Konten dari Pengguna

Upaya Mewujudkan Kemandirian Fiskal dan Percepatan Pembangunan di Daerah

Ahmad Nawawi
Analis Anggaran pada Kementerian Keuangan
28 Januari 2022 15:25 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Nawawi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pemerintah mendorong kemandirian fiskal dan meningkatkan pembangunan di daerah dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. (Cover hasil photo sendiri)
zoom-in-whitePerbesar
Pemerintah mendorong kemandirian fiskal dan meningkatkan pembangunan di daerah dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. (Cover hasil photo sendiri)
ADVERTISEMENT
Desentralisasi fiskal pada era reformasi telah berlangsung selama dua dekade di Indonesia. Selama periode tersebut, pemerintah pusat telah mentransfer dana ke daerah sekitar Rp9.000,- triliun. Dana transfer ke daerah meningkat signifikan dari Rp33,1 triliun pada tahun 2001 menjadi Rp795,5 triliun pada APBN 2021.
ADVERTISEMENT
Angka ini merupakan jumlah yang besar, kemudian yang menjadi pertanyaan adalah apakah tujuan desentralisasi fiskal saat ini telah tercapai? Tujuan utama desentralisasi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 (diubah melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004) yaitu: pertama, mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (vertical fiscal imbalance) dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance). Dengan kata lain, tujuan dari desentralisasi fiskal ini adalah mendorong daerah dalam mewujudkan kemandirian fiskal. Tujuan kedua, meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah. Peningkatan pelayanan publik dalam Undang-Undang ini meliputi penyediaan layanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pengentasan kemiskinan.

Capaian Desentralisasi Fiskal

Untuk menjawab pertanyaan apakah tujuan desentralisasi fiskal saat ini telah tercapai, tentunya harus kita lihat capaiannya. Pertama, terkait kemandirian fiskal di daerah. Salah satu upaya pemerintah pusat untuk mengurangi kesenjangan fiskal yaitu melalui transfer dana perimbangan. Pemerintah telah mengalokasikan dana perimbangan yang besar kepada pemerintah daerah. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya kumulatif dana perimbangan dan besarnya porsi dana perimbangan dalam pendapatan APBD.
ADVERTISEMENT
Rata-rata dana perimbangan terhadap total pendapatan daerah selama 20 tahun terakhir sekitar 67 persen. Menurut data realisasi APBD Kabupaten/Kota seluruh Indonesia pada tahun 2020 porsi PAD, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah berturut-turut sebesar 15,96 persen, 63,64 persen, dan 20,40 persen.
Sementara itu, terkait ketimpangan fiskal antardaerah, berdasarkan data APBD TA 2020 masih menunjukkan terdapatnya ketimpangan fiskal antardaerah. Data ketimpangan fiskal antardaerah tersebut, seperti PAD Kota Surabaya telah mencapai 61,54 persen terhadap total pendapatan daerah, Kota Bandung 46,48 persen, Kota Semarang 49,41 persen, sementara Kota Medan masih mencapai 32,73 persen, Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Jayapura hanya mencapai 8,60 persen dan 1,10 persen.
Kedua, terkait peningkatan pelayanan publik. Berdasarkan penilaian dari KemenpanRB indeks pelayanan publik pemerintah daerah pada tahun 2020 sebesar 3,68 (baik) dari sebelumnya 3,43 pada tahun 2019. Aspek penilaian pelayanan publik pemerintah yaitu kebijakan pelayanan, profesionalisme SDM, sarana prasarana, sistem informasi pelayanan publik, konsultasi dan pengaduan serta inovasi.
ADVERTISEMENT
Indikator lainnya terkait pelayanan publik yaitu capaian indeks kemudahan berusaha (ease of doing business index/EODB). Indonesia pada tahun 2020 menempati peringkat 73 dunia dengan nilai indeks 69,6. Selama 6 tahun terakhir (2014-2019) peringkat EODB Indonesia berturut-turut 2014 = 120; 2015 = 106, 2016 = 91; 2017 = 72; 2018 = 73; dan 2019 = 73.
Terkait daya saing Indonesia, berdasarkan survei World Competitiveness Yearbook (WCY) 2021, menempatkan daya saing Indonesia pada peringkat 37 (tahun 2020 peringkat 40) dari total 64 negara yang disurvei.
Sementara itu, terkait dengan persepsi korupsi, berdasarkan laporan dari Corruption Perception Index (CPI) pada tahun 2020, Indonesia berada pada peringkat 102 dari 180 negara-negara di dunia dari kasus korupsi pada sektor publik. Pada tahun 2020 Indonesia mendapat skor 37, dengan skala penilaian yang digunakan adalah 0 (sangat korupsi) hingga 100 (sangat bersih).
ADVERTISEMENT
Ketiga, terkait capaian pembangunan secara nasional. Beberapa indikator efektivitas pencapaian sasaran pembangunan nasional yaitu tingkat penurunan kemiskinan dan rasio gini, serta peningkatan IPM dan PDRB/kapita. Persentase penduduk miskin pada tahun 2021 sebesar 9,71 persen (tahun 2020 sebesar 10,19 persen). Rasio gini pada tahun 2021 sebesar 0,381 (tahun 2020 sebesar 0,385). PDRB/kapita pada tahun 2019-2021 pada beberapa daerah mengalami stagnasi, sebagai dampak dari krisis Covid-19. Sementara itu, PDB/kapita tahun 2020 sebesar US$3,869.59 (tahun 2019 sebesar US$4,135.20).
Keempat, terakhir yang tidak kalah penting capaian dari desentralisasi fiskal adalah keutuhan NKRI. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal selama ini telah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dengan memperhatikan hak-hak masyarakat setempat.

