Konten dari Pengguna

Syawal dan Giat Anti Korupsi

Ahmad Syahrus Sikti Official
Penulis adalah Hakim Peradilan Agama. Penulis menyelesaikan program Doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta pemerhati isu-isu sosial.
1 April 2025 11:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Syahrus Sikti Official tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Canva.com/karya Sparklestroke Global
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Canva.com/karya Sparklestroke Global
ADVERTISEMENT
Bulan Syawal telah tiba. Gema takbir menyambut kedatangan tamu mulia di berbagai pelosok negeri. Masyarakat saling bersilaturahmi, saling mengunjungi keluarga yang sudah lama tidak bersua. Syawal menjadi momentum peningkatan spiritualitas diri dan giat anti korupsi. Sebagai bulan peningkatan, Syawal menjadi titik pacu giat anti korupsi. Koruptor yang semakin licik dengan akal bulusnya, harus diimbangi dengan peningkatan spirit anti korupsi agar tidak terlepas dari jeratan pidana semata-mata untuk menghentikan aksinya.
ADVERTISEMENT
Larangan Open House
Seorang penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan dapat melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) apabila melakukan tradisi yang patut diduga syarat benturan kepentingan. Salah satu tradisi yang lazim dilakukan oleh seorang penyelenggara negara adalah menggelar open house saat hari raya. Dalam konteks penyelenggara negara, open house dapat membuka peluang terjadinya korupsi dimana pihak yang memiliki kepentingan berusaha merapat ke rumahnya dengan memanfaatkan momen silaturrahmi. Artinya, bukan ajaran silaturrahmi yang salah akan tetapi ketidakmampuan penyelenggara negara dalam mencegah konflik kepentingan.
Orang-orang yang berkunjung ke acara open house tidak dapat dipersalahkan karena memang mereka “menyukai” hal itu bahkan “bela-belain” untuk datang ke acara itu, namun yang disayangkan adalah sikap penyelenggara negaranya yang justru membuka peluang bagi orang lain untuk menyampaikan kepentingan atau menanam budi terhadap diri dan keluarganya. Sehingga niat baik open house saat hari raya justru menjadi petaka bagi dirinya di kemudian hari. Jika memang niatnya untuk menjaga tradisi saat hari raya, para penyelenggara negara dapat melakukan open house virtual melalui zoom atau aplikasi virtual lainnya tanpa harus bertatap muka secara on the spot sehingga tradisi tetap terjaga, risiko korupsi semakin terkendali.
ADVERTISEMENT
Meskipun acara open house memakai uang pribadi, penyelenggara negara harus melaporkan semua pemberian buah tangan dari pihak lain sebagai barang gratifikasi. Spirit Syawal harus berbanding lurus dengan budaya lapor gratifikasi sehingga Syawal dimaknai sebagai bulan peningkatan kesalehan sekaligus kejujuran bukan sekadar salam-salaman. Selama dirinya aktif menjadi penyelenggara negara yang memiliki jabatan strategis, pintu rumahnya harus dikunci rapat-rapat untuk menghindari risiko benturan kepentingan.
Penyelenggara negara menggelar acara open house bukan untuk orang mampu secara finansial justru yang harus diundang adalah para fakir miskin. Lidah orang kaya sudah terbiasa mengunyah makanan lezat dan enak sedangkan kelompok papa jarang bahkan tidak pernah sama sekali. Oleh karena itu, acara open house merupakan sarana untuk berbagi untuk pihak yang membutuhkan bukan momentum bertanam budi antar kepentingan.
ADVERTISEMENT
Peningkatan Anti Korupsi
Syawal sebagai momentum peningkatan kualitas diri agar menghindari praktik korupsi sejalan dengan teologi Islam bahwa orang yang beruntung adalah orang yang selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Temperatur anti korupsi bangsa Indonesia seharusnya semakin panas pasca Syawal. Partisipasi laporan masyarakat semakin masif, penyelanggara negara semakin takut melakukan korupsi, aparat penegak hukum semakin berani menindak korupsi tanpa tebang pilih sehingga akan terbentuk ekosistem kehidupan bernegara yang bersih dan berwibawa.
Mimbar rumah ibadah tidak boleh sepi dalam mengampanyekan anti korupsi. Materi khotbah dan pidato perlu dimodifikasi dengan menautkan materi anti korupsi, kegiatan “i’tikaf” anti korupsi terus digalakkan di lorong lorong kampus dan rumah ibadah, para penyelenggara negara mendemonstrasikan komitmennya secara terbuka di setiap layanan publik sehingga ruang publik disesaki dengan informasi tentang bahaya laten korupsi.
ADVERTISEMENT
Wacana Perampasan Aset
Korupsi memperkaya pelaku dan memiskinkan warga negara. Seseorang yang gemar korupsi hakikatnya takut jatuh miskin. Maka sudah sewajarnya hukuman untuk para koruptor bukan lagi sebatas kurungan di balik jeruji besi akan tetapi dimiskinkan pelaku beserta keluarganya. Wacana perampasan aset para koruptor menjadi isu strategis untuk segera diimplementasikan. Satu sisi para koruptor dan keluarganya akan merasakan getirnya kemiskinan di sisi lain negara diuntungkan hasil rampasan aset.
Perampasan aset lebih mendekati keadilan publik. Logika publik menyatakan tujuan korupsi untuk memperkaya koruptor maka sanksinya adalah memiskinkan koruptor. Harta para koruptor yang diperoleh secara tidak sah dan melawan hukum sudah seharusnya dikembalikan kembali kepada negara secara paksa (Agus Pranoto, dkk, Kajian Yuridis Mengenai Perampasan Aset Korupsi..., 2018). Negara yang merupakan representasi warga memiliki hak penuh untuk merebut kembali harta yang sudah "dirampok" oleh tangan-tangan kotor. Dengan cara perampasan aset inilah, ketakutan koruptor akan kemiskinan menjadi nyata dan perekonomian nasional semakin terjaga.
ADVERTISEMENT
Syawal sebagai bulan peningkatan anti korupsi bertujuan supaya kita kembali fitri guna meningkatkan kesalehan kolektif umat dan bangsa Indonesia. Saling memaafkan antar sesama anak bangsa sudah sepatutnya dilakukan dengan tetap merawat giat anti korupsi. Giat ini terus dikumandangkan setiap waktu sampai para koruptor mengetahui kemana mereka harus kembali.