Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Nilai Filosofi pada Unsur Pewayangan dan Refleksinya dalam Kehidupan
19 Desember 2022 18:54 WIB
Tulisan dari Ahmad Syarifudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Wayang merupakan salah satu kebudayaan yang dimiliki Indonesia sejak zaman dahulu. Berbagai peristiwa sejarah menunjukkan bahwa budaya pewayangan telah melekat dan menjadi bagian hidup bangsa Indonesia, khususnya Jawa (Setiawan, 2020). Budaya pewayangan merupakan salah satu wujud keunggulan lokal yang kini telah mendunia memiliki sejumlah keanehan yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang salah satunya dalam sudut pandang pertunjukan. Menurut Nurgiyantoro dalam Wibisono dan Widowati (2018), hal itu menunjukkan begitu erat budaya pewayangan pada masyarakat Jawa sehingga begitu berpengaruh dan menjadi sumber rujukan pada penulisan sastra Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada awalnya wayang merupakan pertunjukan berupa bayang-bayang yang berfungsi untuk menghormati dan meminta restu kepada roh leluhur. Dalam pertunjukan wayang tidak terlepas dari unsur-unsur diantaranya unsur manusia dan unsur benda. Unsur manusia terdiri dari dalang, niyaga, waranggana, dan penyimping yang masing-masing memiliki peran dan nilai filosofinya. Sementara unsur benda terdiri dari gamelan, kelir, debog, blencong, cempala, keprak atau kepyak, kotak wayang, dan krayon atau gunungan. Unsur manusia maupun unsur benda keduanya memiliki pengaruh terhadap jalannya pertunjukan pewayangan di Indonesia.
Jika kita mencari di mesin pencarian mengenai wayang maka akan muncul tulisan yang mengkaji mengenai pewayangan yang dikaitkan dengan nilai filosofi. Hal ini tidak terlepas dari representasi budaya kehidupan masyarakat Jawa. Setiap hal yang berkaitan dengan wayang seperti pertunjukan pewayangan ini akan dikaitkan juga dengan nilai filosofi (Filosofi, 2011). Sama halnya dengan kedua unsur tersebut memiliki nilai-nilai filosofi pada pewayangan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pemeran utama dalam pertunjukan wayang adalah dalang. Seorang dalang bertugas untuk mengatur jalannya pertunjukan wayang. Dalang memiliki nilai filosofi yaitu, suatu bentuk cerminan dari kehalusan jiwa manusia dan bukan hanya mengatur suatu pertunjukan wayang. Dalam kebudayaan Jawa, dalang seringkali menjadi sumber rujukan tentang sebuah nilai dan pengatur ritme yang mampu memberikan visi dalam kisah kehidupan manusia. Dari nilai filosofi pada dalang, dapat kita terapkan dalam kehidupan bahwa sebelum menjadi seorang pemimpin, intropeksi diri sangat wajib dilakukan karena menjadi seorang pemimpin tidak hanya mengatur satu atau dua orang saja. Cerminan diri dapat mempengaruhi kinerja pemimpin tersebut, sikap seorang pemimpin menjadi contoh utama bagi orang-orang yang dipimpinnya.
Dalam pertunjukan wayang, dalang dibantu oleh penabuh gamelan yaitu niyaga, waranggana, dan penyimping yang masing-masing memiliki fungsi tertentu dan mengandung nilai filosofi. Niyaga berasal dari kata wiyaga yang berarti semedi atau meditasi. Niyaga dikenal sebagai pengrawit atau penabuh gamelan yang membantu dalang untuk mengiringi pertunjukan wayang. Sama halnya dengan dalang, niyaga memiliki nilai filosofi yaitu membangun sebuah koneksi antara manusia dengan alam semesta. Menurut penulis, Refleksi niaga dalam kehidupan yaitu sebagai manusia yang hidup bersosial, membangun sebuah kerja sama sangat diperlukan, karena setiap manusia tidak bisa menjalani hidup sendiri.
ADVERTISEMENT
Selain itu, salah satu unsur manusia pada pewayangan yaitu waranggana atau lebih dikenal dengan pesinden atau sinden. Pesinden berasal dari kata pasindhian yang berarti kaya akan lagu atau yang melantunkan lagu. Sinden juga disebut waranggana yang berasal dari kata wara yang berarti seseorang yang berjenis kelamin wanita, dan anggana berarti sendiri. Nilai filosofi pada waranggana atau sinden terdapat pada posisi duduk pesinden. Posisi duduk pesinden menggambarkan agar sebagai manusia kita harus saling menghormati sesama manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, menghormati seseorang merupakan suatu nilai kesopanan yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Contohnya seperti kita sebagai kaum remaja yang menghormati orang tua dalam kehidupan bersosial.