Upaya Pemerintah atas Kemandirian Fiskal dan Percepatan Pembangunan di Daerah

Merespon kinerja selama 2 dekade ini, pemerintah berupaya melakukan beberapa perbaikan di bidang desentralisasi fiskal, salah satunya yaitu hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pemerintah meredesain kebijakan desentralisasi fiskal dengan tujuan utama mendorong percepatan kemandirian fiskal daerah, percepatan peningkatan kesejahteraan, peningkatan kualitas belanja daerah, pembagian dana bagi hasil yang lebih adil, optimalisasi belanja APBD, serta peningkatan sinergi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan/program dengan pusat (K/L), swasta, dan antardaerah.
ADVERTISEMENT
Beberapa redesain kebijakan transfer ke daerah dalam RUU HKPD antara lain: Pertama terkait DAU. Pagu DAU nasional ditetapkan mempertimbangkan tingkat kebutuhan pendanaan dan target pembangunan, serta mendorong peningkatan kualitas belanja daerah terutama layanan publik dasar (pendidikan, kesehatan, infrastruktur). Pengalokasian DAU dilakukan melalui penghitungan kebutuhan fiskal berdasarkan pada unit cost dan target layanan, serta penghitungan kapasitas fiskal sesuai potensi pendapatan daerah.
Kedua terkait DBH. Pengalokasian DBH kepada daerah penghasil dan nonpenghasil yang terdampak eksternalitas negatif, mendorong kinerja daerah dalam optimalisasi penerimaan dan pemulihan lingkungan akibat ekstraksi SDA, serta penggunaan belanja berbasis kinerja.
Ketiga terkait DAK. Pengalokasian DAK diarahkan untuk penugasan terhadap program/kegiatan dan kebijakan yang mendukung prioritas nasional, serta sinergi dengan K/L dan antardaerah. Keempat Dana Otonomi Khusus diarahkan mempercepat pembangunan daerah otonom dan belanja didasarkan pada target kinerja. Kelima belanja Dana Desa berbasis kinerja, serta penggunaan dana desa untuk pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat desa.
ADVERTISEMENT
Keenam terkait belanja APBD. Belanja APBD diatur belanja pegawai maksimal 30 persen, belanja infrastruktur minimal 40 persen, standarisasi tunjangan kinerja daerah, pengendalian kondisi darurat, pengawasan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SilPA), dan sinergi dengan bagan akun standar.
Sementara itu, dalam rangka mendorong kemandirian fiskal daerah, pemerintah melalui Undang-Undang HKPD berupaya memperkuat sistem perpajakan daerah. Pemerintah merestrukturisasi pajak melalui reklasifikasi 5 jenis yang berbasis konsumsi (hotel, restoran, hiburan, parkir, dan PPJ) menjadi satu jenis pajak, yaitu Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dan rasionalisasi retribusi guna menurunkan biaya administrasi (administration and compliance cost). Selain itu, dalam rangka memperluas basis pajak, pemerintah memberikan kewenangan pemungutan opsen pajak antara level pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota, yaitu PKB, BBNKB, dan pajak MBLB, serta perluasan obyek pajak antara lain valet parkir dan obyek rekreasi.
ADVERTISEMENT
Dengan berbagai upaya perbaikan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah di atas, pemerintah berharap tujuan dari desentralisasi fiskal dapat segera tercapai dan manfaatnya dirasakan oleh masyarakat.
Penulis: Ahmad Nawawi (Analis Anggaran pada Kementerian Keuangan)