Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Hukum Ibadah Haji Menggunakan Visa Nonhaji, Sahkah?
13 Oktober 2024 14:41 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari ahmad ardiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ibadah Haji adalah merupakan rukun islam yang kelima , yang harus ditunaikan bagi orang muslim yang mampu. Berbeda dengan umrah, Haji ini dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan oleh syariat, yakni mulai pada bulan syawal hingga bulan dzulhijjah dengan puncaknya pada waktu wukuf di arafah pada tanggal 9 dzulhijjah. Pasti setiap muslim mendambakan untuk dapat mengerjakan rukun islam yang kelima ini , karena dengan itu semua ibadah kepada allah telah menjadi sempurna. Di era modern saat ini ketika jumlah umat manusia makin bertambah dan umat muslim pun menjadi tambah banyak, maka dalam pelaksanaan ibadah haji negara arab selaku yang mengurus dan mengatur terkait ritual ibadah haji di Makkah membuat beberapa aturan khususnya pembatasan kuota haji dari setiap negara yang diberikan izin untuk melaksanakan haji dengan menggunakan visa haji dan sehingga aturan ini berlaku bagi siapa saja umat muslim yang hendak pergi haji dari negara dia berasal. Dan saya di sini ingin membahas sedikit terkait bagaimana hukum ini diterapkan di negara Indonesia sehingga mungkin muncul pertanyaan bagaimana hukum nya seorang muslim di indonesia yang pergi haji namun dengan tidak menggunakan visa haji sebagaimana yang telah dilegalkan, dan bagaimana hukum negara dan hukum islam mengatur hal demikian, apakah sah ibadah haji-nya?.
ADVERTISEMENT
Sebelum itu, kita harus tahu apa itu visa, ada berapa macam visa yang dilegalkan untuk berhaji, selanjutnya hal-hal yang memengaruhi keabsahan ibadah haji diantaranya apakah syarat wajib dan rukun haji yang harus dipenuhi, dan apa yang melatarbelakangi negara/pemerintah membuat peraturan seperti ini, mungkin dari itu nanti kita dapat memahami dan menyimpulkannya di akhir.
Pertama, mengutip dari dikjen imigrasi kemenkumham ,bahwa Visa adalah suatu dokumen yang menjadi alat bukti diizinkannya seseorang untuk memasuki suatu negara. Orang Asing juga diperbolehkan berkegiatan di negara tersebut sesuai dengan jenis visanya. Untuk visa haji Pemerintah Indonesia telah mengaturnya dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terdapat dua jenis visa haji yang legal untuk digunakan, yaitu visa haji kuota Indonesia (kuota haji reguler dan haji khusus) dan visa haji Mujamalah (undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi). Maka dapat dipahami, ibadah haji yang dilakukan dengan visa nonhaji itu merupakan hal yang ilegal. Karena ada saja masyarakat indonesia yang mencuri-curi dan meng-helah yakni berhaji dengan visa selain haji, seperti menggunakan visa ummal (pekerja) atau visa ziarah (turis) dll, hal inilah yang membuat pemerintah semakin menekan peraturan penggunakan visa haji ini. Oleh karena itu, Kementerian Agama Republik Indonesia selaku lembaga pengatur dan penyelenggara haji di Indonesia menyebutkan bahwa jemaah haji yang tertangkap menggunakan visa Ziarah, maka akan ditahan, dideportasi dan berpotensi membayar denda sebesar 10 ribu Riyal yang setara dengan 42 Juta. Keterangan denda ini pun dikonfirmasi oleh Wuzārah ad-Dākhilah al-Mamlakah al-‘Arabiyyah as-Su‘ūdiyyah. Dan Haji dengan visa nonhaji juga merupakan bentuk pelanggaran terhadap keimigrasian negara yang berpotensi sanksi berupa larangan berhaji selama 10 tahun berturut-turut.