Dalam pertunjukan wayang, dalang juga dibantu oleh penyimping. Penyimping adalah orang yang membantu dalang dalam menyiapkan wayang yang di jajar (disimping) pada debog. Dari penyimping ini terdapat nilai yang bermanfaat yakni mengajarkan manusia untuk mempersiapkan segala sesuatu, tidak ada sebuah alasan pun untuk menunda dalam mempersiapkan masa depan. Dari penyimping ini kita mendapatkan nilai yang bermanfaat yakni mengajarkan manusia untuk mempersiapkan segala sesuatu. Dalam kehidupan nyata, masa depan atau masa yang akan berlalu tentu merupakan sebuah hal yang nyata.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya unsur benda dalam pewayangan yang utama adalah wayang. Nilai filosofi pada wayang yaitu melambangkan makhluk tuhan. Selain itu wayang merupakan refleksi dari budaya Jawa, artinya dalam pencerminan dari kenyataan kehidupan, nilai dan tujuan kehidupan, moralitas, harapan, dan cita-cita. Menurut Kasim (2018) dalam filsafat wayang terbagi menjadi tiga yaitu, wayang secara ontologi yang secara filosofi wayang merupakan bayangan, gambaran atau lukisan mengenai kehidupan alam semesta. Di dalam wayang digambarkan bukan hanya mengenai manusia, namun kehidupan manusia dalam kaitannya dengan manusia lain, alam, dan Tuhan. Yang kedua yaitu wayang secara epistemologi, wayang berasal dari kata Wad an Hyang, artinya leluhur. tetapi ada juga yang berpendapat bahwa wayang berasal dari kata bayang berarti bayang-bayang atau bayangan. Yang ketiga yaitu wayang secara aksiologi, yang berarti kegunaan kesenian wayang dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan dunia, wayang dijadikan sebagai contoh tolak ukur terhadap tokoh-tokohnya. Suatu tokoh pewayangan mempunyai tujuan kehidupan, moralitas, dan cita-cita. Wayang mengajarkan bahwa hidup di dunia ini tidak akan selalu berjalan atas kemauan kita sendiri. Jika ada hal yang tidak ingin terjadi dalam kehidupan namun hal tersebut muncul harus dihadapi dengan berani jangan sampai menghindar.
Unsur benda dalam pewayangan selanjutnya adalah Gamelan. Nilai filosofis pada gamelan menggambarkan berbagai bentuk perubahan yang ada di alam semesta dan isinya. Menurut Kendita Agustin, setiap instrumen gamelan Jawa memiliki makna yang berkaitan dengan kehidupan yang dibagi menjadi sepuluh bagian yaitu kendang, bonang, saron, gambang, suling, siter, rebab, kethuk, kempul, dan gong. Gendang memiliki peran sebagai pemimpin dalam permainan musik gamelan. Gendang memiliki filosofi yang artinya agar segera untuk beribadah kepada Tuhan. Bonang barung dan bonang penerus terdapat pada bunyi bonang yang diartikan sebagai manusia setelah lahir dan hidup di dunia harus bisa berpikir dengan hati jernih, sehingga keputusan yang diambil tidak akan membawa penyesalan. Kemudian Saron yang mengajarkan manusia agar mendukung penuh untuk menyuarakan kebenaran. Gambang yang memiliki arti seimbang dan jelas, artinya adanya keseimbangan antara kehidupan dan akhirat. Suling yang berarti eling (ingat) agar manusia selalu ingat akan kewajibannya. Siter yang mempunyai makna filosofi yaitu manusia harus mampu membimbing orang lain pada suatu tujuan yang baik. Rebab yang mengandung makna manusia memiliki tujuan yang jelas, tujuannya agar tidak ada penyimpangan. Kethuk yang mempunyai arti setuju, maksudnya adalah manusia harus setuju untuk mengikuti perintah dan larangan Tuhan. Kempul yang dalam bahasa Jawa diartikan sebagai kumpul, yang berarti ajakan untuk berjamaah dalam beribadah. Gong yang mempunyai makna agar manusia mengakhiri hidupnya dengan sempurna.
