Konten dari Pengguna

Banjir Tahunan di Kabupaten Wajo, Perlunya Inovasi Kebijakan

Muhammad Iqbal M
Manajemen dan Kebijakan Publik, FISIPOL, UGM
25 September 2021 10:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Iqbal M tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Banjir, Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Banjir, Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
Banjir merupakan musibah yang paling sering melanda Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan. Pada Jumat, 28 Agustus 2021 yang lalu, hujan dengan intensitas tinggi menjadi pemicu terendamnya 11 Kecamatan. Kecamatan tersebut yaitu, Kecamatan Tanasitolo, Tempe, Sajoanging, Majauleng, Pitumpanua, Gilireng, Keera, Penrang, Maniangpajo, Pammana, dan Sabbangparu. Berdasarkan Laporan BPBD Kabupaten Wajo, banjir kali ini merendam 5.607 rumah warga, area persawahan, serta memutus akses trans Sulawesi.
ADVERTISEMENT
Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan (Pusdatinkom) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan bahwa Banjir di Kabupaten Wajo pertama kali terjadi pada tahun 1998. Artinya, pada tahun 2021, banjir di Kabupaten Wajo telah berusia 23 tahun. Berdasarkan Statistik Banjir BNPB tahun 1998-2021, banjir di Kabupaten Wajo telah menimbulkan kerusakan dan dampak bagi masyarakat, yakni: terjadi sebanyak 63 kali, 48 orang meninggal, 1 orang hilang, 3.993 orang terluka, 258.982 orang menderita, 73.405 orang mengungsi, merendam 16.102 rumah, 491 fasilitas pendidikan, 135 fasilitas kesehatan, dan 270 rumah peribadatan.
Dalam artikel “Laju Sedimentasi di Hulu Danau Tempe”, yang ditulis oleh Soewaeli dan Sri Mulat Yuningsih, Peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, menyebut bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) Walanae termasuk kawasan yang mempengaruhi sistem Danau Tempe. Sekitar 37% luas lahan di daerah tangkapan Danau Tempe memiliki kemiringan lereng lebih dari 45%, serta sekitar 70% lahan peka terhadap erosi tanah. Sedimentasi yang terjadi berdasarkan data debit sedimen selama 20 tahun (1976-1995) adalah 519.000 m3/tahun, dengan 74% berasal dari Sungai Walanae.
ADVERTISEMENT
Amran Mahmud dan Amran dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Wajo pada Jumat, 15 Februari 2019, artinya hingga banjir menimpa Kabupaten Wajo pada Jumat, 28 Agustus 2021, keduanya telah bekerja selama 1.050 hari atau 35 bulan. Mengacu pada visi, misi dan program, “Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan Sumber Air Lainnya” menjadi program prioritas di sektor lingkungan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Wajo 2021 sebesar Rp 1.580.069.89.147,-. Faktanya belanja operasional masih mendominasi pengeluaran pemerintah, sangat disayangkan anggaran bantuan sosial hanya berada di angka Rp 4.1 miliar. Saat banjir kembali menimpa masyarakat, pemerintah merupakan stakeholder yang paling tepat untuk dimintai pertanggungjawaban. Apakah pemerintah daerah telah merevitalisasi sungai, danau, dan sumber air lainnya? Mengingat Danau Tempe merupakan danau tektonik terbesar yang mengalami proses sedimentasi dalam beberapa dekade terakhir. Bagaimana dengan anggaran bantuan sosial yang masih rendah?
ADVERTISEMENT
Pemerintah harus inovatif guna menghadapi tantangan ke depan. Langkah-langkah yang harus di tempuh yaitu:
Pertama, pemerintah perlu menanyakan progres revitalisasi Danau Tempe kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Kedua, pemerintah harus menambah anggaran bantuan sosial guna menghadapi situasi force majeure.
Ketiga, melakukan normalisasi dan naturalisasi Sungai Bila, Walanae, Cenranae, dan sumber air lainnya.
Keempat, melakukan sosialisasi kepada warga mengenai penyebab banjir dan fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS).
Kelima, adaptasi ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meminimalisir dampak.