ADVERTISEMENT
Kedua, fatwa Haiah Kibaril Ulama Saudi yang mewajibkan adanya izin haji bagi siapa pun yang ingin menunaikan haji, setidaknya terdapat 4 poin dari fatwa yang dikeluarkan ini;
1. Kewajiban memperoleh izin haji didasarkan pada apa yang telah diaturkan dalam syariat islam. Tujuannya mengatur jumlah jemaah sedemikian rupa sehingga orang bisa melakukan ibadah haji dengan damai dan aman. Ini adalah tujuan hukum yang sah yang ditentukan oleh dalil dan aturan syariah.
2. Kewajiban untuk mendapatkan izin haji sesuai kepentingan yang disyariatkan oleh syariat. Hal ini akan menjamin kualitas pelayanan yang diberikan kepada jemaah haji.
3. Kewajiban memperoleh izin haji merupakan bagian dari ketaatan kepada pemerintah. Siapa pun yang mematuhinya akan diberi pahala, dan siapa pun yang tidak menaatinya akan berdosa dan pantas menerima hukuman yang ditentukan pemerintah.
ADVERTISEMENT
4. Haji tanpa izin tidak diperbolehkan. Sebab, kerugian yang diakibatkannya tidak terbatas pada jemaah, tetapi meluas pada jemaah lain. Kerugian yang dilakukan oleh pelanggar adalah dosa yang lebih besar darupada kerugian yang dilakukan sendiri oleh pelakunya.
Ketiga, Masyarakat Indonesia yang mayoritas umat muslimnya bermazhab kepada mazhab Syafi’I, maka saya akan paparkan sedikit beberapa ketentuan syarat wajib dan rukun menurut mazhab Syafi’I yang harus dipenuhi bagi seorang muslim yang hendak menunaikan ibadah haji. Perlu diketahui bersama, bahwa mazhab Syafi’I didalam konsep ibadah haji mereka membedakan antara rukun haji dan wajib haji. Rukun merupakan bagian inti dari suatu ibadah yang menentukan keabsahan ibadah yang dikerjakan tersebut, jika seseorang meninggalkan salah satu saja dari rukun haji maka hal ini tidak dapat digantikan dengan denda atau lainnya, sehingga rukun haji harus dipenuhi adanya. Mazhab Syafi’I membagi rukun haji kepada 6 rukun, yakni;
ADVERTISEMENT
1. Ihram, yakni berniat untuk haji pada tempat dan waktu tertentu yang disebut dengan miqat.
2. Wukuf, yakni berdiam di bukit Arafah pada tanggal 9 dzulhijjah, mulai zuhur sampai subuh tanggal 10 dzulhijjah
3. Tawaf, yakni mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali
4. Sa’I, yakni berjalan/lari-lari kecil bolak balik antara bukit safa dan marwah sebanyak tujuh kali.
5. Tahallul, yakni mencukur/menghilangkan Sebagian rambut di kepala.
6. Tertib.
Sedangkan untuk seorang muslim yang di wajibkan untuk menunaikan ibadah haji adalah yang telah memenuhi kriteria syarat wajib haji, diantaranya;