ADVERTISEMENT
Sepuluh alat musik gamelan mempunyai nilai filosofinya masing-masing. Kesimpulannya, dalam kehidupan seorang manusia harus mengikuti segala perintah dan larangan dari Tuhan, menjadi manusia yang bijak dan tidak egois, mempunyai tujuan hidup yang jelas, mengambil keputusan dengan berpikir panjang. Refleksi nilai filosofi pada gamelan sebenarnya harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari karena berhubungan dengan dunia dan akhirat.
Selanjutnya kelir, kelir merupakan sebuah kain putih lebar yang digunakan untuk pertunjukan wayang kulit. Kelir memiliki nilai filosofi berupa simbol dari langit atau angkasa. Kelir merupakan unsur benda kedua yang sangat penting dalam pertunjukan wayang kulit. Dalang akan menceritakan wayang melalui kelir yang disorot oleh blencong seakan-akan wayang hidup.
Unsur benda selanjutnya yaitu debog. Debog merupakan sebuah tempat di sisi kanan dan kiri untuk menaruh wayang. Debog melambangkan bumi yang merupakan tempat berpijak bagi tokoh-tokoh dalam cerita wayang. Lalu terdapat unsur benda blencong yang merupakan sebuah lampu minyak khusus yang digunakan dalam pertunjukan wayang. Blencong melambangkan cahaya seperti matahari, bulan, dan bintang.
ADVERTISEMENT
Cempala merupakan alat pemukul dan pegangan dari kayu dalam pertunjukan wayang. Cempala digunakan dalang untuk memerintah kepada nayaga dan waranggana untuk membantu dalang. Nilai filosofi pada cempala yaitu melambangkan bahwa setiap kejadian tertentu memiliki tanda atau isyarat bagi mereka yang mengerti. Cempala memiliki refleksi dalam kehidupan yaitu apabila bertindak harus hati-hati atau tidak gegabah dan segalanya harus dipersiapkan. Selanjutnya keprak atau kepyak yang merupakan lempengan tipis sebanyak 3 sampai 4 buah yang terbuat dari kuningan atau besi. Dalam kesenian wayang, kepyak menggambarkan aliran air atau darah. Dari filosofi keprak atau kepyak dapat kita refleksikan dalam kehidupan bahwa menjalani hidup harus mempunyai prinsip. Misal prinsip hidup yang dijalani seperti air yang selalu mengalir walaupun banyak rintangan yang menahan alirannya. Kita juga harus seperti itu menjalani hidup yaitu pantang menyerah dan berpendirian, walaupun banyak rintangan harus terus berusaha mencari jalan keluarnya.
ADVERTISEMENT
Kotak wayang merupakan tempat penyimpanan wayang, menggambarkan arti kehidupan atau melambangkan gerak paru-paru yang berkaitan dengan nafas manusia. Kotak wayang adalah salah satu perlengkapan dalam pertunjukan wayang. Dilambangkan sebagai arti kehidupan karena sebelum wayang ditunjukan, wayang disimpan terlebih dahulu dalam kotak wayang yang artinya masa sebelum kehidupan. Selanjutnya unsur benda terakhir pada pewayangan yaitu krayon atau gunungan. Kayon atau gunungan mempunyai bentuk seperti daun besar yang melambangkan gunung, hutan, api, lautan, angin, dan bumi seisinya.
Tidak semua unsur benda dalam pertunjukan wayang memiliki refleksinya dalam kehidupan, namun semua unsur-unsur pada pewayangan memiliki nilai filosofi yang sudah dijelaskan di atas. Nilai filosofi merupakan nilai-nilai moral yang berguna bagi pendidikan karakter manusia. Dalam pertunjukan wayang selain sebagai sarana hiburan dapat pula menjadi sarana pendidikan. Wayang merupakan salah satu kebudayaan Indonesia yang wajib dilestarikan dan diperkenalkan agar lebih mendunia lagi.
ADVERTISEMENT
Sumber :
Filosofi, P. N. (2011). Pemahaman Nilai Filosofi, Etika dan Estetika Dalam Wayang. January, 1–30.
Kasim, S. (2018). Wayang Dalam Kajian Ontologi, Epistimologi, Aksiologi Sebagai Landasan Filsafat Ilmu. Jurnal Sangkareang Mataram, 4(1), 47–50.
Setiawan, E. (2020). Makna Nilai Filosofi Wayang Kulit Sebagai Media Dakwah. Jurnal Al-Hikmah, 18(1), 37–56. https://doi.org/10.35719/alhikmah.v18i1.21
Wibisono, M. A., & Widowati. (2018). Riantiarno Dalam Novel Wisanggeni Sang Buronan Karya Seno Gumira Ajidarma : Kajian Intertekstual. Caraka, 4(2), 52–62.