Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Feodalisme Gaya Baru
25 Januari 2025 11:31 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ahmad Syahrus Sikti Official tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya meyakini bahwa semakin gemar merawat feodalisme maka semakin terbelakang suatu negara dan semakin marak kejahatan korupsi.
ADVERTISEMENT
Ada dua instrumen yang dapat merobohkan feodalisme yaitu intelektual dan kesejahteraan material. Premis ini mengafirmasi dua pendapat yaitu pertama, Edward Said menyatakan bahwa peran intelektual adalah memproklamirkan kebenaran di depan bangsawan atau penguasa, intelektual selalu menantang kemapanan sehingga cenderung oposisi. (Edward Said, Representations of the Intellectual, 1993). Kedua, Ian Roxborough menyatakan bahwa feodalisme yang berasal dari jangkar imperialisme akan pudar tatkala kapitalisme mulai tumbuh ditandai kesejahteraan masyarakat semakin mapan. (Ian Roxborough, Theories of Underdevelopment, 1979).
Feodalisme adalah penyebab ketertinggalan dan akar kejahatan korupsi dan semisalnya. Feodalisme merupakan paham sosial-politik yang memberikan 'karpet merah' kepada kelompok yang dianggap bangsawan karena merasa memiliki otoritas sehingga dapat berbuat sewenang-wenang. Feodalisme merupakan warisan zaman kolonial yang digunakan para penjajah untuk mempertahankan status quo, pihak-pihak yang dianggap tidak loyal dan mengancam eksistensinya segera dibungkam dan disingkirkan dari lingkungannya.
ADVERTISEMENT
Lahirnya feodalisme tidak terlepas dari catatan sejarah bangsa Indonesia sebagai mantan terjajah sehingga paham tersebut masih membekas di alam bawah sadar masyarakat di mana saat itu penjajah mendudukan dirinya sebagai tuan sedangkan pribumi sebagai rakyat jelata. Selain aspek historis, akar faeodalisme disebabkan miskin intelektual. Sumber pengetahuan dan intelektual tidak terakses dengan baik oleh publik sehingga ilmu pengetahuan dikuasai oleh segelintir orang yang dekat dengan pusat kekuasaan.
Dalam konteks berorganisasi, feodalisme menjadi biang kerok kejumudan dan keterbelakangan. Organisasi tidak maju-maju karena energi sumber dayanya habis mengurusi 'ewuh pakewuh' antar sesama. Sikap kritis yang seharusnya dihormati dan dihargai justru dilabeli sebagai tindakan tidak hormat alias kurang adab. Sikap kritis yang memicu kreatif dan inovatif justru dikritik karena dianggap tidak sesuai sopan santun, keadaban, dan nilai-nilai ketimuran padahal nilai-nilai tersebut merupakan warisan kolonial yang sudah kuno, tidak relevan dengan konteks modern saat ini. Feodalisme menginginkan ide-ide konstruktif dibekukan semata-mata untuk menghegemoni kekuasaan karena hakikat feodalisme adalah sikap keengganan beranjak dari zona nyaman.
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan sehari-hari, virus feodalisme telah menyebar ke semua aspek kehidupan sosial-politik. Sebutan-sebutan 'lebay' seperti yang terhormat dan tuan paduka masih jamak kita saksikan di tengah masyarakat. Orang-orang yang dipanggil dengan sebutan tersebut dianggap otoritatif dalam menyampaikan kebenaran padahal kebenaran bukan milik siapa-siapa.
Sebutan feodalistik ini justru menciptakan kasta di masyarakat, yaitu kelompok superordinasi dan subordinasi. Mereka yang superordinasi dapat bertindak sewenang-wenang kepada yang subordinas. Sebaliknya, mereka yang subordinasi menjadi takut menyampaikan kebenaran kepada yang superordinasi.
Feodalisme kini memasuki babak baru, di mana feodalisme masih saja dipertahankan di dunia profesional. Yang dahulu feodalisme tumbuh subur era kerajaan dan kolonial, kini diduga masih menjamur di tengah panorama modern. Feodalisme gaya baru dibungkus oleh mewahnya penampilan, namun miskin pemikiran. 'Borjuis berdasi' yang dikira egaliter, ternyata antek feodalisme. Entah mereka ingin mempertahankan kewenangan atau tidak paham bahaya laten budaya feodalistik.
ADVERTISEMENT
Peran Intelektual
Salah satu strategi terbaik merobohkan akar feodalisme adalah meningkatkan kadar intelektual publik. Masyarakat harus diberikan akses kepada sumber-sumber ilmu pengetahuan agar tercipta kecerdasan kolektif sehingga masyarakat semakin kritis. Ironisnya, sikap kritis dan perangai ilmiah yang seharusnya menjadi pilar utama kehidupan berbangsa dan bernegara, justru kalah saing dengan budaya feodalistik. Dengan demikian, peran intelektual harus dikonkretkan dengan merawat kritisisme dan skeptisisme di ruang publik.
Intelektual hanya mengabdi kepada kebenaran bukan kekuasaan. Orang yang gemar berpikir, berdiskusi bahkan mengkritik di muka umum adalah hal biasa yang tidak perlu direspons berlebihan. Orang-orang yang kritis di muka umum tidak dapat dipersepsikan buruk/tidak etis oleh kacamata orang yang tidak kritis sebab kritisisme itu tidak membutuhkan pengakuan akan tetapi tunduk pada navigasi akal. Dengan semakin tingginya intelektualitas publik, maka semakin meredup feodalisme di tengah masyarakat dan kemajuan peradaban akan segera tiba.
ADVERTISEMENT
Kapitalisasi Ekonomi
Secara teoritis, feodalisme mulai meredup di masyarakat apabila praktik ekonomi kapitalistik mulai tumbuh. Feodalisme merupakan lawan terberat kapitalisme. Konon, kapitalisme dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diharapkan masyarakat yang sejahtera lebih dekat kepada sumber pengetahuan sehingga budaya kritis semakin tumbuh.
Masyarakat yang sejahtera tidak akan mengemis kepada raja atau penguasa, sebab dirinya bisa mengelola kehidupannya secara mandiri. Feodalisme yang sangat mengkultuskan figur seseorang perlahan mulai redup lantaran tidak mendapatkan tempat di kalangan sejahterawan. Shahih apa yang dikatakan Marx, panggilannya Karl Marx, bahwa “solidaritas mekanis” yang selama ini tumbuh subur akibat keberkahan dari ritual industrialisasi telah membangun ikatan-ikatan kerja antara pribadi berdasarkan profesionalitas, bukan pengkultusan. Meskipun di saat yang sama menurut Marx, kapitalisme menghasilkan kelas-kelas yang saling bermusuhan.
ADVERTISEMENT
Desentralisasi Kekuasaan
Strategi lain merobohkan akar feodalisme adalah membagi kekuasaan menjadi beberapa keping bagian yang tidak lagi terpusat pada figur seseorang. Kekuasaan yang tidak terpusat lebih mudah membangun komunikasi, tembok kekuasaan yang dahulu sulit diakses kini mulai elastis dan fleksibel dalam berkoordinasi sehingga antar kekuasaan tidak ada sekat dan jarak. Kekuasaan yang tidak lagi terpusat melahirkan kebijakan yang lebih komprehensif karena melibatkan banyak orang. Sebaliknya, kekuasaan yang terpusat membentuk lanskap kekuasaan otoritarian di mana kekuasaan terkosentrasi hanya pada segelintir figur.
Harapannya, tahun 2025 menjadi ajang pengebirian budaya feodalistik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hanya satu tujuannya, melihat ibu pertiwi semakin berkibar di masa depan.