1. Baligh, yakni telah mencapai usia dewasa.
2. Aqil, yakni memiliki akal yang sehat.
3. Merdeka, Bukan seorang budak atau dalam keadaan tertawan.
4. Istita’ah, yakni mampu melaksanakan ibadah haji dari segi jasmani, Rohani, ekonomi, dan keamanan diri.
ADVERTISEMENT
5. Islam.
6. Aman.
7. Tersedia kendaraan.
Keempat, Menanggapi hal ini, terdapat beberapa fatwa yang telah dikeluarkan dua organisasi islam besar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Pertama, fatwa yang diputuskan berdasarkan bahtsul masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), yang mengatakan bahwa ibadah haji dengan visa nonhaji ( yang tidak prosedural) itu adalah sah secara syariat, namun cacat dan yang melakukannya itu berdosa. Dapat dikatakan haji seperti demikian itu sah, dikarenakan visa haji bukan merupakan syarat dan rukun dari ibadah haji, melainkan aturan (visa haji) ini merupakan larangan yang dibuat pemerintah arab Saudi yang bersifat eksternal, namun larangan ini pun tetap berpegang kepada konsep syariat dan agama berdasarkan maqashid Syariah hifdzu an-nafs (memelihara jiwa), yakni Praktik haji seperti ini mengandung mudarat dan mafsadat karena kapasitas tempat pelaksanaan manasik haji terlalu sempit dibandingkan jumlah umat Islam yang berminat melaksanakan ibadah haji. Sekiranya otoritas Saudi tidak melakukan pembatasan, maka terjadi kepadatan dan penumpukan luar biasa yang tentu akan mengganggu keamanan, perlindungan, dan keselamatan jiwa dan harta jemaah. Dan orang yang melakukan ini (berhaji dengan visa nonhaji) mendapatkan dosa, dengan alasan karena melanggar aturan syariat yang mewajibkan untuk taat terhadap perintah ulil amri (pemerintah) dan pemenuhan perjanjian (kesepakatan), dan Allah pun telah memerintahkan kita orang beriman untuk taat kepada ulil amri sebagaimana dalam surah an-Nisa ayat 59, dan lagi juga bahwa larangan ini pun benar dan sah adanya, baik secara syariat maupun akal sehat, oleh sebab itu kita harus patuh dan menaatinya. Kedua, fatwa yang dikeluarkan oleh majelis Tarjih Muhammadiyah bahwa Pertama, Berhaji wajib hukumnya menggunakan visa Haji resmi, karena diantara syarat wajib haji adalah Istita’ah dan penggunaan visa haji resmi ini merupakan bagian dari istiṭa’ah idāriyyah (kemampuan administratif) yang memang perlu melibatkan pemerintah agar ibadah haji dapat berjalan aman dan tertib, sebab itulah visa haji ini diwajibkan dan dipersyaratkan. Kedua, Berangkat Haji dengan visa nonhaji adalah perbuatan terlarang karena banyak menimbulkan mafsadah dan mudarat di antaranya, merugikan diri sendiri dan orang lain, tindakan ketidakadilan karena mengambil hak (jatah) orang lain, dan termasuk dari perbuatan penipuan, yakni pemalsuan dokumen dan manipulasi informasi.
ADVERTISEMENT
Dari sinilah dapat kita simpulkan bahwa berhaji dengan visa non-haji itu adalah perbuatan terlarang karena menyebabkan banyak mudharat dan mafsadat, dan sebagaimana dalam kaidah ushul fikih “menghindari mafsadat itu lebih di prioritaskan dibandingkan mendatangkan maslahat” . dan ada hadis nabi Dari ‘Ubādah bin aṣ-Ṣāmit, bahwa Rasulullah saw menetapkan “bahwa tidak boleh ada sesuatu yang membahayakan (diri sendiri) dan tidak boleh pula membahayakan pihak lain”. Kemudian jika berbicara sah tidaknya, maka berdasarkan putusan musyawarah bahtsul masail PBNU tadi, disebutkan bahwa berhaji dengan visa nonhaji itu adalah sah, jika memang sudah terpenuhi syarat wajib dan rukun haji, Namun berdosa bagi siapa orang yang mengerjakannya. Dengan singkat bahwa berhaji seperti demikian itu sah namun haram. Lantas untuk apa kita mengerjakan suatu ibadah tetapi malah kita mendapatkan dosa? , oleh karena itu marilah kita menjadi orang beriman yang bertakwa dengan menaati perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya, dan diantara perintah Allah SWT adalah wajib bagi kita untuk menaati ulil amri selama tidak menyimpang dari syariat dan ajaran agama. Sehingga dari kepatuhan kita kepada Allah semoga kita dapat menjadi Hamba Allah yang baik adanya.
ADVERTISEMENT
Wallahu a’lam.
Sumber: https://jakarta.nu.or.id/keislaman/hukum-berhaji-dengan-visa-non-haji-0qR9U https://muhammadiyah.or.id/2024/06/fatwa-tarjih-berhaji-dengan-visa-non-haji-bagaimana-hukumnya/ https://haji.kemenag.go.id/v5/detail/fatwa-ulama-saudi-wajibkan-adanya-izin-haji-bagi-siapa-pun-yang-akan-berhaji