Konten dari Pengguna

Nyali Besar, Korupsi Bubar

Ahmad Syahrus Sikti Official
Penulis adalah Hakim Peradilan Agama. Penulis menyelesaikan program Doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta pemerhati isu-isu sosial.
29 April 2025 14:13 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Syahrus Sikti Official tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Mohammed Hassan. https://www.canva.com/design
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Mohammed Hassan. https://www.canva.com/design
ADVERTISEMENT
Semua teori sudah habis, tulisan anti korupsi terus membanjiri, kegiatan sosialisasi makanan sehari-hari, regulasi anti korupsi diproduksi hampir setiap hari namun persoalan korupsi tak kunjung hilang dari bumi pertiwi, malah tontonan penetapan tersangka kian marak di layar televisi, entah apa yang salah dengan ini negeri, tapi yang jelas ini soal nyali. Iya, nyali besar anti korupsi.
ADVERTISEMENT
Pemberantasan korupsi di bumi pertiwi butuh nyali besar, bukan sekadar omon-omon sambil gelar rapat terbatas, kita butuh aksi nyata. Rapat atau omon-omon tidak tuntas menyelesaikan masalah, justru memperunyam masalah. Yang berharga saat ini adalah keringat aksi nyata biar masyarakat segera merasakan dampaknya; korupsi hilang rakyat semakin sejahtera dan Indonesia semakin maju.
Kita tidak butuh kecaman, cacian atau makian. Kalau sekadar mengecam perilaku koruptif terlalu mudah bagi seorang sarjana. Yang kita butuhkan adalah gagasan dan nyali besar. Meskipun stok gagasan sekodi, tapi nyali ciut untuk mengeksekusi hasilnya nol besar. Begitupun sebaliknya, nyali besar tapi minim ide strategis, bisa gulung tikar.
Defisit Keberanian
Bangsa ini mengalami defisit keberanian. Aparat setengah-setengah mengungkap kasus korupsi, publik semakin apatis dan berpangku tangan melihat kemaksiatan korupsi, vonis hukuman semakin jauh dari nurani dan akhirnya para koruptor yang diuntungi. Kalau sudah demikian, apa yang bisa kita lakukan? Singsingkan lengan, asah keberanian. Keberanian sebagai barometer moral dapat menghilangkan rasa takut demi tujuan mulia.
ADVERTISEMENT
Diprosesnya para koruptor secara hukum tidak lantas persoalan korupsi berjamaah selesai di republik ini. Bisa jadi mereka sedang menyusun strategi untuk memukul balik pihak-pihak yang dahulu menjebloskan dirinya ke jeruji besi, entah kapan counter attack-nya. Yang jelas tembang nyanyiannya sangat dirindukan.
Berbicara tentang “berani karena benar” mengingatkan saya kepada beberapa nama besar sebut saja Aristoteles dan Galileo Galilei.
Aristoteles menyatakan secara gamblang dalam perdebatan lakhes bahwa keberanian adalah modal utama seseorang untuk melakukan perbuatan mulia dengan menghilangkan rasa takut dalam diri. Keberanian bersumber dari sensitivitas diri tentang kebaikan dan keburukan. Semakin kita tahu batas-batas baik dan buruk semakin berani kita mengambil posisi pemberani bukan malah pengecut.
“Courage is not just a bold attitude to fight fear and worry but an attitude that is open to tracing the truth to its roots”.
ADVERTISEMENT
Galileo Galilei, saintis modern yang getol memperkenalkan teori heliosentris (bumi mengelilingi matahari) di depan penguasa pongah yang menganggap teori heliosentris sebagai bid’ah pengetahuan hingga pada akhirnya Galileo dijebloskan ke penjara hingga ajal menjemputnya. Dirinya berani mengungkapkan kebenaran ilmiah secara tuntas di depan siapapun meskipun taruhannya nyawa.
Mengapa seorang balita akhirnya berjalan? Karena berani melangkah. Jatuh terus menerus membuat dirinya semakin kuat menghadapi rasa sakit. Pada akhirnya rasa takutnya semakin hilang, yang tersisa hanya keberanian. Menurut Platon, keberanian seseorang itu bersifat plastis, bisa dibentuk dengan tindakan-tindakan kecil lalu besar. Artinya nyali anti korupsi yang masih kecil akan terus berakumulasi besar dengan syarat terus beraksi.
Para stakeholder harus berani mengambil langkah radikal, fungsi pencegahan, pendampingan saling berkelindan dengan fungsi penindakan, tidak boleh jalan masing-masing sambil merawat integritas nasional. Pendekatan holistik-responsif ini setidaknya dapat menyembuhkan penyakit akut bangsa ini. Para stakeholder tidak boleh duduk manis di menara gading sambil mengayunkan kaki di atas kursi kekuasaan justru mengambil tongkat komando untuk menangkap anggotanya, meracik ulang semua sistem dengan memberdayakan seluruh kekuatan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
ADVERTISEMENT
Keberanian Meniup Peluit
Sistem pengungkapan kejahatan kerah putih tidak bisa kita pikulkan di pundak penegak hukum (red-APH) semata tetapi partisipasi publik dan sesama rekan kerja juga memiliki kewajiban yang sama tentang hal itu. Publik tidak boleh tinggal diam atau sekadar menggelengkan kepala sambil mengucapkan “saya prihatin” karena diam melihat kemaksiatan sistemik ini adalah sebuah pengkhianatan. Justru publik harus garda terdepan mengungkap kejahatan korupsi karena jihad anti korupsi sama pahalanya dengan perang melawan kebathilan.
APH dengan segala resources-nya fardu ain mengungkap kejahatan korupsi secara tuntas, publik harus berani melaporkan oknum serta menyuburkan sistem pengawasan horizontal antar sesama rekan kerja. Harapannya, sesama rekan kerja saling membuka borok masing-masing, saling lapor hingga mempercepat bersih-bersih di lingkungan kerja.
ADVERTISEMENT
Memang betul, meniup peluit banyak risiko, ada risiko retaliasi hingga rasa cemas dalam diri. Namun risiko-risiko ini terasa kecil apabila nawaitu-nya untuk lembaga dan negara. Sebesar apapun ancaman, percayalah hanya Tuhan yang setia membersamai hambanya, selain itu nothing. Dengan harapan, keberanian mengambil risiko dapat menenggelamkan rasa takut hingga terbit rasa berani. Iya, berani beraksi.
Whistleblowing System (WBS) supaya mudah diakses publik, dijamin kerahasiaannya, prosesnya tidak ribet dan cepat ditindaklanjuti. Metode niup peluit ini seharusnya terus dikembangkan sesuai zaman, diintegrasikan dengan sistem pengawasan nasional sambil meruntuhkan budaya feodalistik dalam bernegara. Tujuannya agar WBS dapat mengungkap para koruptor yang berakrobat di area terselubung, terutama yang jauh dari sorotan publik. Karena itu, peran peniup peluit begitu penting, dirinya yang paling mengetahui modus operandi sang kerah putih tatkala beraksi.
ADVERTISEMENT
Tiupan peluit panjang untuk membongkar kejahatan kerah putih sangat dibutuhkan saat ini. Partisipasi publik dan aksi para pemangku kepentingan dapat menekan aksi ugal-ugalan koruptor yang semakin canggih tanpa terkendali dengan satu tarikan napas tetap merawat courageous di dalam diri.