Menyoal Kebijakan Trump Pascapembatalan Pertemuan dengan Kim Jong-un

Konten dari Pengguna
3 Juni 2018 1:19 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Sidik tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Donald Trump dan Presiden Korea Selatan (Foto: REUTERS/Kim Hong-Ji)
zoom-in-whitePerbesar
Donald Trump dan Presiden Korea Selatan (Foto: REUTERS/Kim Hong-Ji)
ADVERTISEMENT
Pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan pucuk pimpinan Korea Utara Kim Jong-un sedianya akan dilaksanakan pada 12 Juni 2018. Pertemuan yang akan menjadi pertemuan paling bersejarah ini harus terhenti saat Presiden Trump mengirimkan surat pada 24 Mei lalu yang ditujukan langsung kepada Kim Jong-un.
ADVERTISEMENT
Dalam surat tersebut Trump mengatakan bahwa dirinya menyayangkan atas adanya sikap permusuhan yang ditunjukkan pihak Korea Utara dalam kurun waktu belakangan. Namun, pihak Trump akan tetap membuka diri seandainya Kim ingin tetap menemuinya.
Presiden Trump juga sempat menyebutkan bahwa kekuatan nuklir Amerika Serikat akan sangat jauh lebih unggul apabila dibandingkan dengan nuklir Korea Utara.
Memang, dalam beberapa pekan usai diumumkannya agenda pertemuan kedua kepala negara ini, pihak Amerika Serikat terkesan belum sepenuhnya meletakkan ketertarikannya dalam upaya perdamaian antara Korea Selatan dan Korea Utara. Meskipun, sebelumnya kedua pihak Korea Utara dan Korea Selatan telah melakukan pertemuan yang diharapkan akan menjadi kunci perdamaian kedua negara yang sudah berkonflik sejak lama ini.
ADVERTISEMENT
Kurangnya ketertarikan Amerika Serikat dapat dilihat dengan adanya aksi latihan militer yang dilakukan bersama pihak Korea Selatan. Hal ini tentunya hanya akan menyulutkan rasa kecurigaan pihak Korea Utara.
Sudah sepantasnya apabila ingin terciptanya perdamaian diantara dua negara Korea ini, perlu adanya langkah-langkah yang dapat meredam permusuhan, bukan malah semakin memberikan tensi yang lebih tinggi, mengingat kondisi kedua negara yang juga belum stabil.
Dalam hal ini Trump juga terkesan tetap ingin mempertahankan citra Amerika Serikat dalam hal persenjataan dengan mengatakan bahwa kekuatan nuklirnya jelas akan lebih unggul. Sedangkan pihak Korea Utara yang juga tidak ingin terkesan mengemis terhadap agenda dialog kedua negara ini, seperti yang disampaikan Choe Son-hui selaku pejabat Korea Utara.
ADVERTISEMENT
Korea Utara memang tidak ingin melucuti senjata nuklir yang telah dikembangkannya secara sepihak, namun perlakuan Amerika Serikat yang seolah ingin memelihara konflik ini akan menjadi pembahasan yang terus berlanjut nantinya.
Apakah kedua negara ini akan tetap berkukuh dengan pandangannya masing-masing dan memelihara konflik ini lebih lama lagi? Atau malah nantinya akan muncul peluang baru bagi Korea Selatan dan Korea Utara dalam menciptakan perdamaian tanpa melalui pihak Amerika Serikat?
Kita akan lihat beberapa periode ke depan, sejauh mana kedua pucuk pimpinan negara ini akan mempertahankan argumentasinya masing-masing, atau akan melemah dengan pertemuan dan dialog yang akan menjadi akhir dari konflik yang tidak berkesudahan ini.