Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Selektif Menjaring Informasi Media Massa Menjelang Pemilu 2024
29 Desember 2022 16:33 WIB
Tulisan dari Ahmad Syarifudin Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dinamika kontestasi Pemilu 2024 mulai memenuhi kolom pemberitaan media di Indonesia. Tajuk-tajuk menarik dikemas dalam berbagai narasi berita, poster, dan infografis media massa yang memberikan warna kontestasi demokrasi lima tahunan ini. Meskipun Pemilu masih dilaksanakan 2024 mendatang, namun euforia persaingan antar-kandidat potensial yang memiliki elektabilitas tinggi sudah terasa kuat. Apalagi pada Pemilu mendatang, rakyat Indonesia akan disodorkan wajah-wajah baru calon pemimpin mereka karena Presiden Joko Widodo sudah menjabat selama dua periode kepemimpinan. Ini menjadi tantangan baru bagi para politikus untuk mem-branding calon potensial mereka agar mampu dikenal baik masyarakat sebelum kontestasi dimulai.
ADVERTISEMENT
Sudah menjadi kesadaran politisi tanah air jika media massa memiliki kekuatan besar dalam membentuk citra seseorang. Media massa mampu menjadi wadah pembentuk citra baik seseorang melalui aksesibilitasnya dalam menjangkau masyarakat luas. Namun, bak pisau bermata dua, media massa juga dapat menjadi penghancur citra baik jika informasi yang disajikannya memuat berita-berita negatif mengenai seseorang. Media massa memegang peranan penting dalam pengonstruksian pemikiran masyarakat akan calon pemimpin sebagai sosok yang baik atau buruk.
Hal ini dijumpai dalam fenomena menjelang Pemilu 2024, dimana citra berbagai kandidat calon presiden diolah oleh media massa. Sejumlah media massa digunakan untuk membawakan narasi-narasi ketidakpercayaan masyarakat akan sosok tersebut. Tak jarang juga dijumpai unggahan-unggahan media sosial yang mengkritisi kandidat calon presiden dengan mengabaikan pencapaian-pencapaian sosok tersebut yang patut diapresiasi. Dalam ramainya arus informasi ini, sejumlah orang yang dikenal sebagai "Buzzer" turut memainkan kendali atas validitas informasi yang ada. Para Buzzer ini merupakan warganet yang sengaja dikerahkan untuk mengafirmasi maupun menolak sebuah informasi yang tersebar di publik.
ADVERTISEMENT
Analisis tekstual pada berbagai unggahan yang disajikan menunjukkan informasi pada media massa tidak hanya memuat deskripsi sosok yang ada, namun juga memberikan kesan kepada masyarakat secara luas mengapa harus percaya atau tidak percaya pada sosok yang ada. Informasi media massa seperti demikian, jika diterima secara mentah oleh publik dapat memberikan pengaruh akan persepsi publik atas tokoh tersebut. Publik yang semula menilai sosok tersebut sebagai sosok yang baik dapat mengubah persepsinya memandang sosok tersebut sebagai sosok yang buruk, kurang kompeten, hingga tidak dapat dipercaya, pun sebaliknya. Padahal jika sebuah informasi media massa disajikan secara faktual dan rinci, maka publik akan dapat menilai sendiri akan kepribadian kandidat calon presiden yang sesuai dengan visi mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam kondisi dunia yang memasuki era digitalisasi dan tsunami informasi ini, publik harus cerdas dan bijaksana dalam mencerna setiap informasi yang dipaparkan padanya. Pemikiran kritis dan menjadi modal utama untuk memperoleh informasi yang kredibel dan faktual. Publik juga harus memiliki keterampilan investigasi dalam memahami kronologi sebuah fenomena untuk dapat memahaminya secara komprehensif untuk kemudian mempersepsi informasi dengan bijak. Dengan demikian, opini publik tidak akan dengan mudah digiring oleh media massa yang menjadikan publik layaknya manusia yang hanya berdiam diri ketika ditembaki peluru—dalam arti ini informasi.