keyakinan bagi hakim yang mengadilinya.
Contohnya adalah laki-laki yang impoten yang diketahui setelah nikah dan keterangan dokter. Oleh karena itu, negara mengatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Oleh sebab itu, dalam fiqih maupun undang-undang dalam negara, laki-laki dapat menyatakan cerai terhadap istrinya begitu juga sebaliknya, wanita bisa menyatakan fasakh terhadap suaminya apabila terdapat syarat-syarat yang diperlakukan dalam agama dan negara.