Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Perjalan Anak 'Semata Wayang' Menemukan Makna Cinta Ibu
9 Juni 2024 11:04 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ahmad Rizky Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Menjadi anak semata wayang bukanlah hal buruk. Sebagian orang beranggapan bahwa anak semata wayang ialah hal yang menyenangkan. Apapun yang diinginkannya terpenuhi atau dituruti oleh orang tuanya. Seperti, sang anak meminta kepadanya untuk dibelikan tas sekolah baru. Orang tuanya segera membelikannya. Dan sebagai lainnya.
ADVERTISEMENT
Namun, statement tersebut tidak berdampak denganku. Meskipun aku lahir sebagai anak semata wayang, orang tuaku memperlakukanku sedikit berbeda. Tidak semua keinginanku dipenuhi olehnya. Hanya beberapa saja yang dapat dituruti oleh orang tuaku. Karena orang tuaku mempunyai profesi yang berbeda. Ayahku bekerja sebagai driver di perusahaan Jepang. Sedangkan ibuku, ia bekerja sebagai Cleaning service. Selain sebagai Cleaning Service di sebuah perusahaan, ia juga seorang ibu rumah tangga. Selain bekerja ia juga mengurus berbagai pekerjaan rumah.
Hal itu yang membuatku kesal dengannya. Terutama kepada ibuku. Aku ingat semasa kecilku, pada saat aku bermain di rumah temanku. Temanku memamerkan PlayStation 2 kepada ku. Setelah ku pulang dari rumahnya, aku segera mendekati ibuku yang baru saja pulang kerja. Aku meminta mainan seperti temanku kepadanya. Ibuku yang baru saja pulang kerja dengan muka letihnya, lalu berkata kepadaku “iya nak, nanti ibu belikan ya di akhir bulan setelah ibu gajian”. Aku pun gembira setelah mendengar perkataannya.
ADVERTISEMENT
Keesokan harinya merupakan akhir bulan dan ibuku gajian. Lalu aku mendekatinya kembali. Aku meminta kepadanya apa yang ku minta pada hari kemarin. Ibuku mengatakan bahwa uangnya belum cukup untuk membeli mainan tersebut. Karena harga mainan tersebut berjumlah 4,5 juta . Aku kecewa dengannya. Karena ibuku sudah menjanjikannya ketika sudah gajian.
Ibuku memberi pengertian kepadaku. Ia mengatakan jika uang gajinya bukan hanya untuk dirinya sendiri. Ia menangani semua biaya, seperti, membeli bahan pokok untuk keluargaku dan membayar kontrakan. Pada saat itu, aku masih berumur tujuh tahun dan belum mengerti apapun yang dikatakannya. Dan aku pergi meninggalkannya. Ibuku hanya bisa bersabar pada saat itu.
Sejak hari itu, aku berpikir bahwa ibuku tidak menyayangi ku. Aku iri dengan teman-temanku, mereka bisa menceritakan tentang ibunya yang selalu membelikannya mainan. Mereka tertawa lepas dan saling menceritakan isi hatinya masing-masing. Sedangkan aku hanya bisa terdiam dan mendengarkan cerita mereka.
ADVERTISEMENT
Hingga umurku 20 tahun aku masih mengingat kejadian saat itu. Tetapi di umurku yang sekarang, cara menilai dan memandang ibuku sudah jauh berbeda dibandingkan ketika aku masih kecil. Mungkin pandanganku berubah seiring berjalannya waktu dan dengan proses pendewasaan yang terjadi pada diriku.
Aku tersadar bahwa ibuku tidak membelikan PlayStation 2 tersebut karena ia beranggapan bahwa game tersebut hanya menjadi pengganggu bagi anaknya. Hal itu adalah cara terbaik untuk mendidik anaknya. Seorang ibu mempunyai beban sendiri yang tidak ingin diketahui anaknya.
Suatu malam, saat aku pulang dari masjid, aku tak sengaja mendengar suara isak tangis yang lirih namun penuh makna. Dengan rasa penasaran aku menuju pintu rumah. Di saat ingin membukanya, aku tak sengaja mendengar ibuku sedang berdoa, dengan air mata yang mengalir di pipinya. Tanpa sengaja, aku mendengar namaku disebut dalam doanya. “Ya Allah, jagalah anakku, lindungi dia di setiap waktu. Berikanlah dia kesehatan, kebahagiaan, dan masa depan yang cerah. Ampunilah segala dosa dan kesalahannya, dan bimbinglah dia agar selalu berjalan di jalan-Mu”.
ADVERTISEMENT
Mendengar doa itu, hatiku seketika luruh. Selama ini, aku merasa ibuku tidak menyayangiku, padahal dia selalu mendoakanku di dalam salatnya . Di saat itulah aku menyadari betapa besarnya cinta dan kasih sayang seorang ibu, meskipun sering kali tidak terlihat oleh mata kasar. Aku teringat betapa seringnya aku mengabaikan, melawan, bahkan membohonginya. Aku merasa sangat menyesal telah bersikap demikian.
Suriyah, itulah nama ibuku. Banyak sekali perjuangan yang ia lakukan terhadap keluarganya. Gaji seorang Driver di perusahaan Jepang dari ayahku tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan kebutuhan sehari-hari. Ibuku ikut bekerja mencari uang agar anaknya merasakan kehidupan yang layak dan nyaman seperti anak yang lainnya.
Di usianya yang ke-49 tahun, ibuku sering mengeluh sakit. Plantar fasciitis (Nyeri pada tumit) merupakan penyakit yang terkadang ibuku rasakan. Ia terbaring lemah di tempat tidurnya apabila penyakitnya itu kambuh. Pernah pada saat ibuku pulang kerja dan nyeri itu kambuh, ia memintaku untuk memijat bagian tumitnya. Dengan wajah kelelahan serta meringis kesakitan ia tampakkan di hadapanku. Berharap aku akan membantunya. Entah mengapa saat itu aku menolak untuk membantunya. Rasa kecewanya tampak dari gerak-geriknya, ia berpura-pura memejamkan matanya agar aku tidak mengetahui. Aku menyadari bahwa perbuatanku membuat hati ibuku kecewa dan ia pasti selalu mengingat kejadian yang buruk itu.
ADVERTISEMENT
Kini, setelah menyadari semua itu, aku merasa sangat bersalah. Aku belum bisa membahagiakan ibu yang telah melahirkanku dan merawatku dengan penuh kasih sayang. Hanya kata maaf dan terima kasih yang bisa kuucapkan. Maafkan aku, Ibu, atas segala kesalahan dan kelancanganku. Terima kasih karena telah merawat, menjaga, dan mendoakanku dengan tulus, meskipun aku sering kali melukai hatimu.
Kasih sayang seorang ibu memang tidak pernah lekang oleh waktu. Meski terkadang tersembunyi di balik sikap tegas dan kata-kata yang mungkin terdengar keras, namun cintanya selalu ada, mengalir tanpa henti. Aku berjanji, mulai sekarang aku akan berusaha menjadi anak yang lebih baik, anak yang bisa ibu banggakan. Aku akan berusaha membalas segala kebaikan dan pengorbanan yang telah ibu berikan.
ADVERTISEMENT