Konten dari Pengguna

Pandangan Hukum Islam terhadap Pernikahan Semarga

Ahmad Rizky Fahlevi Harahap
Mahasiswa Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2022
17 November 2022 22:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Rizky Fahlevi Harahap tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pernikahan suku batak, sumber: https://www.pexels.com/id-id/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pernikahan suku batak, sumber: https://www.pexels.com/id-id/
ADVERTISEMENT
Pernikahan Semarga dalam Perspektif Islam
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak keberagaman budaya yang menyebabkan indonesia memiliki banyak suku-suku, salah satu contohnya adalah suku batak. Suku batak merupakan suku yang berasal dari daerah Sumatera utara yang ciri khasnya dikenal dengan sebutan marga. Dalam adat suku batak tidak memperbolehkan kepada setiap pria dan wanita yang memiliki marga yang sama untuk melangsungkan pernikahan, yang biasa disebut dengan pernikahan semarga.
ADVERTISEMENT
Dalam hukum islam pernikahan juga merupakan suatu ibadah yang sangat dianjurkan oleh Allah Swt kepada hambanya yang sudah memenuhi syarat dan rukun pernikahan. Pernikahan tidak hanya dilakukan oleh manusia tetapi juga dilakukan oleh setiap makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan agar tetap memiliki keturunan dan dapat melestarikan hidupnya.
Lantas mengapa pada tradisi adat suku batak pernikahan semarga pada umumnya dilarang? Sebenarnya tujuan dari larangan pernikahan semarga sudah jelas, yaitu, agar ruang lingkup kasih sayang manusia semangkin bertambah luas. Akan tetapi, hal tersebut bertentangan dengan syariat islam karena yang tidak boleh dinikahi dalam ajaran agama islam ialah yang sedarah yang biasa disebut dengan mahram (orang yang tidak boleh dinikahi).
Jika dilihat dari segi larangan pernikahan kitab suci agama islam sudah menjelaskan dengan terperinci dalam Al-Qur'an surah An-nisa ayat 22-24 dengan tegas menjelaskan wanita-wanita yang tidak boleh untuk dinikahi mereka ialah:
ADVERTISEMENT
1. Ibu (kandung)
2. Ibu (tiri)
3. Saudara kandung (seayah)
4. Saudara kandung (seibu)
5. Anak (kandung)
6. Anak tiri (apabila telah bersanggama dengan ibunya)
7. Bibi dari ayah
8. Bibi dari ibu
9. Keponakan dari saudara laki-laki
10. Keponakan dari saudara perempuan
11. Ibu susu
12. Saudara sesusuan
13. Mertua
14. Menantu
15. Ipar (untuk dimadu)
16. Wanita yang masih memiliki suami
Berdasarkan ayat ini dapat dipahami bahwa ada empat kategori perempuan yang haram untuk dinikahi, yaitu:
1. Karena ada hubungan darah
2. Karena ada hubungan persusuan
3. Karena hubungan pernikahan baik yang dilakukan oleh ayah, diri sendiri, atau anak
4. Karena status perempuan yang ingin dinikahi masih memiliki suami
ADVERTISEMENT
Selain dari yang dijelaskan dalam Al-Qur'an surah An-nisa ayat 22-24 tersebut maka boleh untuk dinikahi.
Dalam ajaran agama islam tidak ada kitab ulama, undang-undang pernikahan, bahkan firman Allah Swt yang melarang pernikahan semarga. Undang-undang yang mengatur kebebasan pernikahan hanya berlandaskan dengan ajaran agama dan pencatatan sipil (syarat dan rukun) pernikahan. Hal ini juga diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan dan Garis Besar Hukum Islam, yang menyatakan bahwa “ Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa”.
Pernikahan semarga yang dilarang pada masyarakat muslim suku batak sudah jelas tidak ada hubungan sedarah sebagaimana yang sudah dijelaskan karena semarga itu bukan saudara sekandung, saudara sesusuan, atau ada kekerabatan lain, hanya kekerabatan berdasarkan nenek moyang yang telah terputus nasab syarat pernikahannya dalam ajaran Islam. Jadi pernikahan semarga yang dilarang pada masyarakat adat batak termasuk kategori (kebiasaan yang sejak lama diterapkan) karena tidak berlaku universal. Oleh karena itu, perkawinan semarga dalam islam pada masyarakat batak itu hukumnya mubah (boleh). Tidak lepas dari tujuan syariat, yaitu kemaslahatan atau kesejahteraan umat manusia, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Jadi, menurut pandangan islam pernikahan semarga boleh dilangsungkan apabila perempuan yang ingin dinikahi tidak termasuk ke dalam kategori mahram (orang yang tidak boleh dinikahi).
ADVERTISEMENT
Ahmad Rizky Fahlevi Harahap, mahasiswa hukum keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta